Oleh: Amir Machmud NS
// barcelona membutuhkan cahaya/ energi yang membakar/ menyalakan asa/ peta jalan kebangkitan/ terpancari karisma Xavi/ kilau mutiara Pedri/ elok permata Gavi/ pikiran serentak tentang ideologi/ jalan terang berlabel tiki-taka//
(Sajak “Energi Positif Barcelona”, 2022)
DENGAN emosional Gerard Pique meneriakkan “Barcelona is back!”. Betapa momen menyusun keping-keping kepercayaan diri itu telah lama dia tunggu.
Dengan tanpa basa-basi, pelatih Real Madrid Carlo Ancelotti mengakui melihat sebuah isyarat kebangkitan. Betapa permainan klub rival utamanya itu perlahan-lahan bergerak ke arah yang positif.
Kemenangan 4-2 di kandang FC Napoli dalam leg kedua Liga Europa pekan silam itu memang memberi atensi lebih, memunculkan respons tentang “Barca yang sebenarnya”, Barca yang lahir kembali setelah dalam tiga musim terakhir menjadi tim semenjana, anjlok dari level kebesarannya. Hasil itu memastikan Los Cules lolos ke 16 besar Liga Europa.
Di kancah La Liga, Blaugrana juga bergerak ke trek positif. Sejumlah indikator menarik menyertai perkembangan ini. Dari ketelatenan Xavi Hernandez dalam menyusun puzzle kebangkitan, pergerakan Pedri Gonzales menuju kematangan performa, konsisten penampilan Frenkie de Jong, hingga kehadiran dua sosok yang langsung nyetel dengan orkestrasi Xavi: Pierre-Emerick Aubameyang dan Adama Traore. Kedua penyerang ini memberi suntikan energi ketajaman yang luar biasa. Kemenangan 4-0 atas Athletic Bilbao dalam duel La Liga akhir pekan kemarin menunjukkan pengaruh itu.
Kontribusi Pedri, De Jong, Aubameyang, Ferran Torres, dan Adama, bahkan Ousmane Dembele yang selama ini lebih banyak diragukan, kini menopang kerja keras Xavi yang gigih memulihkan skema “ideologi khas Barca”. Tentu tidak semudah itu menemukan kembali tiki-taka setara dengan kualitas era Pep Guardiola.
Pada masa-masa puncak Barca dari 2006 hingga 2017, Pep dikarunia tebaran permata yang menguatkan syarat memainkan ideologi permainan menyerangnya. Dan, sejauh ini, dari pelatih ke pelatih yang meneruskan Pep, Barca hanya bisa mengimpikan identifikasi kelahiran pilar-pilar dengan label media “New Xavi”, “New Iniesta”, “New Puyol”, dan “New Messi”.
Harapan yang tidak mudah diwujudkan. Ansu Fati belum beranjak ke tanda-tanda agar fans Barca melupakan Messi. Ruiqi Puig belum memperlihatkan kedekatan dengan predikat “Xavi berikutnya”. Siapa pula penerus Andres Iniesta? Pedri-ah, aau Gavi? Bagaimana pula dengan Alejandro Balde untuk mengawal pertahanan dengan kualitas Carles Puyol?
Konfidensi
Saat ini, Pasukan Camp Nou menempati posisi keempat dalam klasemen La Liga, dengan 42 poin dari 24 laga, tertinggal 15 poin dari Real Madrid yang memimpin klasemen. Kemenangan atas Napoli dengan penampilan yang menjanjikan tentu mengangkat konfidensi tim secara keseluruhan. Ya pelatih, ya pemain.
Bukankah Barcelona juga sedang mengalami degradasi mental dalam persaingan di level Eropa? Bahkan sempat dihumbalangkah Bayern Muenchen dengan skor memalukan? Dalam 11 laga tandang terakhir kompetisi Eropa, Barca hanya dua kali menang, dan di Liga Champions musim ini gagal menang dengan total dua gol,
Catatan positifnya, setelah tersisih di semifinal Piala Super Spanyol dari Athletic Bilbao, Barcelona mencatat empat kemenangan dan dua seri. Amunisi baru, Adama Traore dan Aubameyang memberi peran dalam laga-laga tersebut.
Sebagaimana dikutip ESPN, Gerard Pique mengatakan, “Kami sudah kembali ke performa terbaik, mungkin memang harus terpuruk dulu. Ini jadi alarm untuk semua tim, untuk kami, dan juga orang-orang di luar sana, bahwa pelan-pelan kami bangkit. Kami di jalur yang benar…”
Pujian juga datang dari Carlo Ancelotti, coach Real Madrid, “Saya telah melihat semua pertandingan dan mereka bermain dengan baik. Tidak mudah untuk menang tandang di Napoli, dan mereka menampilkan performa yang lengkap dan berhasil menang,” ucap Don Carlo.
Jarak poin dari El Real di klasemen La Liga memang terlalu jauh. Itulah agaknya, Xavi kini fokus pada Liga Europa sebagai peta jalan target trofi musim ini
Bertabur Mutiara
Pelatih muda yang sukses mengarsiteki klub Liga Qatar, Al Sadd itu memercayai skuad muda sebagai masa depan Barca. Ide-idenya tentang sepak bola khas Barcelona mulai ditransformasikan ke sederet bakat seperti Ronald Araujo, Abde Ezzalzouli, Alejandro Balde, Ferran Jutgla, Gavi, Nico Gnzales, Ruiqi Puig, dan Pedri Gonzales, termasuk Ansu Fati. Usia mutiara-mutiara Camp Nou ini berkisar antara 18 – 22 tahun.
Pada masa puncaknya, tiki-taka membutuhkan pemain-pemain dengan kualitas di atas rata-rata, baik dalam visi, fiosofi, teknis, maupun transformasi ideologi. Ketika para pemain senior tinggal sisa-sisa, seperti Pique, Sergio Busquets, Dani Alvez, Sergi Roberto, Jordi Alba, Memphis Depay, Marc-Andre Ter Stegen, dan kini mendapat suntikan Aubameyang dan Adama Traore, maka penyisipan-peyisipan mutiara muda pun tak terhindarkan dengan pelan-pelan menjadi mayoritas tim Xavi.
Kebangkitan tentu bukan diksi spirit yang mudah diwujudkan, namun realitasnya Xavi Hernandez perlahan-lahan mulai menemukan bentuk dari perjalanan pencerahannya membangun permainan tim yang dari remaja sudah sangat dikenalnya itu.
Dia memegang kunci untuk impian itu: energi positif…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan penulis buku —