SLAWI (SUARABARU.ID) – Kritik wartawan melalui monolog Apito Lahire berhasil mencairkan suasana Perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang digagas oleh Persatuan Wartawan Indonesa (PWI) Kabupaten Tegal di Radio Slawi Jumat malam (25/2/2022).
Bupati Tegal Hj Umi Azizah, Danramil Slawi, Kapten Inf Bambang Kalisni, Kasubag Humas Polres Tegal AKP Supratman dan Ketua PWI Kabupaten Tegal Dwi Ariadi yang duduk dipanggung dibikin terkekeh-kekeh atas ulah monolog Apito Lahire.
Penampilan monolog Apito dengan panduan dua pembawa acara Teguh Eros dan Tri Wiharjo atau akrab disapa Bung TW membikin kocak bagaikan sumbu ketemu tutup. Teguh dan TW yang berusaha untuk menggunakan bahasa Tegalan di setiap joke-jokenya juga berhasil menjadikan suasana penuh keakraban.
Bupati Tegal, Hj Umi Azizah, dalam sambutannya berharap para wartawan anggota PWI akan lebih mandiri. “Karena terlalu mandiri, sampai-sampai Ketua PWI Kabupaten Tegal, Dwi Ariadi tidak pernah What’s App maupun menelpon saya,” ujar Umi disambut gerr… tamu undangan.
Hadir Plt Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Tegal Desi Arifianto, Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Tegal Imam June, Dalang asal Desa Sinema Kepunduhan Marko Klengkam dan para tamu undangan lain.
Pada kesempatan tersebut, PWI Kabupaten Tegal juga memberikan penghargaan kepada Hadi Utomo sebagai toko bahasa Tegal, penyusun kamus bahasa Tegalan.
Acara diwarnai dengan monolog oleh Apito Lahire:
Sinopsis Monolog Peres (Pers)
Peres seorang wartawan sebelum bertugas mesti mencuci tangan agar bersih tangan jarinya saat mewartakan berita.
Peristiwa sekarang gegap gempita dari seluruh arah penjuru angin, bersliweran, maka wartawan harus memeras fakta, mengkroscek, konfirmasi dari sumber berita agar yang diwartakan bisa menjadi referensi publik.
Peres bertemu sang seniman yang juga menyuarakan kebenaran. Keduanya bersinergi, peres/sang wartawan harus memiliki wibawa saat menjalankan tugas jurnalistiknya agar berita yang disampaikan akurat, cermat, kritis, tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Wartawan harus punya wibawa bersama seniman yang merawat seni tradisi kearifan lokal agar tidak punah.
Nino Moebi