Oleh : Hendra J Kede
PERTANYAAN lebih detailnya adalah, apakah Presiden memiliki kewajiban hukum untuk melakukan tindakan administrasi? Semisal mengeluarkan Keputusan Presiden yang memiliki implikasi hukum, khususnya terhadap keuangan negara? Dan jika dasar tindakan administrasi tersebut adalah produk sebuah proses seleksi yang merujuk kepada peraturan yang tidak diundangkan dan dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia?
Memang benar, pertanyaan diatas merupakan kelanjutan dari tulisan penulis di Kumparan.com sebelumnya (6/2/2022), yang berjudul: ‘Jika Statuta Dewan Pers Belum Diundangkan‘
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) pada Pasal 15 Ayat (5) menyatakan bahwa, keanggotaan Dewan Pers ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Lengkapnya berbunyi: ‘Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) pasal ini, ditetapkan dengan Surat Keputusan Presiden’.
Memperhatikan bunyi Pasal 15 Ayat (5) UU Pers diatas, jelas bahwa Presiden hanya memiliki kewajiban hukum untuk menerbitkan Surat Keputusan Presiden untuk menetapkan keanggotaan Dewan Pers, hanya dan hanya jika keanggotaan Dewan Pers itu sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (3) UU Pers, tidak selain daripada itu.
Pasal 15 Ayat (3) UU Pers berbunyi: ‘Anggota Dewan Pers terdiri dari: a. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; b. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; c. Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi atau bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers’.
Sehingga dengan demikian, kewajiban Presiden menerbitkan Surat Keputusan Presiden untuk meresmikan keanggotaan Dewan Pers itu hanya dan hanya jika Anggota Dewan Pers tersebut adalah wartawan yang dipilih secara mandiri dan tersendiri oleh organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers yang dipilih secara mandiri dan tersendiri oleh organisasi perusahaan pers, dan tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi atau bidang lainnya, yang dipilih secara bersama-sama oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
Pertanyaan selajutnya tentulah, organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers mana yang punya hak hukum untuk memilih Anggota Dewan Pers? Dan bagaimana mekanisme pemilihannya? Serta lembaga apa yang berwenang menetapkan mekanisme pemilihannya?
Menurut hemat penulis, organisasi tersebut adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers yang sudah memenuhi syarat sebagai organisasi menurut hukum yang berlaku dan dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan dari pemerintah tentang keabsahan sebuah organisasi.
Pemilihannya juga harus menjamin independensi dari masing-masing, tidak boleh dicampuradukkan atau saling ikut campur.
Organisasi wartawan ikut serta dalam pemilihan Anggota Dewan Pers yang dari unsur pimpinan perusahaan pers, itu tidak dibenarkan.
Organisasi perusahaan pers ikut campur dalam pemilihan Anggota Dewan Pers dari unsur wartawan, juga sama sekali tidak dibenarkan oleh UU Pers.
Hanya Anggota Dewan Pers yang dari unsur tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi atau bidang lainnya, wajib hukumnya dipilih secara bersama-sama oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
Kenapa unsur wartawan dan unsur pimpinan perusahaan pers di keanggotaan Dewan Pers harus dipilih secara terpisah?
Tidak lain adalah demi menjaga keadilan, independensi, dan kesetaraan antara wartawan dan perusahaan pers. Bisa saja jumlah organisasi perusahaan pers berbeda dengan jumlah organisasi wartawan. Kalau dipilih bukan secara terpisah bisa berbahaya, bisa saja wartawan yang terpilih adalah “orangnya” perusahaan pers.
Bisa terjadi? Bisa saja, jika organisasi perusahaan pers lebih banyak dari organisasi wartawan, jika terjadi voting, jadilah kandidat organisasi wartawan kalah voting dari organisasi perusahaan pers untuk memilih Anggota Dewan Pers dari unsur organisasi wartawan.
Belum lagi jika mempertimbangkan faktor lain. Semisal faktor psikologis wartawan yang bagaimanapun adalah karyawan dalam perusahaan pers.
Dan bisa juga terjadi sebaliknya, jika organisasi wartawan lebih banyak dari organisasi perusahaan pers. Unsur pimpinan perusahaan pers yang terpilih bisa saja “orangnya” organisasi wartawan.
Calon Anggota Dewan Pers yang dipilih melalui ketentuan Pasal 15 Ayat (3) UU Pers itulah yang memiliki implikasi memunculkan kewajiban hukum Presiden menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres), untuk meresmikan keanggotaan Dewan Pers.
Makna lainnya tentulah Presiden tidak memiliki kewajiban hukum, untuk tidak mengatakan Presiden dilarang, menerbitkan Keputusan Presiden untuk meresmikan keanggotaan Dewan Pers sepanjang prosesnya bertentangan ketentuan Pasal 15 Ayat (3) dan Ayat (5) UU Pers.
Sebagai prmbanding, Calon Anggota DPR dan DPD yang terpilih melalui mekanisme yang ditetapkan oleh UU Pemilu lah yang melahirkan kewajiban Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden, tentang peresmian keanggotaan seseorang di DPR dan DPD.
Tentu saja tidak hanya mekanisme pemilihan yang yang telah dilaksanakan yang menjadi pertimbangannya, namun kepanitiaan yang menyelenggarakan pemilihan juga sangat menentukan lahirnya kewajiban Presiden menerbitkan Keppres peresmian keanggotaan tersebut.
Lembaga atau kepanitiaan pemilihan haruslah lembaga atau kepanitiaan yang memiliki legitimasi menjalankan pemilihan menurut ketentuan hukum yang berlaku. Tanpa itu Presiden tidak saja tidak memiliki kewajiban hukum, namun Presiden dilarang menerbitkan Keppres peresmian keanggotaannya, termasuk dan tidak terbatas peresmian keanggotaan Dewan Pers.
Jika dalam bidang pemilu, Presiden tidak punya kewajiban hukum menerbitkan Kepres peresmian Calon Anggota DPR dan DPD, jika pemilihannya bukan dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dibentuk secara resmi oleh negara untuk melaksanakan pemilu.
Pemilihan Anggota Dewan Pers Berdasarkan Statuta Dewan Pers
Faktanya, pemilihan Dewan Pers dijalankan oleh suatu kepanitiaan yang merujuk kepada ketentuan apa yang disebut Statuta Dewan Pers. Statuta Dewan Pers dibuat dan disahkan oleh Dewan Pers, melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers. Peraturan Dewan Pers tentang Statuta ini tidak pernah diundangkan dan dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (Baca tulisan penulis di Kumparan.com dengan judul, ‘Jika Statuta Dewan Pers Belum Diundangkan’, 6/2/2022).
Faktanya, Dewan Pers mengatur sendiri bagaimana dirinya dipilih, bagaimana memilihnya, dan siapa yang akan menjalankan pemilihan, tanpa melibatkan negara dan tidak mengumumkan kepada seluruh rakyat Indonesia dan pihak yang berkepentingan, untuk diketahui melalui pengundangan dan pencatatan pada Lembaran Negara Republik Indonesia.
Faktanya, pemilihan keanggotaan Dewan Pers dilaksanakan oleh suatu kepanitiaan gabungan dari organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers untuk secara bersama-sama sebagai satu kesatuan memilih Anggota Dewan Pers dari semua unsur.
Faktanya, Anggota Dewan Pers yang sedang menjabat ikut terlibat dalam kepanitiaan pemilihan, dengan hak suara penuh.
Faktanya, organisasi wartawan memiliki hak suara dalam memilih Anggota Dewan Pers dari unsur perusahaan pers.
Faktanya, organisasi perusahaan pers memiliki hak suara dalam memilih Anggota Dewan Pers dari unsur wartawan.
Faktanya, kepanitiaan Pemilihan Anggota Dewan Pers yang disebut Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers tersebut, diangkat dan diresmikan oleh Dewan Pers itu sendiri, dengan merujuk kepada Peraturan Dewan Pers tentang Statuta Dewan Pers yang tidak diundangkan dan tidak dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Faktanya, Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers berkirim surat tentang hasil pemilihan kepada Presiden, agar Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden untuk meresmikan keanggotaan Dewan Pers yang dipilih menggunakan payung hukum Statuta Dewan Pers yang tidak diundangkan, dan tidak dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Tidak Adanya Kewajiban Hukum Presiden Terbitkan Kepres Peresmian Keanggotaan Dewan Pers.
Presiden sebagai institusi resmi negara dan sebagai pemimpin administrasi pemerintahan negara, akan senantiasa bekerja sesuai hukum yang berlaku, dan jika memiliki dasar hukum yang kuat.
Pada sebuah pengisian posisi yang diperintahkan oleh hukum, Presiden hanya akan menjalankan kewajiban administrasi kenegaraan, jika ada landasan hukumnya.
Dan personel yang akan diresmikan untuk mengisi sebuah posisi yang peresmiannya melalui Kepres tersebut, sudah menjalani tahapan pemilihan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan, baik pembentukan kepanitiaan pemilihannya maupun proses pemilihannya, yaitu ketentuan perundang-undangan yang telah diundangkan dan dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Apalagi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa, seluruh peraturan perundang-undangan merupakan informasi terbuka dan merupakan hak asasi dan hak konstitusional warga negara untuk mengetahuinya. Implementasinya adalah, dengan mengundangkan dan mencatatkan peraturan tersebut dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Maka dan oleh karena itu, penulis berpandangan, Presiden tidak memiliki kewajiban hukum menerbitkan Kepres untuk meresmikan keanggotaan Dewan Pers yang dipilih dibawah ketentuan Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016, tentang Statuta Dewan Pers, karena Peraturan tentang Statuta Dewan Pers tersebut tidak diundangkan dan tidak dicatatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Apalagi jika melihat proses pemilihan yang menurut hemat penulis sangat bertentangan dengan Pasal 15 Ayat (3) UU Pers. Sementara Presiden dengan jelas dan tegas dinyatakan oleh Pasal 15 Ayat (5) UU Pers, hanya memiliki kewajiban hukum untuk meresmikan Keanggotaan Dewan Pers, melalui Kepres, jika pemilihan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Ayat (3) UU Pers, yaitu:
Pertama, unsur wartawan dipilih secara mandiri oleh organisasi wartawan tanpa ikut campur pihak lain, selain organisasi wartawan. Apalagi jika pihak lain tersebut ikut memilih, sama sekali tidak boleh. Faktanya, organisasi perusahaan pers ikut memilih unsur wartawan.
Kedua, unsur pemimpin perusahaan pers dipilih secara mandiri oleh organisasi perusahaan pers, tanpa ikut campur pihak lain selain organisasi perusahaan pers. Apalagi jika pihak lain tersebut ikut memilih, sama sekali tidak boleh. Faktanya, pemimpin organisasi wartawan ikut memilih unsur pemimpin perusahaan pers.
Ketiga, unsur masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi dan bidang lainnya dipilih secara bersama-sama oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Hal ketiga ini nampakmya tidak ada masalah.
Lantas kapan Presiden akan menerbitkan Kepres peresmian keanggotaan Dewan Pers?
Penuhilah semua ketentuan Pasal 15 Ayat (3) dan Ayat (5) UU Pers, undangkan dan catatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, dalam peraturan yang mengatur mekanisme pemilihan tersebut. Pada saat itulah baru muncul kewajiban hukum Presiden meresmikan Keanggotaan Dewan Pers melalui Keputusan Presiden.
Terima kasih, selamat Hari Pers Nasional tahun 2022, selalu jaga protokol kesehatan. Jayalah selalu pers Indonesia untuk mewujudkan Indonesia maju, Indonesia ranking 5 (lima) terkuat di dunia tahun 2045, Allahumma aamiin.
— Hendra J Kede, Wakil Ketua Komisi Informasi Publik RI —