blank
Pagelaran Budaya Artsotika Muria #3

JEPARA (SUARABARU.ID) – Penampilan Barongan Muria Berkepala Empat, Kisah Rananggana Mengalahkan Hawa Nafsunya, oleh Leo Katartis, memeriahkan pagelaran budaya Artsotika Muria #3. Pagelaran budaya ini diselenggarakan di Desa Batealit Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara Jawa Tengah sejak satu bulan lalu. Puncaknya diselenggarakan hari Minggu  (21/11-2021).

blank
Penampilan Barongan Muria Berkepala Empat

Pagelaran ini mengisahkan tentang Rananggana yang sedang bertapa untuk mengendalikan sedulur 4 (hawa nafsunya). Namun dalam perjalanan sang waktu, Rananggana tergiur oleh iming-iming keduniawian. Akibatnya, nafsunya lepas menjelma Barongan berkepala empat. Ranangga pun berjuang kembali untuk menaklukkan nafsunya.

blank
Barongan Muria

Menurut Ketua Panitia, Sarjono, melalui pagelaran budaya bertemakan “Barongan Muria” dengan 30 orang pemain pentas selama 3 hari, mendorong kalangan seniman, penggerak kebudayaan, aktivis lingkungan, menggelar festival Artsotika Muria sebagai wujud melestarikan kembali alam di lereng gunung Muria.

Hal yang melatarbelakangi adalah, menurut Sarjono, kawasan perbukitan Muria yang memanjang dari Kabupaten Pati, Kudus, dan Jepara. “Kondisi alam kawasan tersebut mulai rusak. Indikasinya terlihat pada krisis air saat kemarau, populasi macan tutul dan hewan lainnya yang terancam, dan sedimentasi,” ujarnya.

blank
Pagelaran Budaya Artsotika Muria #3

Maka dari itu, pagelaran budaya Artsotika Muria#3 melalui acara bertajuk “Urub Urip Mbalik Mbelik,” para seniman berupaya untuk mengembalikan fungsi belik atau sumber air sungai sebagai sumber laku hidup masyarakat. Kata “Belik” dianggap sebagai simbol sumber kehidupan masyarakat desa di lereng Muria. “Para seniman dari tiga Kabupaten yang berada di lereng Gunung Muria berkumpul di Desa Batealit, Jepara untuk menggelar acara Artsotika Muria jilid tiga,” ungkap Sarjono.

“Belik Watu Bobot” mengawali pagelaran Artsotika Muria#3. Sebab kata “belik” menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat sejak dulu. Masyarakat setempat biasa mengambil air di belik itu untuk dikonsumsi. Di bawah belik, mengalir sungai yang menjadi sumber pengairan bagi para petani untuk sawahnya. “Belik Watu Bobot menjadi saksi kehidupan masyarakat lereng Muria. Terutama bagi masyarakat Batealit. Dan saat ini, Artsotika Muria ditempatkan di sini supaya kita semua bisa kembali memahami fungsi belik. Selain sebagai sumber air, juga sebagai sumber kehidupan,” tutur Sarjono.

Kemudian, pagelaran berakhir di lokasi Belik Bendung Setro. “Dengan berakhirnya kegiatan tersebut, kegiatan Artsotika Muria#4 akan berlangsung di Kabupaten Kudus pada Tahun 2022 mendatang,” tambah Sarjono

 Alvaros – Dedy Setyawan – Mbah Dhet