blank
SPBU - Aktivitas nelayan di SPBU Pelabuhan Jongor Kota Tegal. (foto: nino moebi)

TEGAL (SUARABARU.ID) – Tiga bulan terakhir tren untuk harga solar industri perikanan merin kenaikannya sangat luar biasa.

“Oktober 2021 kami menjual Rp 9.500 per liter. Sekarang masuk November 2021 harga solar kembali naik lagi sangat fantastis dengan harga Rp 11.000 per liter ke nelayan,” kata pelaku usaha tangkap ikan Kota Tegal, H Riswanto.

Kenaikan harga solar industri perikanan sudah ditanyakan dan para pelaku usaha perikanan dan kelautan Kota Tegal kata Riswanto masih menunggu jawaban dari pihak Pertamina.

blank
H Riswanto

“Kita mempertanyakan ke tren kenaikan mau sampai kapan dan apa penyebab yang menjadi BBM solar industri jenis merin ini. Karena solar jenis merin ini melalui agen Pertamina. Kami keberatan, karena jika nanti dipaksakan dengan Rp 11.000 per liter, akan berdampak kepada biaya operasional yang membengkak dan sangat berpengaruh terhadap pendapatan bagi hasil mereka,” ujar Riswanto.

Untuk perubahan harga Riswanto mengaku ada pemberitahuan setiap 15 hari BBM solar industri jenis merin untuk kapal perikanan. Jadi setiap 15 hari dari agen akan menyampaikan perubahan harga.

“Persoalan kita ini mau sampai kapan atas kenaikan harga ini. Hal ini akan berdampak kepada para nelayan yang menjadi korban. Mereka secara ekonomi terkait dengan bagi hasil tangkapan selama melaut dua bulan,” ungkap Riswanto.

Kepada pemerintah Riswanto berharap untuk solar industri perikanan merin kalau tidak diberi subsidi, agar diberi harga khusus. Jangan sampai mengikuti tren kenaikan solar atau BBM dunia. Kalaupun ada kenaikan kata Riswanto mestinya ada batasannya berapa.

“Kalaupun ada kenaikan diharapkan diatas harga subsidi jangan sampai Rp 10 ribu lebih per liternya. Saat ini solar subsidi Rp 5.150 dan kalau bisa untuk harga khusus Solar Industri Perikanan dan Kelautan sekira bisa diangka Rp 6 ribuan,” pinta Riswanto.

Terpisah Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa harga BBM nonsubsidi untuk nelayan dengan kapal berkapasitas besar atau di atas 30 gross tonnage (GT) dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah harga minyak dunia.

Harga yang ditawarkan oleh agen BBM nonsubsidi Pertamina untuk nelayan dengan kapal berkapasitas besar tersebut masih tergolong kompetitif di sektor persaingan BBM nonsubsidi yang bersifat legal. Pertamina menyalurkan BBM nonsubsidi legal kepada nelayan dengan kapal berkapasitas di atas 30 GT dengan tetap mematuhi perpajakan yang berlaku, seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).

“Solar nonsubsidi diperuntukkan bagi nelayan dengan kapal berkapasitas besar atau di atas 30 GT. Adapun nelayan dengan kapal berkapasitas kecil atau di bawah 30 GT bisa membeli solar subsidi sesuai kuota yang ditetapkan BPH Migas dan sesuai rekomendasi instansi terkait,” kata Brasto.

Dijelaskan, skema penetapan harga dan penjualan produk BBM solar industri atau nonsubsidi adalah kesepakatan business-to-business (B2B) antara PT Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) dengan mitra bisnis sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini, PT Pertamina Patra Niaga berkontrak dengan agen BBM industri yang kemudian agen tersebut menjual BBM nonsubsidi ke nelayan dengan kapal berkapasitas besar atau di atas 30 GT dengan harga yang kompetitif di sektor persaingan BBM nonsubsidi legal bagi nelayan.

“Bagi nelayan dengan kapal berkapasitas besar atau di atas 30 GT yang memiliki pertanyaan terkait pembelian BBM nonsubsidi bagi nelayan, dapat menghubungi Call Center Pertamina 135,” pungkas Brasto.

Nino Moebi