MAGELANG (SUARABARU.ID) – Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus, tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan warga Kampung Tulung, Kelurahan Magelang, pada tahun 1945-1949.
Kampung yang berada di tengah Kota Magelang, menjadi saksi sejarah betapa heroiknya rakyat melakukan perlawanan terhadap penjajah pada tahun tersebut.
Karena itu, Kampung Tulung sejak 6 Januari 2017 dijadikan Kampung Cagar Budaya. Ini untuk mengingatkan masyarakat betapa besarnya perjuangan rakyat Magelang dari kampung ini.
Tokoh masyarakat Kampung Tulung, Pelda Sulistyo Nugroho menerangkan, Jalan Kusumabangsa di kampung itu sekarang sudah memiliki taman dengan tulisan, ‘Kampung Tulung Bersejarah’.
Melalui tulisan itu warga setempat diharapkan mampu mengenalkan peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di Kampung Tulung kepada masyarakat luas, agar mereka tahun perjuangan penduduk Kampung Tulung ketika itu.
‘’Pernah terjadi peristiwa heroik para pejuang mengusir penjajah dari negeri kita tercinta Indonesia. Peristiwa itu mengakibatkan 42 orang pemuda, 16 pejuang dan 26 orang BKR gugur di Kampung Tulung,’’ kata Pelda Sulistyo Nugroho anggota Kodim 0705/Magelang tersebut, kemarin.
Menurutnya, 17 Agustus adalah hari sakral. Kendati pandemi Covid-19 tidak memungkinkan masyarakat untuk berkerumun dan menggelar perlombaan atau permainan secara langsung, namun untuk peringatannya masih bisa dilakukan dengan cara sederhana.
‘’Yang penting peringatan dilaksanakan penuh khidmat. Kami menggelar acara sederhana. Yaitu, Kirab Bendera Merah Putih diiringi Rebana Solawatan Jawa Laras Madya di Kampung Tulung RW 01 Magelang,’’ ujarnya.
Menariknya, aksi tersebut hanya diikuti 12 orang saja. Ini karena, masyarakat setempat mematuhi anjuran pemerintah agar tidak menimbulkan potensi kerumunan bersamaan dengan peringatan HUT Ke 76 RI.
‘’Tepat pukul 10.00 WIB dibunyikan sirine Detik-Detik Proklamasi dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya,’’ terangnya.
Seperti tahun 2020, tahun ini warga Kampung Tulung juga tidak menyelenggarakan perlombaan khas Agustusan. ”Kami hanya menggelar doa bersama untuk para pahlawan nasional dan melangsungkan peringatan secara sederhana,’’ ungkapnya.
Kendati ada keterbatasan, Sulistyo menyatakan peringatan 17-an sangat positif. Gegap gempita bukan pencapaian tertinggi. Sebab ada nilai lain, yakni mengenang jasa-jasa para pahlawan dan memaknai kemerdekaan dari hati masing-masing individu.
Doddy Ardjono