SUKSES pasangan ganda putri bulutangkis Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu merebut medali emas Olimpiade Tokyo 2020 ini, dimungkinkan akan banyak menginspirasi para pemain muda pelapis mereka. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk meraih prestasi, teruslah bermimpi.
Greysia Polii menjadi contoh pertama. Pemain berusia 33 tahun ini di Pelatnas Cipayung sudah terhitung “tua” untuk ukuran seorang atlet Nasional. Namun tekad kuat dan dukungan keluarga dan pelatih, menjadikan dia ingin memberikan yang terbaik di akhir kariernya di bidang tepok bulu angsa ini
Namun karier Greysia teryata tak seindah bayangan. Keikutsertaannya di Olimpiade untuk yang pertama kalinya di London pada 2012, ternyata berakhir kelam. Bukan saja untuk dia, tetapi untuk cabang bulutangkis secara keseluruhan. Bahkan sempat tersiar kabar, cabor bulutangkis hendak dihilangkan dan tidak dipertandingkan di olimpiade.
BACA JUGA: Greysia/Apriyani Bawa Pulang Medali Emas Olimpiade Tokyo 2020
Seperti dikutip dari laman resmi BWF, Kala itu Gresya Polii harus didiskualifikasi. Saat itu, Greysia Polii masih berpasangan dengan Meiliana Jauhari. Ganda putri Indonesia ini dianggap melanggar kode etik, dengan sengaja mengalah di babak Grup C menghadapi wakil Korea Selatan, Ha Jung Eun/Kim Min Jung.
Pasangan Indonesia ini disinyalir mengalah, agar tidak bertemu dengan ganda putri Cina, Wang Xiaoli/Yu Yang di babak perempatfinal. Akibat “strategi”-nya itu, mereka didiskualifikasi BWF, dan tidak dapat melanjutkan perjuangan di Olimpiade London 2012.
Pada Olimpiade Rio 2016, Greysia Polii yang berpasangan dengan Nitya Krishinda Maheswari, juga tak menemukan perform terbaiknya. Mereka sebelumnya menjadi juara grup dan bertemu pasangan Cina, Yu Yang/Tang Yuanting di babak perempatfinal. Namun Hasilnya Nitya/Greysia kalah dua set langsung, 11-21 dan 14-21.
BACA JUGA: Komunitas Paragonian Donorkan Plasma Konvalesen
Usai tampil di Olimpiade Rio, Nitya mengalami cedera serius dan memutuskan untuk gantung raket. Kondisi ini pula yang juga memengaruhi Greysia Polii untuk berhenti bermain bulutangkis dan konsentrasi untuk berumah tangga.
Melihat gelagat itu, sang pelatih ganda putri Pelatnas Eng Hian, dan keluarganya besar Greysia, membujuknya untuk terus bermain. Kemudian ada satu pemain putri asal Konawe, Sulawesi Tenggara yang juga menghuni Pelatnas, bernama Apriyani Rahayu.
Dan mulai 2017, Greysia Polii berpasangan dengan Apriyani Rahayu. ”Satu mimpi yang menjadi keinginan kita adalah, tampil di Olimpiade dan merebut emas,” kata Greysia kala itu, seperti dilansir dari situs resmi BWF.
BACA JUGA: Polres Tangkap Lima Pelaku Penyiraman Air Keras Terhadap Wartawan
Contoh kedua adalah, penampilan apik Apriyani Rahayu selama penyelenggaraan Olimpiade Tokyo kali ini. Betapa usia muda tak menjadi penghalang baginya untuk meraih mimpi tertingginya, yaitu Emas Olimpiade!
Bagi pebulutangkis berusia 23 tahun ini, Olimpiade Tokyo 2020 merupakan even pertama yang diikutinya. Suasana pertandingan yang berbeda, karena membawa nama bangsa dan negara, mampu dia emban dengan baik
Bermain konsisten dan bekal tekad membara untuk mambawa nama baik Indonesia, mereka tampil konstan untuk mengalahkan lawan-lawannya.
BACA JUGA: Warga Rogodadi Buayan Temukan Mayat di Tengah Jalan
Di puncak permainannya, pada partai final Greysia/Apriyani mampu menghentikan perlawanan ganda Cina unggulan kedua, Chen Qingchen/Jia Yifan, hanya dengan straight set 21-19, 21-15. Ini juga menjadi rekor baru bagi ganda putri Indonesia, yang berhasil membawa pulang medali emas sepanjang sejarah gelaran olimpiade.
Dua contoh atlet yang patut diteladani, dengan modal tekad, kemauan dan berani bermimpi, mereka mampu mempersembahkan yang terbaik bagi negaranya. Kisah hidup hitam putih mereka, bisa menjadi catatan bagi para atlet yang punya mimpi besar.
Salut Greysia/Apriyani…
Riyan