blank
Mahasiswa peserta unjuk rasa tolak Omnibus Law Semarang saat mengikuti sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang. Foto: Dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan vonis kepada 4 mahasiswa peserta unjuk rasa tolak Omnibus Law di Semarang, Selasa (8/6/2021).

Mereka (terdakwa) adalah Igo Adri Hernandi, M Akhru Muflikhun, Izra Rayyan Fawaidz, dan Nur Achya Afifudin.

Ketua Majelis Hakim Sutiyono memutuskan memvonis para terdakwa dengan pidana penjara selama 3 bulan dengan masa hukuman percobaan 6 bulan.

Artinya, para terdakwa tidak perlu menjalani hukuman penjara apabila mereka selama 6 bulan tidak melakukan tindak pidana apapun.

Vonis tersebut terbilang lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa Kejari Kota Semarang yang menghendaki supaya terdakwa dihukum 3 bulan penjara (tanpa hukuman percobaan).

Dalam tuntutan maupun vonis sama-sama menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan keempat Pasal 216 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut berisi tentang orang yang sengaja tidak menuruti perintah aparat. Pada saat demo yang berujung ricuh pada 7 Oktober 2020 lalu, terdakwa tidak mengikuti arahan yang diberikan polisi.

Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah, Eti Oktaviani dari LBH Semarang menyayangkan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.

Menurut Eti, majelis hakim memutus bersalah para pejuang demokrasi dengan pertimbangan yang sangat bertentangan dengan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan.

Dia tidak sepakat terdakwa dinyatakan bersalah karena tak bersedia mengikuti arahan polisi saat unjuk rasa berlangsung.

“Fakta persidangan menunjukkan, korban tidak dapat mendengar suara himbauan dari mobil komando polisi yang berada jauh dari barisan massa aksi,” kata Eti.

Saat itu para terdakwa lebih mendengar suara mobil komando milik peserta unjuk rasa yang berada di tengah-tengah barisan.

Di samping itu, massa yang mengikuti unjuk rasa berjumlah ribuan. Sehingga wajar jika tak mendengar himbauan polisi.

Seluruh pertimbangan hakim dianggap semakin melengkapi puzzle kriminalisasi oleh aparat penegak hukum terhadap para pejuang demokrasi.

Ning