Kenapa Meninggikan Jalan, Drainase Kapan?

Ya, saya meyakini meninggikan jalan di Kota Semarang tidak akan pernah memecahkan masalah, justru malah menimbulkan masalah baru. Saya memang bukan ahli hidrologi atau pakar bangunan sipil. Tetapi saya sangat meyakini, banjir Semarang makin menjadi karena salah urus.

Apakah Kota Semarang memikirkan drainase? Ya, setidaknya pernah. Kali Semarang dinormalisasi. Banjir Kanal Barat diperbaiki, disusul Banjir Kanal Timur. Apa kabar normalisasi Kali Tenggang? Rasanya itu cuma cerita lama yang terus berulang.

Saya kemudian mulai sok pintar, mulai sok menganalisis. Mengapa Banjir Tlogosari justru terjadi setelah hujan reda, dan pada saat matahari terang benderang? Padahal sudah dibangun polder Muktiharjo yang katanya untuk mengurangi banjir di kawasan itu, termasuk Tlogosari.

Saya tidak pernah mengecek apakah ada pompa penyedot air dari Tlogosari. Setahu saya ada di Jalan Tlogosari Raya, tetapi kayaknya juga tidak pernah dijalankan. Kalau misalnya ada pompa penyedot air dari luapan di Tlogosari, kemudian air itu dibuang ke mana?

blank
Salah satu program asyik Kota Semarang meninggikan jalan. Jaan yang ditinggikan di Gajahbirowo, dan warga sekitar makin tergenang banjir. Foto: wied

Ya, mungkin dari aliran di Ngablak (dekat persilangan KA), kemudian air dari saluran Tlogosari Raya mengalir menuju ke tujuan Kali Tenggang. Nah, sampai Kali Tenggang ke mana lagi. Ya di situ saja, muter-muter-muter. Karena air pusing, lalu esok paginya saat matahari bersinar terang-benderang, balik ke Togosari, Tlogosari kebanjiran.

Yang menyedihkan lagi, malam kebanjiran, pagi saat terang benderang air malah tambah tinggi, sampai sore belum surut, baru hari ketiga air mulai turun. Untuk menguras rumah dan sebagainya hari keempat. Betapa banyak waktu terbuang. Betapa tidak nyamannya rumah kebanjiran, apalagi saat matahari bersinar benderang

Drainase dan Pompa

Saluran pembuangan dari Tlogosar memang sangat tidak memadai. Air yang sangat deras dari arah selatan (Graha Mukti, Syuhada, dan sekitarnya), kemudian dari tengah saluran Tlogosari Raya, dan dari barat Truntum, Gajahbirowo, Seruni, Kembang Jeruk, Satrio Wibowo, Satrio Manah mengalir menuju sungai yang mehgalir dari arah Bangetayu. Jelas, ini sangat vtidak memadai.

Belum lagi, saluran di Gajah Birowo yang sangat lebar itu, kemudian dimasukkan ke aliran sungai yang hanya berukuran lebar kurang dari tiga meter. Benar-benar leher botol. Nah, kalau air di dalam botol itu tidak bertambah. Ini air dari berbagai arah, masuk lewat leher botol. Mampet.