blank

Oleh : Hadi Priyanto

Presiden Joko Widodo seusai memimpin rapat terbatas pada tanggal 16 November 2020 mengingatkan  kepada para kepala daerah yang telah memiliki aturan tentang penegakan disiplin  untuk  benar-benar ditegakkan.

“Lakukan penegakan aturan secara tegas, konsisten dan tidak pandang bulu,” ujar Joko Widodo. Presiden juga mengingatkan, aparat penegak hukum jangan hanya memberikan himbauan, tetapi harus diikuti dengan pengawasanm dan penagakan hukum secara kongkrit dilapangan.

Namun himbauan presiden tersebut belum sepenuhnya  terimplementasi dengan baik disemua  daerah. Akibatnya sederet problem penanganan Covid-19  yang tidak terurai tuntas. Bahkan bagai  pepatah lama, semakin  jauh panggang dari api.

Problema senyatanya

Pelonggarana kegiatan masyarakat tanpa disertai kesadaran pentingnya  protokol kesehatan mengakibatkan  persoalan Covid-19 justru semakin kompleks. Bukan  saja  menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, satgas dan  gerakan penanggulangan Covid-19, tetapi juga ketidak percayaan masyarakat bahwa virus corona itu nyata ada. 

Akibatnya  masih saja terus  terjadi keluarga pasien yang meninggal dengan status positif covid-19 bisa saja  menolak pemulasaraan jenazah dengan protokol covid. Juga adanya tokoh agama dan tokoh masyarakat yang kurang mendukung pelaksanaan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap itu kemudian   bahkan  bisa memprovokasi warga lain.

Akibat lainnya adalah munculnya   ketakutan sebagian warga untuk berobat ke fasilitas kesehatan karena khawatir di vonis  Covid. Apalagi jika pasien memiliki penyakit penyerta. Dintara mereka ada yang tidak mau menerima hasil pemeriksaan laboratoriumn jika ternyata hasilnya positif. Mereka malah balik menuduh rumah sakit telah mengcovidkan keluarganya.

Ketidakjujuran pasien dan keluarganya dalam memberikan informasi tentang riwayat penyakit juga bisa berpotensi meningkatkan risiko penularan bagi petugas maupun pengunjung lain. Juga penolakan pasien suspek,  dan kontak erat  untuk pemeriksaan swab.

Sementara orang yang ternyata terkonfirmasi covid-19 karena hasil tracking atau pelacakan kontak erat tidak semua memiliki tempat isolasi yang layak. Akibatnya justru terjadi penularan di dalam keluarga. Diantara yang menjalani isolasi mandiri juga banyak yang  tidak patuh menjalani masa isolasi/karantina di rumahnya dengan alasan mereka perlu bekerja  untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Sebab pemerintah juga  tidak  menyediakan tempat karantina bersama yang cukup layak. Sementara  bantuan berupa logistik, masker, dan alat kebersihan juga jauh mencukupi. Apalagi bantuan untuk mengatasi dampak ekonomi pada saat isolasi mandiri.

Setelah hampir 9 bulan wabah ini ada, masih terjadi stigma dan diskriminasi dari sebagian masyarakat terhadap penderita dan keluarganya. Juga lemahnya dukungan terhadap warga yang menjalani isolasi mandiri baik dari tetangga maupun Satgas Penanganan Covid-19.

Pelonggaran kegiatan masyarakat juga mengakibatkan keramaian yang berpotensi menimbulkan kerumunan seperti pada kegiatan pernikahan, keagamaan, wisata, lomba olahraga, hiburan, dan sebagainya. Ironisnya tanpa disertai kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan.

Titik-titik lemah

Secara jujur harus diakui, peran satgas disemua tingkatan belum optimal. Peraturan sebagai instrumen penegakan hukum juga kurang dijalankan secara konsisten. Akibatnya operasi yustisi gabungan penegakkan disiplin masyarakat untuk patuh protokol kesehatan belum banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku.

Juga belum ada penegakan hukum yang tegas bagi masyarakat yang melanggar protokol, melakukan   provokasi masyarakat dan  menghalangi upaya pencegahan dan pengendalian Covid.

Sementara Puskesmas sebagai ujung tombak memiliki banyak keterbatas mulai SDM,  anggaran hingga sarana dan prasarana standar sesuai prinsip penanganan infeksi. Akibatnya ada  keterbatasan sumberdaya untuk melaksanakan testing, trecing  dan treatment.

Waktu tunggu dan pengumuman hasil pemeriksaan swab yang terlampau lama juga menjadi persoalan bukan saja menyangkut kepercayayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan tetapi  juga dalam upaya untuk  untuk memutus mata rantai penyebarannya.

Disamping itu kapasitas ruang perawatan isolasi di Rumah Sakit terbatas, termasuk juga kapasitas terbatasnya ruang persalinan khusus pasien terkonfirmasi di RS. Akibatnya banyak  Ibu hamil terkonfirmasi melahirkan di Puskesmas sementara ruangan tidak standar.

Dampaknya menimbulkan risiko penularan  terhadap petugas. Persoalan lain yang harus segera diurai adalah belum tersedianya obat standar dalam penatalaksanaan Covid di Puskesmas. Juga ketersediaan APD standar di Puskesmas dan jasilitas kesehatan lain  masih kurang.

Padahal secara epidemiologi perkembangan kasus pada bulan November ada  kecenderungan  terjadi peningkatan kasus, termasuk pasien terkonfirmasi yang meninggal dunia. Data-data ini menunjukkan angka-angka yang semakin  mencemaskan.

Jalan yang harus dipilih

Menyadari bahwa virus corona adalah pandemi harus menjadi landasan berfikir dan bertindak para pemangku kepentingan disemua tingkatan. Karena hanya dengan pemahaman  itu  upaya pencegahan dan pengendalian Covid dapat dilaksanakan secara jelas, sistematis, terstruktur dan berkesinambungan antara pemerintah, swasta, lembaga, bersama seluruh komponen masyarakat.

Ada dua  tindakan besar yang harus dilakukan untuk mengendalikan virus ini sebelum vaksin ditemukan dan dapat digunakan secara efektif, yaitu 3 M dan 3 T yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menghindari kerumunan serta testing, trecing  dan treatment.

Pertama penguatan 3 M

Walaupun virus ini telah mulai merambah masuk ke Indonesia sejak Maret lalu, namun jika kita melihat kesadaran dan perilaku masyarakat, sosialisasi dan edukasi masih menjadi tugas yang berat.

Karena itu harus terus menerus dilakukan secara sistematis, terstruktur  dan masif dengan menggandeng tokoh masyarakat dan tokoh agama yang berpengaruh, baik secara langsung maupun melalui berbagai media. Juga seniman, organisasi kemasyarakat, termasuk organisasi perempuan yang memiliki jaringan luas hingga pelosok desa.

Pelaksanaan protokol kesehatan menjadi kewajiban semua institusi pemerintah, swasta, perusahaan, tempat umum untuk menerapkan protokol kesehatan secara konsisten. Juga Kegiatan keagamaan, sosial kemasyarakatan, hajatan, hiburan  wajib menerapkan protokol kesehatan termasuk dalam jumlah pesertanya. Perlu juga  memobilisasi kembali bantuan masker dan alat kebersihan bagi masyarakat dari Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, CSR, donatur.

Konsistensi terhadap pelaksanaan Peraturan Bupati tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat perlu dijalankan secara  tegas. Bahkan  bila perlu dilakukan revisi berupa tambahan sanksi denda untuk memberi efek jera.

Penegakkan hukum bagi semua pelanggaran upaya pencegahan dan pengendalian covid, provokator, penolakan protokol Covid sesuai peraturan perundangan yang berlaku sebagai mana tercantum dalam  UU Wabah dan Kekarantinaan.  Operasi Yustisi gabungan dilakukan setiap saat  disemua tingkatan hingga tingkat desa.

Publikasi data Covid harus dilakukan secara fair dan terbuka sehingga masyarakat mengerti kondisi senyatanya. Upaya untuk menutupi data atau tidak melakukan komunikasi publik dengan baik terkait dengan kondisi senyatanya justru akan membuat masyarakat semakin mengabaikan ancaman Covid-19.

Penyiapan tempat   karantina bersama yang layak bagi masyarakat yang tidak memiliki tempat isolasi mandiri di rumah yang memenuhi syarat atau adanya populasi risiko tinggi di rumahnya. Juga perlu dilakukan  pengawasan dan  monitoring dari satgas desa dan masyarakat sekitar bagi penderita yang isolasi mandiri di rumah maupun kontak eratnya.

Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah  pemberian bantuan logistik, masker, alat kebersihan, kompensasi ekonomi bagi penderita dan kontak eratnya dari Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, masyarakat di masa isolasi/karantina. Untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan, maka bantuan tersebut perlu dipublikasikan besaran dan bentuk bantuannya.

Pembukaan tempat wisata dan pendidikan harus benar-benar  mempertimbangkan zonasi daerah, termasuk didalamnya memastikan bahwa protokol kesehatan dapat dilakukan dengan baik.

Kedua penguatan 3 T

Testing, tracing dan treatment menjadi tugas kedua yang juga  sangat berat. Karena itu 3 T ini harus diperkuat agar benar-benar dapat dilakukan secara cepat dan lengkap. Karena itu  perlu dilakukan penambahan tenaga di Puskesmas untuk tracing, surveilans epidemiologi dan monitoring kasus. Juga dukungan dari Satgas Kecamatan, Satgas Desa dan masyarakat saat melakukan tracing dan tindak lanjutnya.

Pelaksanaan screening dengan melakukan pemeriksaan swab bagi populasi berisiko juga harus dilakukan. Karena itu penting dilakukan  pengadaan bilik swab bagi Puskesmas yang tidak memiliki ruang khusus yang memadai.

Karena virus ini terus bermutasi, maka peningkatan kapasitas dokter puskesmas dalam penatalaksanaan kasus sesuai pedoman pelatihan/sosialisasi pedoman pengobatan perlu terus dilakukan. Pemenuhan obat-obatan sesuai pedoman bagi RS dan Puskesmas menjadi sesuatu yang sangat mendesak.

Juga peningkatan  sarana dan alat kesehatan yang sesuai standar di Puskesmas maupun Rumah Sakit  mulai ruang tunggu, ruang Isolasi, ruang persalinan, ruang ganti APD, hingga tempat pembuanganh limbah.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah jaminan ketersediaan alat swab, Virus Transfer Media, Pralon, Coldchain, peningkatan kapasitas pemeriksaan laborat PCR dan kecepatan pengumuman hasil.

Langkah-langkah komprehensif dan terstruktur dengan baik perlu dilakukan disemua jenjang pemerintahan. Masyarakat tidak boleh lagi menjasdi obyek gerakan tetapi harus menjadi pelaku dalam gerakan melawan Covid-19. Semoga para pemangku kepentingan disemua jenjang dan eleman masyarakat semakin menyadari, bahwa Covid-19 itu senyatanya adalah wabah  yang ganas dan mematikan.

Hadi Priyanto, adalah Wartawan SUARABARU.ID di Jepara