BLORA (SUARABARU.ID) – Hutan Perhutani (milik negara/BUMN) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dan daerah sekitarnya indentik dengan pohon jati (tektona grandis), mahoni, dan kayu rimba lainnya. Namun masyarakat pun belum familiar dengan tanaman (pohon) gamal.
Pohon gamal (gliricidia sepium) itulah, kini tengah dikembangkan Perhutani, yakni disebut pohon energi, sumber panas atau api terbarukan pengganti batu bara yang bisa dipanen dalam jangka pendek sekitar empat-lima tahun.
“Sebutannya biomassa atau pohon gamal. Tahap awal ini, kami sedang kembangan sekitar 1.000 hektar,” terang Administratur Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KKPH) Blora, Agus Widodo, Rabu (18/11/2020).
Dijelaskan Agus, pohon gamal yang populer disebut pohon energi, karena berfungsi untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik terbarukan dan fungsi bahan bakar lainya sebagai pengganti batu bara.
“Batu bara dan energi fosil seperti migas tidak terbarukan, kalau gamal bisa ditanam, dikembangkan terus menerus dan terbarukan,” jelas pria kelahiran Bangsri, Jepara.
Menurut Agus Widodo, tahap pertama Perhutani KPH Blora telah menanam di lahan kosong 552 hektar (2.000530 batang), tahap kedua 1.084 hektar (5.913,395 batang), total 8.925.925 batang diatas lahan 1.638 hektar.
Lahan Kritis
“Kami akan terus memperluas lahan minimal 5.000 hektar, dan bisa dipanen pada 2024-2025 depan,” jelas Adninistratur KKPH Blora, Agus Widodo.
Tidak hanya di KPH Blora, lahan hutan negara di wilayah KPH Mantingan juga dikembangkan pohon gamal sejak musim tanam 2019, yakni seluas 1.800 hektar, dan akan diperluas hingga sekitar 4.000 sampai 5.000 hektar.
“Pohon energi ini tahap pertama ditanam 2019 lalu, dan bisa dipanen pada 2024 mendatang. Menyusul KPH lainnya tengah menyiapkan lahan,” tambah Adiministratur KKPH Mantingan.
Menurut Widodo, meski ditanam di lahan kritis atau kosong, pohon gamal tetap tumbuh bagus dan subur. Bahkan perawatannya juga mudah, termasuk daunnya banyak manfaatnya bisa untuk obat, dan makanan ternak.
Demikian juga dengan Perhutani KPH Cepu, menurut Administratur KKPH setempat, Mustopo, juga mengembangkan tanaman gamal tahap pertama 500 hektar, dan akan terus dikembangkan.
“Saat dipotong (dipanen) nanti, pohonnya dibentuk kecil-kecil pendek rapi sebesar jari tangan untuk bahan energi listrik pengganti batu bara,” jelas Mustopo.
Perlu diketahui, sebagai salah satu sumber pengembangan energi biomassa, tanaman gamal memiliki keunggulan energi bersih yang baru, dan terbarukan, berkesinambungan, dan relatif ramah lingkungan.
Keuntungan lainnya, limbah abu sisa pembakaran biomassa jumlah lebih sedikit, jadi dikategorikan sebagai bahan bakar energi yang sangat ramah lingkungan.
Agroforestry Kopi
Gamal, adalah nama sejenis perdu dari kerabat polong-polongan (suku Fabaceae atau Leguminosae). Bisa untuk pagar hidup atau peneduh, perdu atau pohon kecil ini merupakan salah satu jenis leguminosa multiguna.
Kelayakan usaha finansial satu rumpun dengan pohon lamtoro (Leucaena leucocephala), untuk budidaya gamal monokultur pada lahan sangat kritis, asumsi 10.000 pohon setara 10,5 ton.
Saat ini, harga jual kayu gamal Rp 300.000 perton, bahkan agroforestri gamal bisa dengan kopi di lahan kritis, dengan asumsi jumlah gamal 2.500 pohon setara 2,63 ton, untuk kopi 2.500 pohon setara 600 kilogram (kopi Rp 20.000 per kilogram).
Diberitakan sebelumnya, Perhutani (BUMN) KPH Blora, KPH Mantingan, KPH Cepu, terus berinovasi di lahan-lahan kosong di Blora.
Tidak hanya memacu tanaman inti kayu jati dan rimba, namun juga bergerak cepat mengembangkan tanaman gamal dan kayu putih.
Pohon gamal merupakan tanaman pioner yang dapat menghasilkan sumber energi api, termasuk sebagai bahan bakar kelangsungan wood pellet briket yang terbarukan maupun biofuel lainnya pengganti batu bara.
Sedangkan pohon kayu putih (eucalyptus) sendiri, sebagai pengembangan tanaman herbal yang bernilai jual tinggi, dan sangat dibutuhkan di dalam negeri kini ditanam ribuan hektar di kawasan hutan di Blora, Jawa Tengah.
Wahono-trs