Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
Senin Legi ini menawarkan pilihan: Wenang milih, kok!
Hidup ini memang pilihan, terserah kita mau pilih yang mana, karena kepada kita diberikan keleluasaan untuk memilihnya. Mau pilih jalur ambek siya, mangga; sebaliknya lebih memilih ambek darma, terbukalah peluangnya lebar-lebar.
Ambek, bacalah seperti kalau Anda mengucapkan baunya apek karena selokan itu mampet; dan kata ambek ini mempunyai beberapa arti. Kalauada orang bertanya: “Kok ambekanmu ngos-ngosan?” itu artinya nafas, bernafas. Kalau Pak Sutako mentar: “Ah, bocah enom saiki iki ambek-ambek kabeh kok,”itu artinya Pak Suta bersaksi betapa anak-anak muda zaman sekarang sering berlagak, umuk, atau kurang ramah.
Tetapi ambek juga bermakna duwe bebuden, duwe watak; dan menjadi sangat khas jika ungkapannya misalnya menjadi: “Wong kae pancen ambek siya tenan karo sapa wae, apa maneh marang pembantune.”Ambek siya artinya awatak siya-siya marang liyan, yaitu selalu merendahkan (martabat) orang lain.
Siya-siya itu mengandung arti tidak hormat, meremehkan, bahkan secara kasat mata bias bersikap tidak menghargai sama sekali kepada orang/pihak lain. Intinya, ambek siya itu menganggap enteng pihak/orang lain, bahkan bias saja lalu nyingkang-nyingkang (mengusir).
Adakah di dunia ini orang-orang berwatak ambek siya seperti itu? Jawabannya, tidak sedikit! Malahan sangat boleh jadi sikap merendahkannya itu bukan hanya kepada pihak yang dipandangnya “orang bawah/kecil,” karena terhadap pejabat pun watak ambek siya malah justru ditunjukkannya, seolah-olah dirinyalah yang lebih hebat dari pejabat.
Jelaslah, betapa ambek siya bersangkut-paut dengan watak seseorang menganggap bahkan menilai dirinya lebih tinggi dari orang lain, siapa pun orang lain yang dihadapinya.
Ambek Darma
Sekali lagi, hidup ini pilihan.Jika Anda memilih bersikap ambek siya karena memang Anda itu pinter, kaya raya, jagoan, ditakuti, tidak pernah bisa salah, dsb silakan saja; namun jika Anda mau memilih berwatak ambek darma, mari kita bergandeng tangan dalam kekurangan kita masing-masing untuk berbuat kebaikan sekecil apa pun kepada siapa saja.
Ambek darma bermakna sama dengan ambek welas, yakni berwatak welasan (mudah berbelas kasih) dan seneng tetulung. Kalau kita mau bermenung sejenak saja, sebenarnya tidak ada hal apa pun dalam kehidupan ini yang bisa berlangsung jika tidak ada bantuan atau campur tangan orang/pihak lain.
Hidup kita ini saling bergantung, saling membutuhkan, rakyat membutuhkan pejabat, sebaliknya pejabat pun bergantung kepada masyarakatnya. Majikan membutuhkan dan bergantung kepada buruh, demikian juga buruh/karyawan sangat membutuhkan majikan. Dalam kodrat saling bergantung dan membutuhkan itulah pilihan yang terbaik seharusnya ambek darma, dan jauhkanlah ambek siya.
Ambek darma, watak seneng tetulung lan welas asih sejatinya adalah hakikat hidup termulia kita sebagai masyarakat, bangsa dan warga negara yang sangat terhormat dan bermartabat ini.
Karena itu, meskipun sejak awal tulisan ini dikatakan “silakan pilih,” mau berwatak ambeksiya atau ambekdarma, secara moral selayaknya kita bertanggung jawab sepenuh hati dengan mengatakan: Mengapa memilih ambek siya, padahal terbuka lebar untuk memilih ambek darma?
Baca Juga: Nggugat Kayu Aking
Moral itu seperti jarum spido meter yang terus bergerak seturut dengan lajunya mesin kehidupan, dan itu berarti mari kita pakai spido meter ambek darma dan buanglah watak ambek siya.
Sekedar sebagai catatan saja menutup tulisan ini, mengapa sebaiknya dihindari ambek siya, karena orang berwatak seperti itu pasti akan tergoda (terjerumus?) untuk lalu bersikap ambek wani atau ambek sura yakni banjur kemendel, sok wani, terus dadi kementhus. Janganlah begitu, karena kita ini bangsa dan warga Negara bermartabat kok.
(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)