Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
BANYAK orang mengatakan, di saat-saat pandemi berikut segala dampak virus Corona ini, semua pihak sedang dalam tahapan “ujian panjang/lama.” Pejabat diuji ketulusan dan kadar pelayanannya, kebijakan serta kegesitannya mengeksekusi keputusan terbaiknya.
Masyarakat juga diuji daya tahannya, kesabarannya, keterampilannya berinovasi di bidang ekonomi, termasuk menjaga stabilitas ketahanan keluarganya.
Baca Juga: Bertindak Cepatlah Menghadapi ‘Nggegalak Racak’
Pokoknya komplet, semua saja terimbas: Mereka yang kaya-raya pun terdampak, apalagi yang tidak kaya; mereka yang sedang memiliki jabatan pun digoyang dan terdampak juga posisinya, apalagi orang kebanyakan yang tidak memiliki posisi apa-apa, Semua sektor kehidupan juga terdampak, ekonomi, pariwisata, keamanan, transportasi, dan sebagainya.
Meski berdampak sangat meluas seperti itu, kesaksian sejumlah orang mengatakan bahwa, ternyata ada pihak-pihak yang justru “berjaya,” seperti jasa pengiriman paket, penjahit yang beralih ke pembuatan APD dan masker, dan jual beli on line. Benarkah berjaya, ataukah wajar-wajar saja; silakan mengamati lebih lanjut.
Bijak.
Di tengah-tengah ujian panjang/lama seperti ini, berseliweranlah berbagai nasihat, dan salah satu nasihat paling mendesak, – menurut pendapat saya – , ialah bijaksanalah menghadapi orang atau pihak yang (sedang?) terkena wastra bedhah kayu pokah (peribahasa Jawa).
Wastra itu kain dan juga jarik/jarit. Kalau kita datang ke toko kain, dipajanglah berbagai merek, warna, corak kain sebagai bahan yang siap dipotong sesuai ukurannya untuk nantinya siap dijahit menjadi baju, celana, rok, dll.
Ada juga bahan yang sudah jadi, sebagian besar coraknya batik, siap pakai; dan itulah jarik/jarit; kain bawahan khusus untuk perempuan berkebaya. Wastra-wastra ini pasti baru, masih kuat dan tidak mudah sobek atau koyak (dalam bahasa Jawa disebut bedhah).
Jika wastra (yang baru) sulit bedhah, demikian pun kayu umumnya tidak mudah pokah, yakni retak dan ada bahaya akan sempal (terlepas): kalau ranting ada bahaya terlepas dari cabang pohonnya, kalau yang pokah itu batangnya, ya mungkin pohon itu akan roboh.
Wastra bedhah kayu pokah menggambarkan kondisi orang yang ketaton, yakni terluka hatinya. Kalau tentara maju perang, dan ada salah satu prajurit kena tembakan musuh, itulah arti ketaton secara fisik.
Disamping ada ketaton fisik, nah…, di saat-saat ujian panjang/lama pandemi Corona ini kemungkinan besar banyaklah orang yang ketaton secara mental/perasaan, yaitu tersinggung. Kena tembak berdampak luka dan/atau cacat fisik, sementara itu hatinya tersinggung, dampaknya ialah mutung.
Wastra bedhah kayu pokah berarti sakit hati yang membawaserta mutung, yaitu patah arang, jengkel, gak mau lagi berkomunikasi, dan sikap-sikap lainnya.
Bagaikan istri yang (karena mutung) pulang ke rumah ibu-bapaknya tanpa pamit, jengkel dan ogah balik; lalu sang suami hanya bisa bersenandung lirih sedih: “Ndang balia, Sri...ndang balia… “ karena setengah mati ditinggal istri dan mengurusi segala urusan rumahtangga sendirian.
Nasihatnya ialah, bijaklah menghadapi orang/pihak yang sedang terdampak Covid 19 dan bersikap wastra bedhah kayu pokah seperti itu. Kondisi orang terdampak Covid 19 banyak yang menipis derajad kesabaran dan toleransinya; dan mungkin hanya karena kata-kata saja orang mudah tersinggung. Apalagi kalau merasa diperlakukan tidak adil entah oleh siapa, terlukalah hatinya, lalu mutung.
Upaya Pencegahan
Cara bijak paling murah memang mencegah jangan sampai melukai hati orang. Itu teorinya, karena dalam kenyataan sehari-hari ukuran “jangan sampai melukai hati orang” itu sangat tidak teraba berhubung sensitvitas orang berbeda-beda di zaman sangat sensitif sekarang ini.
Intinya, saat-saat ini semua pihak sedang sangat sensi, mudah tersinggung, dan perasaan halusnya lebih dominan kepada “jangan mengusik saya.”
Baca Juga: Hobi Kok Maling Arep
Dengan kata lain, saat-saat ini semua pihak sebaiknya hindarilah dan janganlah mengusik orang/pihak lain yang sedang merasakan zona nyamannya di saat ketidaknyamanan karena pandemi ini. Tolong deh, hentikan dulu sindir-menyindir, saling umpat atau saling lempar isu.
Hentikan dulu cemooh atau mencaci-maki sekali pun Anda memang tidak senang dengan orang/pihak tertentu. Mari kita hormati zona nyaman masing-masing di saat-saat ujian panjang/lama ini; dan karena itu mari kita kembangkan toleransi perasaan. Sedang sensi nih……
(JC TukimanTarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)