blank
 Petani Istanto (dua dari kiri) menerima tamu di lahan ubi manisnya. Eko Priyono
MAGELANG (SUARABARU.ID) – Lahan pertanian di wilayah Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, kini selalu tersedia ubi cilembu berasa manis. Produksi petani setempat diberi nama ubi madusari yang merupakan kependekan dari ubi madu dari Windusari.
Salah satu tokoh petani setempat, Istanto, menuturkan, kini sebagian besar petani di lereng Gunung Sumbing itu bertani Ubi Madusari. Sebelumnya mayoritas petani setempat menanam tembakau.
Sejak harga tembakau jebol mulai 2012, petani setempat menanam ubi tumpangsari dengan tomat, ketela pohon,
jagung manis dan jagung kuning, sejak akhir 2013.
Karena harga jualnya lebih menjanjikan dibanding tembakau, sampai sejauh ini petani setempat bertahan dengan ubi berasa manis itu.
Belakangan ini harga jualnya di lahan Rp 3.500/kilogram (kg) dengan catatan menggali sendiri. Sedangkan harga di darat Rp 5.000 – Rp 6.000/kg. “Di sini setiap hari selalu ada karena petani
tanamnya bergantian,” tuturnya.
Dia menambahkan, di Windusari kini sudah ada rumah produksi pengolahan umbi-umbian. Dengan demikian petani tidak hanya menjual dalam bentuk ubi mentah. Tetapi sudah diolah menjadi aneka produk makanan. “Saya juga mengajak petani menanam ubi kayu,” katanya.
Luas tanamnya tidak selalu sama, karena setiap saat ada yang panen dan tanam. Data terakhir seluas 358 hektare (ha) Ubi Madusari.
Potensi itu sudah dia publikasikan melalui beberapa forum. Antara lain pernah dia bawa ke Konferensi Asia Pasifik. Juga ketika menjadi moderator diskusi di sebuah Kementerian RI.
Petani setempat menanam ubi di lahan dengan ketinggian di bawah seribu meter di atas permukaan laut. Sedangkan lahan di atas itu ditanami Kopi arabika Sumbing. “Kami melakukan pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi, dengan pola komoditas tanaman,” tuturnya.
Kini jumlah petaninya sekitar seribu orang. Kalau dirata-rata hasil panen tiap hektare 20-25 ton. Bahkan sudah ada yang mengekspor ubi ke Malaysia dan Singapura.
Eko Priyono-trs