blank
Pengunjung sedang membaca koran dan majalah lawas. (Doddy/Suara Baru)

 

MAGELANG (SUARABARU.ID) – Tanpa acara seremonial pameran bertajuk “Djedjak Soerat Chabar” kolaborasi PWI Kota Magelang dan Komunitas Kota Toea Magelang (KTM) dibuka.

 

Pameran yang digelar di Lokabudaya Sukimin Adiwiratmoko, Jalan Alun-alun Selatan Kota Magelang  Sabtu-Selasa (8-11/2/2025) dalam rangka merayakan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2025.

 

Ratusan arsip koran dan majalah edisi kolonial sampai pemerintahan orde baru dipamerkan bersama beberapa alat kerja jurnalistik, seperti mesin ketik, telepon, kaset dan sebagainya. Salah satunya surat kabar Bintang Hindia yang terbit pada era 1930-an.

 

Ketua Panitia HPN 2025 PWI Kota Magelang, Puput Puspitasari mengatakan, pameran ini hadir bersamaan dengan event Bakoelan Magelang yang rutin hadir setiap Minggu Pahing. Berhubung kali ini bersamaan dengan momentum HPN, maka kedua event ini menyatu.

 

“Hanya saja, untuk event Bakoelan berlangsung dua hari saja, Sabtu-Minggu (8-9/2), sedangkan pameran lanjut hingga hari Selasa (11/2). Meski begitu, esensinya sama, yakni menyajikan nuansa lawasan,” ujarnya.

 

Dia menjelaskan, pameran ini untuk memperlihatkan bahwa surat kabar dan majalah kuno adalah sumber informasi yang sangat berharga mengenai berbagai jejak peristiwa. Surat kabar dan majalah lawas dinilainya ibarat bank data.

 

“Dengan membaca surat kabar dan majalah tersebut, kita seolah-olah kembali ke masa ketika media itu diterbitkan,” katanya.

 

Puput menyebutkan, semua arsip koran dan majalah yang dipamerkan dalam acara “Djedjak Soerat Chabar” adalah terbitan yang dirilis sebelum dan setelah Indonesia merdeka. Maka, beberapa majalah lawas era Hindia-Belanda yang masih menggunakan bahasa Belanda pun menghiasi pameran karya jurnalistik selama seabad terakhir itu.

 

“Ada beberapa koran yang memakai bahasa Belanda, ejaan lama, dan juga sudah pakai ejaan yang disempurnakan (EYD),” sebutnya.

 

Salah satu surat kabar era kolonial yang ditampilkan pada pameran itu adalah Bintang Belanda. Surat Kabar Bintang Hindia adalah surat kabar yang terbit di Batavia atau Jakarta pada tahun 1903, menggunakan ejaan lama bahasa Indonesia. Surat kabar ini diterbitkan oleh Abdul Rivai, seorang tokoh pergerakan.

 

Bintang Hindia adalah salah satu propaganda emansipasi etis, memperkuat rasa kesadaran diri orang-orang bumiputera, meng-konstruksi kesadaran pribumi, serta membangun dan memperjuangkan bangsa Hindia-Belanda.

 

Ketua Komunitas KTM, Bagus Priyana mengutarakan, pameran “Djedjak Soerat Chabar” tidak hanya menampilkan terbitan dari masa Hindia Belanda, tetapi juga sejumlah surat kabar yang diterbitkan beberapa tahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dari berbagai surat kabar pada masa revolusi, tampak jelas bahwa media tersebut berfungsi sebagai alat perjuangan, bukan hanya sebagai sumber informasi semata.

 

blank
Lokabudaya Sukimin Adiwiratmoko, Jalan Alun-alun Selatan Kota Magelang tempat pameran digelar, (Doddy/SuaraBaru

 

“Timetravel akan begitu terasa pada saat karya-karya jurnalistik ini ditampilkan. Kami harap masyarakat bisa turut hadir, sekaligus mengalami secara langsung mesin waktu yang hendak kita buat ini,” jelasnya.

 

Juga dipamerkan surat kabar ‘Penghela Rakjat’ terbit  tahun 1946. Koran itu beralamat di Poncol Magelang, dan dicetak oleh Percetakan Negara Magelang.   Koran ini terbit ketika Ibu Kota Republik Indonesia berada di Yogyakarta. Berikutnya Warta Harian  Boeroeh 1946 dan Berita Indonesia tahun 1947

 

Koran era 1970 yang dipamerkan antara lain Koran Parikesit, Srikandi, Berita Yudha, Sinar Indonesia Berdokari,  Mahasiswa Indonesia dan Pedoman. Majalah antara lain Liberty 1982, sketsmasa  dan serikat. Juga dipamerkan Krido watjono (1931) Bahasa Melayu, Koran Asia Raya 1943,  Kung Yunh Pao Koran Tionghoa Bahasa Indonesia, Berita Umum 1941, Sin Po 1941  lembaran bergambar. Pada era Revolusi 42-49 ( soeloeh Merdeka 46-47) , Harian Indonesia  1949.

 

Dia berharap, pameran yang menampilkan puluhan surat kabar dan majalah kuno dari berbagai periode ini dapat menarik perhatian masyarakat untuk mengunjunginya.

 

“Koran dan majalah kuno yang dipamerkan adalah koleksi pribadi Haris Ker Lth, seorang aktivis budaya dan salah satu tokoh dalam Komunitas Lima Gunung. Selain itu, terdapat juga koleksi dari para pengumpul koran dan majalah kuno lainnya, serta milik jurnalis di Magelang,” paparnya.

 

Untuk menambah kemeriahan acara juga diadakan  talkshow dengan tema ‘Pers dari Masa ke Masa’, serta podcast yang menghadirkan beberapa narasumber yang berkompeten,

 

Doddy Ardjono