KUDUS (SUARABARU.ID) – Meski tidak menggelar perayaan secara besar-besaran, tradisi syawalan Bulusan di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Jekulo tetap mengundang kedatangan warga. Puluhan warga tetap datang silih berganti di areal makam Mbah Dudo yang biasanya digunakan sebagai pusat lokasi perayaan Bulusan, di puncak syawalan pada Minggu (31/5).
Pantauan di lokasi, warga yang mengunjungi makam Mbah Dudo, juga banyak berasal dari luar Hadipolo, bahkan dari luar Kudus. Rata-rata mereka datang hanya untuk sekedar melihat bulus (kura-kura) yang dipelihara di kolam belakang makam Mbah Dudo, yang konon dipercaya sebagai anak turun dari murid Mbah Dudo.
“Setiap syawalan kami pasti ke sini wong namanya tradisi. Meski tahun ini relatif sepi karena tidak ada perayaan akibat Corona,”kata Ningsih, salah seorang warga Pati yang datang bersama keluarganya.
Di lokasi Bulusan, warga kebanyakan hanya duduk-duduk di sekitar kolam yang berada di dekat makam setelah puas melihat bulus. Selain itu, mereka juga menikmati aneka jajanan yang dijual oleh sejumlah PKL yang hadir di situ.
Sejumlah PKL mengaku tetap menggelar dagangannya di areal Bulusan karena ingin mencari keberkahan dari tradisi Bulusan. Petugas Kepolisian dari Polres Kudus beberapa kali sempat mendatangi para PKL untuk menertibkan mereka agar tetap menjaga jarak dan protokol kesehatan.
“Tadi beberapa kali didatangi polisi. Intinya disuruh menjaga jarak agar tidak terkena Corona,”tandas Sakdi, salah seorang pedagang.
Asal Muasal Bulusan
Tradisi Bulusan merupakan satu diantara tradisi Syawalan di Kudus yang masih tetap lestari. Terkait asal muasal dari tradisi ini, pemerhati sejarah, Sancaka Dwi Supani bertutur bahwa tradisi ini konon diawali dengan kejadian pada masa Sunan Muria.
Dimana saat itu ada seorang bernama Kiai Duda yang merupakan sahabat sekaligus ahli nujum dari Sunan Muria.Kiai Dudo atau Mbah Dudo memiliki dua murid kesayangan yakni Umara dan Umari yang selalu setia mengabdi dan melayani sang kiai.
Hingga suatu ketika di malam 17 Ramadan, datanglah Sunan Muria berkunjung ke temnpat kiai Dudo. Saat asyik berbincang, ternyata kedua murid kiai Duda tersebut sedang memanen padi pada malam hari yang menimbulkan suara berisik. Sunan Muria secara spontan langsung bertanya kepada kiai Dudo. ‘’Suara apa ini malam-malam kok ‘krubyak-krubyuk’ seperti bulus.
Ajaib, ternyata saat ditengok sudah ada dua bulus yang ada di sawah. Ternyata dua ekor bulus tersebut merupakan murid kiai Duda yang berubah akibat sabda dari Sunan Muria.
Melihat kejadian tersebut, kiai Dudo tentu bersedih hati. Sunan Muria yang melihat kejadian tersebut berusaha menghibur dan mengatakan kalau hal tersebut sudah ditakdirkan Tuhan YME. ‘’Itulah cikal bakal adanya bulus yang ada di sini,’’ katanya.
Berawal dari kejadian tersebut, tradisi Bulusan akhirnya digelar masyarakat sekitar setiap 8 Syawal. Tradisi tersebut dilakukan untuk menghormati dua murid kiai Dudo yang telah berubah menjadi Bulus.
Tm-Ab