blank
Gunungan kupat lepet tahun 2007 .( Foto : Dok )

JEPARA( SUARABARU.ID)– Dalam pesta Lomban di Jepara, ada tradisi   budaya yang terus diperbarui secara dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat. Salah satu yang kemudian adalah lomba-lomba yang diadakan di Muara Kali Wiso yang dimulai saat H. Sidiq menjadi Petinggi Ujungbatu pada zaman Hindia Belanda.

blank
Drs Hendro Martoyo,MM Bupati Jepara saat itu ketika secara simbolis mengambil kupat dan lepet untuk diserahkan kepada Ketua DPRD sebagai simbul warga Jepara.

Awal mula lomban ini hanya milik masyarakat yang bermukim di Teluk Jepara atau yang kemudian menjadi Ujungbatu. Kegiatan yang bermula sebagai syukuran 2 pejabat masa Adipati Citrosomo VII  yang nyaris tenggelam disekitar pulau Bokor ini  kemudian berkembang menjadi milik nelayan dan masyarakat. Bahkan kemudian menjadi kalender tetap even wisata di Jepara dan Jawa Terngah

blank
Para kreator dan seniman yang melahirkan Gunungan Kupat Lepet di acara Lomban Jepara tahun 2007

Kemasan acara  juga ada yang  berubah Salah satunya adalah keberadaan kupat dan lepet dalam prosesi lomban. Semula kupat lepet hanya menjadi penghias perahu.  Kemudian pada tahun 1991  kemudian menjadi peluru dalam “pertempuran” para  prajurit Ratu Kalinyamat dan Portugis.

Ketupat dan lepet digunakan sebagai peluru untuk saling menyerang satu dengan yang lain ditengah laut. Padahal kupat lepet memiliki makna filosofis yang dalam, sebagaimana diajarkan oleh Sunan Kalijaga.

Bermula dari sini kemudian muncul ide, untuk menggunakan kupat lepet sebagai daya tarik baru Lomban Jepara. Gagasan itu muncul dari Bupati Jepara kala itu, Drs Hendro Martojo, MM yang disampaikan pada para seniman dan pegiatan budaya yang tergabung dalam  Dewan Kesenian Daerah waktu itu untuk membuat atraksi  yang baru.

Ada banyak yang terlibat dalam kerja kebudayaan itu. Mulai Sholikul Huda, Okky Setyawan, Kustam Eka Jalu, Ngateman Bagus, Asyari Muhammad, Tohar Rambo, Nur Huda Tauchid, Angkas, Wulan, Anggun, Fitri, Sintya, Bowo, Ali, Cinung,  Bagong, Sudi Haryanto.  Dibalik layar ada juga Ketua DKD Jepara Hadi Priyanto, dan pengurus DKD lainnya,   Udik Agus DW, Aminan Basyarie, Mustaqim Umar, Sunardi KS, Inayah, Aqidah Apsari  dan Ali Emje.

blank
Solikhul Huda, sutradara Gunungan Kupat Lepet sedang membacakan puisi

Dari diskusi panjang akhirnya lahirlah sebuah konsep baru untuk menghadirkan kupat lepet dalam  kemasan yang lebih estetis dan  bermakna. Sebab kupat dan lepet adalah simbul dari pengakuan atas kesalahan, kekurangan dan kilaf, baik dalam dimensi  hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama. Kerendahan hati dan pengakuan atas ketidak sempurnaan ini senantiasa mewarnai suasana idul fitri.

Konsep itulah yang kemudian dituangkan dalam kirab Gunungan Kupat Lepet yang menjadi salah satu acara lomban sejak tahun 2007. Pada tahun pertama,  hanya ditampilkan 1 gunungan kupat lepet yang dikolaborasikan dengan seni teater, sastra dan seni tradisonal.

Prosesi  dimulai untuk menyambut rombongan peserta larungan di pantai Kartini, diantaranya rombongan Bupati dan jajaran Pimpinan Daerah yang kemudian dilanjutkan dengan atraksi budaya.

blank
Para penari yang menjadi salah satu pengisi acara

Baru pada tahun berikutnya gunungan kupat lepet berubah menjadi dua  buah sebagai simbul keberadaan  laki-laki dan perempuan yang harus berjalan bersama dan hidup   secara harmonis. Jumlah kupat lepet juga disesuaikan dengan tahun  yaitu 2008 buah.

Acara semakin semarak karena kemudian kupat lepet ini menjadi  rebutan warga setelah secara simbolis Bupati mengambil dua buah kupat lepet dan diserahkan kepada Ketua DPRD, sebagai simbul dari rakyat yang diwakili.

Semoga bermanfaat

Hadi Priyanto

blank

blank

blank

blank

blank

blank

blank

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini