Oleh Novita Dian Utami
KITA sedang hidup di era industri 4.0, yang tentu perkembangan masyarakatnya lebih jauh yaitu 5.0. Hidup kita tidak jauh dari digitalisasi. Semua hal dan pekerjaan dapat dilakukan secara digital, tanpa harus di tempat kerja. Bahkan sekarang muncul pekerjaan baru, yaitu “seleb instagram” atau populer sebagai “selebgram”. Selebgram dianggap sebagai orang yang mampu mepengaruhi orang lain (influencer).
Menurut survei WeAreSocial.Net dan Hootsuite, platform Instagram merupakan media sosial dengan jumlah pengguna terbanyak ketujuh di dunia. Sedangkan di Indonesia, Instagram merupakan media sosial yang paling sering digunakan keempat setelah Youtube, Facebook, dan WhatsApp. Instagram dianggap sebagai platform baru, selain untuk berbagi foto dan/ atau video juga sebagai media berbisnis.
Sebagai media berbisnis, Instagram membentuk circle yang terdiri dari pihak e-commerce, yang memiliki usaha; akun Selebgram, yang berfungsi sebagai penarik target marketing dan followers Selebgram (calon pembeli).
Ketiga akun tersebut punya keterikatan yang sangat kuat. Ketika perjanjian dan/ atau kerja sama dimulai antara pihak e-commerce dan juga Selebgram, mulai bekerjalah akun Selebgram tersebut.
Hal yang dilakukan Selebgram untuk menarik target marketing pihak e-commerce, platform Instagramnya mulai dipenuhi dengan postingan foto produk, yang diunggah di instastory dan feed instagram, atau video Selebgram sedang me-review produk yang didapatkannya, kemudian diberi tag nama toko atau tempat usaha produk tersebut.
Dengan sendirinya, secara tidak sengaja followers Selebgram tersebut telah terambil hatinya untuk melihat-lihat toko dan produk yang dijualnya.
Dampak yang didapatkan dari circle ini, pihak e-commerce dapat meningkatkan jumlah pemasaran, bagi Selebgram bisa mendatangkan penghasilan, bisa menikmati produk yang diberikan, dan jika dia berhasil menyasar target marketing kemungkinan besar akan diberi pekerjaan lagi oleh pihak e-commerce. Sedangkan followers tersebut akan lebih mudah menemukan tempat yang tepat untuk membeli produk yang mirip dengan gaya idolanya.
Rekomendasi yang Berisiko
Pada sisi lain, circle ini merugikan salah satu pihak yang dapat berakibat fatal. Pihak yang dirugikan adalah followers Selebgram. Kenapa begitu? Karena Selebgram tidak sepenuhnya memberikan keterangan terkait produk yang direkomendasikan dengan benar.
Untuk produk seperti pakaian, makanan, perabot rumah tangga, oke-oke saja semua orang dapat menerima jika yang diterima ternyata tidak sesuai dengan review dari rekomendasi Selebgram. Namun, untuk produk kecantikan? Ini akan berakibat fatal jika Selebgram me-review produk yang direkomendasikan kepada followers–nya, tetapi dia sendiri tidak menggunakan, hanya cuap-cuap memuji produk tersebut.
Terlalu sering followers melihat postingan dari Selebgram yang diikuti, dapat memunculkan rasa iri pada kehidupan nyata. Misal Selebgram tersebut secara tidak langsung telah membuat followers–nya iri terhadap kulitnya yang cerah dan sehat. Lalu muncullah keinginan followers tersebut untuk memiliki kulit yang sama seperti Selebgram idolanya. Dia mengira, jika memakai produk yang telah direkomendasikan akan menjadikan kulitnya cerah dan sehat.
Akhirnya, followers pun membeli produk yang direkomendasikan, akan tetapi ternyata sang idola malah memakai produk kecantikan lain (tanpa diumbar ke publik). Pastilah seleb tersebut tidak pernah memikirkan, bagaimana kalau followers itu membeli produk kecantikan yang dia rekomendasikan, dan ternyata setelah dipakai dan dilihat tidak ada label BPOM-nya dan menimbulkan iritasi. Hal ini sama saja menipu masyarakat dan dapat dikenai delik pidana.
Tidak seharusnyalah menerima mentah-mentah informasi yang kita dapat. Meskipun informasi itu berasal dari orang yang kita idolakan, setidak-tidaknya kita harus selalu mengecek terlebih dahulu kebenarannya.
Kita boleh berusaha untuk bijak dalam setiap tindakan, tetapi ingat di dunia ini tidak ada orang bijak ataupun yang dapat dipercaya kecuali mereka yang berkata jujur (Sir Walter Raleigh). (Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/09/berapa-pengguna-instagram-dari-indonesia)
— Novita Dian Utami, mahasiswa Fiskom, UKSW