blank
Survival dalam melawan corona. (Ilustrasi)

Oleh Sri Suwartiningsih

blankPANDEMI covid-19 masih berlangsung bukan hanya di Indonesia tetapi juga di sebagian besar Negara pada tingkat dunia. Sudah 200 negara warga negaranya terinfeksi virus covid 19.  Data dari John Hophkins mencatat pada jumat pagi 09.30 WIB, jumlah pasien positif virus corona tembus 1.015.403 orang, dengan total kematian 53.030 orang, dan 210.579 sembuh (CNBC, Indonesia, 3 April 2020). Indonesia juga mengalami kenaikan terus – menerus dari hari ke hari, dimana pada 6 April 2020 jumlah warga Negara Indonesia yang terinfeksi virus Covid 19 (Corona) sebanyak 2.491 orang, dengan angka kematian 209 kasus dan sembuh 192 kasus.

Virus Corona memiliki sifat mencari inang yaitu di paru-paru, penularan terjadi karena adanya kontak antara manusia dengan manusia. Penyebaran utama coronavirus melalui kontak dengan orang yang terinfeksi saat mereka batuk atau bersin, atau melalui tetesan air liur atau cairan hidung. Jika cairan tersebut menempel pada benda-benda kemudian dipegang oleh orang sehat, kemudian orang sehat tersebut mengelap hidung, mata atau mulut, maka virus tersebut dapat memperoleh inang baru dan akan menyerang kepada yang tertular tersebut.  Selain itu penularan terjadi karena jabat tangan, kesemprot cairan bersin dari orang yang terkena corona. Untuk itu bagi yang sudah terkena akan segera diisiolasi dan diobati agar sembuh dan yang  sehat diminta untuk tidak berinteraksi dengan yang sudah terkena corona agar tidak terjadi penambahan orang yang positif corona.

Sebagai masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa berkumpul, karena  sifat kolektivisme  yang tertanam sejak kecil, kemudian dihimbau tidak berkumpul dan juga bahkan tidak berdekatan dengan orang lain apalagi salaman, merupakan suatu perubahan sikap yang tidak mudah dilakukan. Meskipun berat dan terkadang terasa meninggalkan etika, namun dengan penuh kesadaran memutuskan rantai penularan virus corona maka harus bisa mengalahkan perasaan koletivisme menjadi individualisme. Individualisme yang bukan egoisme, tetapi individualisme karena mempertimbangkan kesehatan bersama.

Pertanyaan yang harus dijawab, bagaimana masyarakat dapat survive atau bertahan hidup  dengan tidak melakukan interaksi di dunia nyata? Padahal sifat dari kerja dan layan masyarakat Indonesia berbentuk kelompok dan interaksi sosial. Berkaitan dengan pertanyaan tersebut maka diperlukan survival strategy atau strategi bertahan agar negara tidak bobol dan masyarakat dapat melangsungkan hidup. Strategi bertahan tersebut antara lain :

  1. Bagi warga yang sudah terkena virus corona, selayaknya muncul dari dalam diri sendiri bahwa virus dapat diusir dari tubuhnya. Keyakinan spiritualitas, psikis, dan dilengkapi pemenuhan kebutuhan fisik maka virus dapat terusir dari dalam si pasien. Semangat bahwa tidak ditengok, hidup di bilik sendiri adalah hanya sementara. Hargai perjuangan para dokter, perawat, dan sukarelawan dengan mematuhi semua anjuran dan penangan. Komunikasi seperlunya dan yakin ada Tuhan yang memberi kehidupan. Negara harus hadir dengan memberi kebutuhan pangan yang bergizi dan memberi perlengkapan dokter dengan baik serta insentif tenaga medis yang layak.
  2. Bagi warga yang sehat memiliki strategi bertahan dengan mengikuti perintah untuk tidak sering keluar rumah dan menjaga jarak serta kebersihan. Negara harus hadir terutama bagi warga negaranya yang pendapatannya hanya mengandalkan pemasukan harian. Gerak cepat subsidi kepada warga negara kelas menengah ke bawah ini sangat dibutuhkan. Terutama adalah warga negara yang berada di zona merah Jakarta, Bekasi, Bandung. Mereka tidak akan pulang ke daerah asalnya jika negara memberi subsidi untuk kebutuhan pangan minimal yang harus dipenuhi. Negara dalam hal pusat dan daerah harus gerak cepat mendata dan memberi bantuan kebutuhan pangan minimal.
  3. Cara pandang masyarakat kepada sesamanya yang terkena corona masih dianggap sebagai orang yang harus dijauhi dan diisolasi secara sosial. Padahal yang harus diisolasi adalah fisiknya karena mereka harus diobati dan tidak menularkan ke orang lain. Secara psikis dan sosial mereka layak dimotivasi dan diberi kekuatan spiritualitas agar imunnya meningkat dan segera dapat sembuh serta kembali di tengah-tengah keluarganya dan masyarakat
  4. Cara pandang masyarakat terhadap ODP (Orang Dalam Pengawasan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) yang disisihkan dan diperlakukan seperti buronan. Padahal dengan terbukanya siapa yang ODP dan PDP apalagi siapa yang sudah terinfeksi, maka jalur penularan dapat segera diketahui dan yang berinteraksi dapat segera memeriksakan diri untuk kemudian dapat dilakukan pengobatan dan pendampingan agar segera sembuh dan sehat. Seharusnya masyarakat koletivitas dalam kasus pandemic Covid19 ini mengembangkan nilai-nilai empaty dan responsibility terhadap sesama. Jika itu yang berkembang, maka masyarakat harus berani mengubah sikap dan perilakunya untuk tidak berkerumun dan melakukan mobilitias yang tinggi.
  5. Gerakan serentak, masing-masing wilayah melakukan pembatasan untuk warganya yang keluar masuk antar daerah dengan isolasi 1 bulan. Untuk daerah yang memang sudah terpapar Pemerintah harus tegas untuk melarang warganya keluar daerahnya demi segera berhentinya penularan.

Survival Strategy tidak hanya dapat dilakukan oleh warga sendiri, namun dibutuhkan kehadiran Negara secara cepat dan tepat. Dibutuhkan ketegasan bukan kekerasan, dibutuhkan tindakan subsidi segera dan pengurangan beban baik pajak, pembayaran hutang, dll. Kebijakan Negara kerja cepat Trias Politica dibutuhkan dalam pandemic Covid19 ini agar warga Negara bisa bertahan dan Negara tetap tangguh untuk melindungi warga negaranya. DPR, DPRD, DPD membuktikan kinerja sigapnya untuk melindungi konstituennya. Jika semua elemen Negara dan warga Negara bergerak dan bertindak maka kebertahanan hidup dapat berlanjut.

Dr. Ir. Sri Suwartiningsih. M.Si, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.