Oleh: Amir Machmud NS
AKHIR pekan kemarin, pengurus PWI Kabupaten Pati intens berkoordinasi dengan PWI Provinsi Jawa Tengah. Ketuanya, Mohammad Noer Effendy resah, lantaran tercatat sembilan wartawan mengikuti dan meliput kegiatan Imam Suroso, anggota DPR RI asal Pati.
Anggota Komisi IX DPR itu, Jumat malam (27/3/2020) meninggal dunia di RS Kariadi Semarang, karena Covid-19. Kepanikan timbul, karena dari tracking yang kemudian dilakukan, banyak orang yang berkontak dengan almarhum. Barang tentu termasuk para wartawan tersebut.
Yang secara maksimal bisa dilakukan oleh PWI Pati adalah, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Pati, untuk meminta penanganan awal berupa rapid test, untuk sembilan wartawan tersebut. Noer Effendy dkk juga membuat pernyataan sikap, yang dimaksudkan untuk mendorong kesegeraan langkah-langkah pengamanan kepada rekan-rekannya yang masuk kategori Orang Dalam Pemantauan (ODP).
ODP adalah orang yang punya riwayat kontak, tetapi tidak ditemukan indikasi klinis berupa batuk, pilek, panas, dan sesak napas.
Bagian Edukasi
Wartawan sebagai salah satu elemen masyarakat, dalam masa-masa pandemi virus Corona ini, menjadi bagian penting sosialisasi dan edukasi. Mengacu kepada fungsi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, pers berperan untuk menyampaikan informasi, memberi pendidikan, memberi hiburan, dan menjalankan kontrol sosial.
Tiga fungsi untuk memberi informasi, edukasi, dan kontrol sosial, secara aktual melekat dalam kinerja pers, ketika pemerintah dan masyarakat berjuang menanggulangi persebaran virus Corona.
Pada awal-awal pemberitaan massif tentang Corona, muncul pergulatan pemikiran mengenai informasi seperti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat; bagaimana model pemberitaan yang bisa mengawasi, mengontrol, dan memberi semangat kepada pemerintah; seperti apa konten informasi yang beraksen pendidikan, pengetahuan, dan pencerahan kepada publik; serta jenis berita yang menuntun dan menjadi inspirasi bagi masyarakat.
Semua produk diskusi publik itu mengemuka dari berbagai forum dan pernyataan. Dan, dari tahap ke tahap, pemberitaan media-media pun terasa bergerak ke arah edukasi yang memperkaya pengetahuan kepada publik.
Pemberitaan yang ideal terasa ketika wartawan dan media memosisikan diri sebagai kekuatan penjernih. Bukankah balam kondisi kegalauan masyarakat, banyak muncul isu yang mengapungkan ketidakjelasan dari media sosial? Tentu tidak semua informasi dari media sosial tidak bisa dipercaya, namun memang tidak sedikit pula yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Spekulasi-spekulasi, anjuran, ajakan, penyimpulan, serta eksploitasi pernyataan dan sikap yang bertentangan dengan protokol pengendalian persebaran virus lewat tema work from home (WFH), tentu bisa menciptakan kondisi ketidakpastian; dan pada saat-saat seperti itulah, media banyak mengambil peran untuk menjadi penjernih.
Lewat wawancara dengan sejumlah tokoh publik yang kompeten, tersampaikan informasi dan panduan bagaimana masyarakat sebaiknya menyikapi langkah-langkah pemerintah. Media mengedukasi untuk memastikan apa yang secara aman dan bertanggung jawab seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh masyarakat.
Keamanan Wartawan
Di tengah kondisi demikian itu, bagaimana langkah para wartawan untuk menciptakan rasa aman bagi dirinya sendiri?
Protokol peliputan, antara lain dirujuk dari Surat Edaran Dewan Pers. Ketuanya, Mohammad Nuh meminta kepada dunia media, terutama kepada wartawan yang ada di depan, untuk terus meliput memberikan informasi.
Dia mengingatkan agar etika dan objektivitas menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Prinsip-prinsip dasar di dalam liputan, dengan alat pelindung diri tetap harus diperhatikan. Jangan sampai meliput Covid-19, tetapi justru terpapar virus.
Organisasi profesi kewartawanan, PWI dan AJI juga secara tegas mengingatkan, agar wartawan mengikuti protokol keamanan peliputan. Sikap-sikap tersebut menggambarkan, tugas mulia memberi informasi kepada masyarakat harus tetap diikuti oleh pemaksimalan sikap pengamanan oleh dan kepada wartawan.
Lewat siaran pers Sabtu (28/3/2020) lalu, setelah muncul berita tentang sembilan wartawan Pati yang berstatus ODP, PWI Provinsi Jawa Tengah menegaskan, keamanan bagi wartawan harus diutamakan di tengah eskalasi perkembangan persebaran virus.
Media-media tempat wartawan bekerja juga diminta memberi arahan, dan jaminan keamanan kesehatan secara maksimal. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, para pemberi kerja harus memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja kepada para pekerja.
Sebagai bagian dari elemen masyarakat yang berkontribusi dalam ikhtiar-ikhtiar menanggulangi persebaran virus Corona, PWI Jateng meminta peningkatan soliditas kerja sama dengan otoritas-otoritas terkait, termasuk di dalam memperoleh akses cepat melaksanakan rapid test, juga kemudahan akses untuk membeli perangkat pengamanan seperti masker dan hand sanitizer, yang sekarang seperti menjadi barang langka.
Hal penting lain, PWI Jateng menekankan agar para wartawan saling menjaga dan mengingatkan, sehingga memperkuat rasa solidaritas dalam hubungan antarmanusia, antarrekan seprofesi, serta penegakan profesionalitas.
Para wartawan diingatkan, untuk saling memberi pertimbangan secara proporsional, mana kondisi-kondisi atau momen-momen yang harus diliput, dan mana yang harus dihindari.
Suasana pandemi Corona ini harus mendorong penguatan solidaritas, empati, dan rasa sepenanggungan wartawan. Satu sama lain memosisikan diri sebagai “bagian dari anggota tubuh” dan “anggota keluarga” sendiri. Kali ini, antarrekan seprofesi harus membuang sikap egois, tidak semata-mata saling mengejar eksklusivitas pemberitaan.
Pertimbangan keselamatan, kemanusiaan, nyawa, dan keluarga menjadi mahkota.
Amir Machmud NS, Wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah