DEMAK (SUARABARU.ID) – Komunitas Rumah Kita (Koruki) Demak menggelar diskusi dan bedah buku berjudul “Waktu Indoneia Bagian Bercerita”karya Setia Naka Andrian, belum lama ini di Demak.
Buku kumpulan puisi Dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas PGRI Semarang yang diterbitkan oleh penerbit Beruang Cipta Literasi Semarang itu berisi 34 judul puisi. Puisi – puisi tersebut diantaranya pernah masuk di berbagai media massa.
Ada juga puisi yang ditulisnya saat mengikuti residensi di Belanda pada Oktober 2019 lalu yakni puisi berjudul “Amsterdam Kemarin”
Amsterdam Kemarin
Aku masih saja gigil, Amsterdam
Sedang Leiden masih malas mengantuk
Aku masih takut matahari pagi, Amsterdam
Aku takut berkelahi dengan museum
Tubuhku masih saja dingin, Amsterdam
Meski Leiden telah beri aku api
Di tubuh manuskrip
Di tubuh koran-koran 1800-an
Tubuhku semakin beku saja, Amsterdam
Meski Leiden selalu malas tidur siang
Aku melihat orang-orang terus berputar
Mereka memilih berpusingan di atas kanal
Tubuhku semakin kaku saja, Amsterdam
Meski Leiden sudah pulang duluan
Aku melihat orang-orang melamun
di bawah molen, Amsterdam
Mereka tak kuasa membayangkan
kehancuran ibu-ibu dokumen
Membayangkan anak-anaknya
tinggal di tepi sungai yang dangkal
Aku masih saja gigil, Amsterdam
Sedang Leiden masih tak pernah
mau mengantuk
Lalu, aku memilih menjadi es sendirian
Acara diskusi dan bedah buku yang di pandu oleh Dzawata Afnan dari Books On Wheels Demak (Bow_Dem) menghadirkan pembicara Marwan Sarbini, Pemerhati Literasi yang juga anggota DPRD Demak.
Acara yang berlangsung di markas Koruki yang beralamat di Desa Karangsari RT 04 RW 02 Kecamatan Karangtengah,Demak juga dihadiri oleh para sastrawan, guru, LBH Demak Raya, Komunitas Omah Harapan Demak, Guswahib Institute, Teater Atmosfer Kendal, Komunitas Kalijagan Demak serta sejumlah pegiat literasi.
Setia Naka sang penulis buku menyampaikan bahwa buku “Waktu Indonesia Bagian Bercerita” menjadi semacam bagasi perjalanan bagi benak dan batinnya dalam menyelami berbagai perjumpaan melalui puisi. Setidaknya sudah sebelas tahun mulai 2008 – 2019 , ia bertungkus – lumus dalam kerja penulisan puisi.
“Awalnya harus memilih secara serampangan puisi puisi saya yang bertebaran diantara puisi itu saat residensi di Leiden, namun selanjutnya penerbit yang sendiri yang memilih dan melilahnya untuk dijadikan buku,” kata Setia Naka
Menurut Naka, semakin tak berhenti menulis puisi, ia seakan akan menemukan tubuh tubuh baru yang kian rumpang, tidak utuh, berserakan dan sangat tak beraturan.
“Dan semakin menulis puisi, kemudian membukukannya, saya seolah menciptakan jebakan baru bagi diri sendiri dan sama sekali tak ingin menemukan jalan keluarnya,” ujar Naka.
Marwan Sarbini mengatakan, membaca teks puisi Setia Naka Andrian, belum menunjukkan gaya pribadi penulis. Ada beberapa kemiripan dengan gaya para sastrawan lama.
“Ke depan semoga penulis makin mengembangkan karya dan menemukan jati diri kepenulisannya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Koruki Demak Kusfitria Martyasih mengatakan, generasi muda hendaknya mencontoh apa yang dilakukan oleh Setia Naka Andrian. Dengan kata – kata, dirinya bisa menggapai mimpi berkunjung ke berbagai tempat baik dalam maupun luar negeri.
Ia juga berharap bahwa gerakan literasi tidak berhenti hanya pada kegiatan membaca tetapi hendaknya diiringi dengan berkarya.
“Keberhasilan gerakan literasi ketika ada bukti, tidak hanya berhenti pada membaca tetapi pada karya apa saja. Menulis apa saja, sukanya komik ya nulis komik, sukanya novel ya nulis novel. Kita mulai menulis dari apa yang kita sukai,” ujarnya.
Wartawan AB/Solikun