blank
Komisi B DPRD Kudus saat melakukan sidak di sebuah toko swalayan tekait proses perizinan. foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kabupaten Kudus mengaku kesulitan memantau arus investasi yang masuk di Kabupaten Kudus. Ini terjadi sejak pemerintah pusat memberlakukan Layanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PBTSE).

Sistem yang juga dikenal dengan Online Single Submission (OSS) ini mengharuskan pihak yang ingin mengakses harus memiliki akun yang terdaftar di Badan Koordinasi Penanamam Modal (BKPM).

Kepala DPM-PTSP Pemkab Kudus, Revlisianto Subekti mengatakan, sistem perizinan OSS belum bisa tersambung dengan sistem perizinan satu pintu di daerah. Ini membuat pihaknya kesulitan memantau aktivitas investasi yang akan masuk ke Kudus.

“Apalagi perizinan usaha yang modalnya kurang dari Rp 500 juta. Jangankan untuk memointor, kami ngeklik aja tidak bisa,”kata Revli, Selasa (4/2).

Kondisi tersebut membuat seberapa banyak arus investasi yang masuk di Kudus tidak bisa terakses. DPM-PTSP kesulitan untuk melacak industri apa saja yang akan masuk tahun ini. Masalah teknis ini menyulitkan seluruh daerah untuk menyatukan proses perizinannya masing-masing pada sistem OSS

Revli menjelaskan, di dalam PP 24/2018, memang disebutkan perizinan suatu usaha lewat sistem OSS tetap harus berkoordinasi dengan Pemkab maupun OPD terkait. Namun pada praktiknya, ketentuan tersebut tidak bisa diaplikasikan secara baik.

“Alhasil, banyak usaha baru seperti toko swalayan bahkan salon spa yang kami tidak tahu awal mulanya, tapi tiba-tiba sudah berdiri dan beroperasi. Total ada 2.600 usaha baru yang kami tidak tahu proses perizinannya,”tandasnya.

Untuk itu, Revli berharap pihak terkait terutama Legislatif bisa berkoordinasi lebih lanjut terkait singkronisasi aturan tersebut. Terutama juga singkronisasi PP 24/2018 dengan aturan-aturan yang ada di daerah.

“Di Kudus ada perda khusus investasi seperti Perda Swalayan, maupun Perda Karaoke.  Dengan kondisi sekarang, implementasi ketentuan perda tersebut dalam proses perizinan jadi sulit,”tandasnya.

Izin Sulit Terpantau

Sementara, Anggota Komisi B DPRD Kudus, Rochim Sutopo menilai keberadaan sistem OSS saat ini membuat perizinan seakan menjadi liar. Apalagi jika sistem OSS saat ini tidak mengakomodir ketentuan-ketentuan yang ada di daerah.

“Meski perizinan terintegrasi secara online, local wisdom yang diakomodir dalam perda-perda semesinya juga harus diperhatikan,”tandas Rochim.

Jika hal tersebut dibiarkan, kata Rochim, pihaknya khawatir izin usaha di Kudus benar-benar menjadi tak terpantau dan terkendali. “Bisa jadi usaha-usaha karaoke akan kembali muncul dengan mengantongi NIB dari OSS. Padahal, secara aturan perda, usaha jenis itu dilarang di Kudus,”tukasnya.

Oleh karena itu, kata Rochim, pihaknya akan secepatnya melakukan konsultasi atas persoalan tersebut ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) selaku pengelola OSS. “Yang jelas, kami akan koordinasikan lebih lanjut,”tandasnya.

Tm/Ab