blank
BERSAMA AYAH: Juara Australia Open Sofia Kenin berfoto dengan sang ayah, Alex, di Sungai Yara, Melbourne, Australia, Minggu (2/2/2020). Foto: antara/reuters/Kai Pfaffenbach

JAKARTA (SUARABARU.ID)- Cerita mengharukan datang dari juara tenis Grand Slam Australia Open 2020, Sofia Kenin. Dikabarkan, Alex Kenin sang ayah, kala itu hanya punya beberapa ratus dolar di kantungnya, ketika tiba di New York, Amerika Serikat, setelah meninggalkan Uni Soviet pada 1987 bersama istrinya, Lena, untuk mewujudkan mereka.

Dia mengemudikan taksi pada malam hari, setelah belajar bahasa Inggris melalui komputer sepanjang siang. Sebelumnya, sang ayah Sofia itu terkendala bahasa, bahkan sempat tak tahu arah di hari-hari terberat yang dia jalani waktu itu.

BACA JUGA : Enam Kemenangan Lagi, Jadikan Liverpool Juara Liga Inggris

blankTapi kini, Alex, meski memulai semuanya dengan tanpa pengalaman di dunia tenis, dia adalah pelatih seorang juara Grand Slam. Alex lahir di Rusia, mengenalkan Sofia kepada tenis, membuatnya bermain dan mencapai hal yang luar biasa, setelah sang putri merebut gelar di Australia Open pada Sabtu (1/2/2020) lalu.

Sofia mengatakan, ayahnya yang “teramat cerdas” itu tak punya pengalaman sebelumnya di tenis, hanya dengan mengamati orang-orang di sekitarnya.

”Dia melihat bagaimana pelatih lain melatih para pemainnya, tapi dia tahu semuanya. Dia tahu apa yang dia bicarakan, dia sangat tahu itu, dan muncul dengan rencana yang tepat,” ungkap Sofia, tentang Alex Kenin, ayahnya itu seperti dikutip AFP.

Dengan strategi sang ayah yang selalu mendampingi di pinggir lapangan, Sofia tampil memukau di Melbourne, dengan menyingkirkan sejumlah petenis papan atas, seperti Coco Gauff, peringkat satu dunia Ashleigh Barty, dan di final, juara French Open 2016 serta Wimbledon 2017 Garbine Muguruza.

Torehan Sofia membuat Alex tergabung dalam daftar ekslusif para orang tua penghasil juara, seperti Richard Williams, ayah dari Venus dan Serena, Mike Agassi ayah dari Andre Agassi dan Yuri Sharapova ayah dari Maria Sharapova.

”Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kami telah memimpikan ini, ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan bagi kami. Meski terkadang aku tak suka mengakuinya, tapi dia benar. Ya, dia bekerja sangat keras. Terima kasih untuknya. Kami bisa berbagi ini selamanya,” sanjung Sofia penuh haru.

Alex pun teringat jerih payahnya, usai hijrah ke AS, yang akhirnya berbuah manis. ”Saya harus mengemudi di malam hari, belajar di pagi hari. Mengemudi di New York, bicara dengan bahasa Inggris di radio. Saya tak tahu apa yang mereka katakan. Tapi hal yang kalian lakukan untuk bertahan hidup itu luar biasa. Dia tahu tentang itu, dan saya kira saya telah membuatnya tangguh,” kenang dia.

Bakat Sofia sebenarnya sudah terlihat sejak dari kecil. Namun sebagai orang asing, dia sulit untuk bisa bermain di lapangan tenis. Postur Sofia yang lebih rendah dari rata-rata perempuan waktu itu. juga sempat menjadi cemoohan ketika di lapangan. ”Kami mendengar perkataan-perkataan buruk tentang aku, tapi ayah selalu ada dan dia yakin denganku. Dia tak menggubris semua itu,” tutur Sofia.

Tak Sanggup
Sofia sendiri sudah mewakili Amerika Serikat di Olimpiade Remaja 2014, dan menjalani debut Grand Slam-nya sebagai petenis wildcard di US Open 2015, sebelum merangkak ke peringkat 100 dunia pada 2018.

Kariernya melesat tahun lalu, setelah memenangi tiga gelar single dan naik ke peringkat 12 dunia. Namun dibalik kesuksesannya itu, tak ada yang menyangka dia menjadi juara di Melbourne.

Di pertandingan final itu, Alex Kenin hampir tak sanggup menyaksikan kemenangan Sofia, sebelum akhirnya merekam pidato kemenangan putrinya itu, yang disiarkan ke seluruh dunia, dengan telepon genggamnya.

”Dia sangat senang. Aku sangat senang. Kami berbagi ini bersama. Dan aku bagai di langit kesembilan. Dia sangat bangga denganku,” ucap Kenin pada pidato kemenangannya itu.

Ant-Riyan