Toga Persembahan Ibu
Oleh:
Ira Alia Maerani
MUSIM penghujan telah tiba. Saatnya tanam menanam. Air hujan merupakan anuerah tersendiri bagi tanaman. Tanaman akan mudah tumbuh daripada bila ditanam di musim kemarau.
Namun bagi mereka yang tinggal di perkotaan apalagi di perumahan yang tipe rumahnya SSS (Sangat Sempit Sekali) menanam tanaman bukanlah hal sepele. Sempitnya lahan membuat berpikir ribuan kali untuk menanam pohon.
Setidaknya bagi siapapun yang tinggal di kota (terutama di perumahan) sekurang-kurangnya mengalami tiga permasalahan klasik. Pertama, keterbatasan lahan yang dapat ditanami bermacam tanaman. Kedua, polusi udara yang tercemar karena asap pabrik, kendaraan dan lainnya. Ketiga, sampah anorganik yang kian menumpuk karena pola hidup pragmatis dengan mengkonsumsi makanan dan minuman kemasan.
Problematika tersebut bertolak belakang dengan kondisi di pedesaan. Lahan pekarangan masih membentang luas yang dapat ditanami sehingga menghasilkan makanan dan memproduksi oksigen. Sampah anorganik masih minim karena makanan dan minuman bisa diproduksi sendiri secara sehat. Membungkus makanan dengan daun pisang, minuman (air putih) ditampung di kendi, dan pola hidup lain yang masih alami.
Pertanyaannya adalah apakah bisa menduplikasi pola hidup di desa untuk diterapkan di kota terutama yang tinggal di perumahan-perumahan? Sepanjang ada komitmen dan kemauan untuk melakukannya tentu ada kemudahan.
Toga (Tanaman Obat Keluarga)
Berangkat dari hobi bercocok tanam di pekarangan rumah, beberapa waktu lalu tanaman-tanaman “mini” yang menghijau di pekarangan rumah terpilih mewakili RT (Rukun Tetangga) mengikuti lomba Toga (tanaman obat keluarga). Tanaman-tanaman “mini” disebut demikian karena ukurannya yang kecil-kecil dalam pot yang juga relatif kecil. Sebut saja ada tanaman daun sirih, sambiloto, cabai, daun kemangi, jeruk purut, jeruk nipis, sereh, jahe, laos, daun salam, kencur, lavender, pohon kunci, lidah buaya dan berbagai tanaman obat lainnya.
Menanam tanaman obat keluarga (toga) menjadi sebuah hobi yang bermanfaat. Setidaknya dibutuhkan sedikit komitmen dan ketekunan untuk merawat minimal menyiraminya setiap hari. Bahkan yang lebih membahagiakan seorang guru mengaji saya mengatakan bahwa menanam tanaman merupakan amal jariyah yang pahalanya akan mengalir terus sepanjang tanaman itu masih hidup. Tanaman itu akan berzikir kepada Allah mendoakan orang yang merawatnya. Ini tentunya menjadi “spirit” tersendiri bagi mereka yang hobi bercocok tanam maupun bagi mereka yang baru memulai untuk lebih peduli dengan terhadap keasrian, kehijauan dan keindahan lingkungan sekitar. Sekecil apapun ikhtiar yang kita lakukan, Allah akan menggantinya dengan pahala yang berlipat.
Dari sisi kesehatan lingkungan, menanam tanaman berarti kita turut membantu udara sekitar lebih bersih, sehat dan segar. Seperti kita ketahui bersama bahwa tanaman menghisap karbondioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan untuk makhluk hidup lainnya seperti manusia dan hewan untuk bernapas.
Gerakan 3 M
Meminjam spirit yang pernah disampaikan da’i kondang AA Gym dengan gerakan 3 M, (mulai dari diri sendiri, mulai saat ini juga, dan mulai dari hal-hal yang kecil-kecil) nampaknya perlu dimulai untuk membangkitkan semangat menanam tanaman toga ini. Jika persamaan persepsi sudah terbangun, tentunya gerakan 3 M ini mudah untuk diterapkan.
Sosialisasi dan kerja sama antar warga menjadi hal yang menyenangkan. Para ibu bisa saling bertukar tanaman toga. Saling berbincang tentang perawatan dan karakteristik tanaman tertentu. Contohnya seperti tanaman daun sirih, akan lebih mudah ditanam bila menggunakan media tanam sekam padi. Teknik perawatan “kuno” juga bisa diterapkan. Yakni dengan memanfaatkan air cucian beras (banyu leri) dan air sisa teh kemarin (cem-ceman teh) untuk menyirami tanaman.
Sementara media pot bisa diganti dengan memanfaatkan barang-barang bekas. Seperti plastik bekas kemasan minyak goreng, kaleng biskuit, bekas kemasan air mineral ukuran 2 liter. Pemanfaatan barang bekas ini juga dalam rangka mengurangi produk sampah yang semakin membebani bumi. Jika ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tentunya proses edukasi akan berjalan dengan baik.
Faedah Toga
Apabila persamaan persepsi sudah terbangun secara simultan yang diiringi dengan mulai menanam tanaman toga dengan menerapkan gerakan 3 M, langkah berikutnya adalah menikmati faedah tanaman obat keluarga (toga).
Faedah tersebut antara lain kita tidak perlu resah bila anak kita mencret di malam hari. Pertolongan pertama bisa dilakukan dengan mengambil pucuk daun jambu biji yang dikunyah bersama sejumput garam dapur beryodium.
Daun sirih bisa dimanfaatkan untuk mengurangi pendarahan karena mimisan, sebagai antibiotik, mengobati keputihan. Perawatan gigi juga bisa dilakukan dengan sering-sering mengunyah daun sirih yang hidup di pekarangan rumah kita.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam tubuh kita dapat diantisipasi dengan air perasan jeruk nipis yang bisa kita konsumsi tiap pagi sebelum sarapan. Air perasan jeruk nipis dicampur madu atau kecap manis dapat dimanfaatkan untuk mengobati batuk.
Selain jeruk nipis, lidah buaya juga dipercaya dapat mengobati batuk dan mengurangi lendir di saluran pernapasan kita. Selain juga sebagai obat panas dalam. Lidah buaya juga menjadi salah satu resep dalam perawatan rambut dan kecantikan kulit.
Dalam media pot lainnya kita pun dapat menanam cabai yang pembibitannya tidak sulit. Cabai yang sudah mengering dan membusuk sebaiknya tidak kita buang ke tempat sampah, tetapi bisa kita letakkan di pot-pot kecil. Selang beberapa waktu, bibit cabai akan tumbuh. Sehingga ketika harga cabai melejit, minimal sedikit bisa tertolong apabila kita memiliki tanaman cabai di pekarangan rumah. Semoga toga persembahan ibu, bermanfaat untuk keluarga. (Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum UNISSULA)
Suarabaru.id