blank
Para pemenang lomba sedang mendapatkan tutorial dari para pengajar di Lasalle. College. Foto: amir Machmud

Oleh Amir Machmud NS

BERTEGANG-TEGANG dahulu, berasyik-asyik kemudian. Beragu-ragu dahulu, bersemangat kemudian.

Demikianlah kira-kira yang tergambar dari suasana hati 12 wartawan Jawa Tengah ketika mengawali short course jurnalistik di Laselle College of the Arts, Singapura, 1 hingga 4 Desember lalu. Kecemasan, spekuasi-spekulasi, hingga pembelajaran yang full berbahasa Inggris menjadi gambaran awal saat berangkat dari Semarang pada 1 Desember. Namun suasana itu segera berlalu, berganti suasana gembira dan bersemangat ketika proses adaptasi sudah berlangsung. Dahniar Yudha Eriyanto dan kawan-kawan justru menemukan suasana baru yang mengasyikkan.

Baca juga: Dari Lomba Jurnalistik; ke “Kuliah Singkat” Multimedia

Augustine Anthuval, Anson Lee, dan Qing Cheng, tiga pengajar Lasalle College di Jalan McNally itu mampu membangun suasana interaktif yang “memaksa” 12 wartawan peserta workshop untuk aktif dan “terlibat”. Materi-materi bersubstansi praktik transformasional multimedia dalam visi konvergensi disampaikan langsung dengan contoh-contoh dan praktik lapangan. Lembaga pendidikan yang didirikan pada 1984 oleh De La Salle Brother Joseph McNally itu punya reputasi sebagai kampus yang berafiliasi dengan Goldsmith University di London.

blank
Amir Machmud NS, yang juga Pemimpin Umum SuaraBaru.ID menjadi pendamping para pemenang lomba penulis jurnalistik Diskominfo Jateng dalam kursus singkat di Lassale Colleg, Singapura. Foto: Dok

Awalnya, rata-rata pesersta membayangkan bakal disuntuki oleh materi perkuliahan teoretik, berupa ceramah-ceramah tentang perkembangan jurnalisme di era disrupsi ini. Akan tetapi, dari materi pertama saja Augustine yang juga merupakan mentor Media Globe di MediaCorp sudah langsung memberi arah ke praktik-praktik bermultimedia. Visi wartawan dengan kemampuan multitasking menjadi arahan awal. Qing Cheng memperkuatnya dengan pengetahuan mengenai editing dan animasi dalam penyuntingan produk sajian televisi dan multimedia.

Kemampuan creative writing dan public speaking dalam menyajikan sebuah informasi komprehensif menjadi aksentuasi pembelajaran dalam kursus pendek tersebut. Mirip dengan pola pengujian dalam Uji Kompetensi Wartawan (UKW) oleh Dewan Pers, dalam perencanaan liputan peserta diajak untuk menggali pengetahuan mulai dari tema, topik, alasan memilih topik (daya tarik), angle, hingga pengayaan rancangan daftar pertanyaan untuk narasumber.

Sesi wawancara dilakukan dengan para aktivis Singapore International Foundation, yang bergerak di bidang advokasi kemanusiaan ke berbagai negara, termasuk di Indonesia. Dari kantor yayasan di Plaza Singapura itulah para peserta diajak menentukan tema dan topik, sekaligus wawancara dan “turun ke lapangan”, menemui sumber-sumber dari kalangan man on the street.

Dalam panduan Journalism Bootcamp yang disusun oleh Augustine Anthuvan, ke-12 wartawan Jawa Tengah itu diajak untuk mengenal dan mempertajam teknis menyusun skrip berita, storyboarding, teknik wawancara, kemampuan komunikasi dan presentasi lisan, teknik menyajikan berita, sesi perekaman dalam grup, editing mandiri, serta playback dan kritik.

Dalam penyiapan workshop, Augustine memosisikan 12 peserta dalam level advance sekaligus intermediate, namun setelah melihat kondisi dialog pada awal sesi yang harus menyampaikan materi dan pembimbingan sebagian dengan Bahasa Melayu, maka tak terhindarkan kombinasi level pengajaran termasuk ke pemahaman dasar.

“Saya senang dengan antusiasme teman-teman wartawan, yang saya yakini bisa menambah bekal mereka dalam praktik jurnalistik di lapangan nanti,” ungkap pria keturunan India yang pernah meliput tragedi tsunami Aceh pada 2005 itu sebagai reporter radio.

Riset Peliputan

Dalam panduan peliputan yang berkualitas, Augustine menekankan pada arah riset terhadap subjek, yang meliputi dua poin. Pertama, setiap kisah dalam berita selalu membutuhkan bekal pengetahuan berbasis riset. Kedua, penulis mesti mengerjakan sesuai dengan apa yang dia miliki. Riset itu harus dipahami sebagai kesiapan matang untuk melakukan peliputan.

Pertanyaan-pertanyaan untuk membangun kekuatan peliputan dieksplorasi dari tema dan topik untuk membuka ide-ide baru. Maka, dalam seremoni penutupan kegiatan Augustine menekankan, jurnalisme sejatinya harus mempertajam solusi-solusi dari fakta yang disajikan.

Dalam sesi praktik peliputan yang dimulai dari perencanaan, mendetailkan perencanaan di dalam grup-grup peliputan, menyiapkan perangkat, menciptakan suasana yang hidup dan berkembang dalam wawancara, serta mengetengahkan performa dalam penyajian, para peserta menemukan hal-hal baru. Setidak-tidaknya mengasah kemampuan berbicara secara runtut, sistematis, memanfaatkan ruang dan waktu sesuai dengan timing pengkisahan berita, serta efektivitas peliputan.

Sesi praktik ini diperkuat lewat kunjungan ke Global Media di Media Corp yang mempertunjukkan bagaimana sebuah jaringan kantor berita membangun sistem konvergensi media meliputi news online, televisi, radio, dan platform multimedia lainnya.

Bagi Wisnu Aji, wartawan Wawasan yang berkesempatan mengikuti program Dinas Kominfo Provinsi Jawa Tengah tersebut sebagai salah satu juara lomba jurnalistik, pendidikan singkat itu dirasakan punya banyak makna. “Semula saya berpikir kita akan berkutat di ruang kuliah untuk mendengarkan presentasi tentang teori-teori baru jurnalisme, tetapi ternyata ada sejumlah pengalaman yang lebih mengesankan. Saya yang dari dunia media cetak dipersentuhkan dengan praktik peliputan multimedia yang komprehensif. Ini jelas menambah pengetahuan kami,” katanya.

trs

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini