blank
Suasana saat De Bale Cengkrong diresmikan Bupati Grobogan Sri Sumarni dan dibuka untuk kali pertama pada April 2019 lalu. Foto : Hana Eswe.

GROBOGAN – Beragam inovasi dikembangkan di beberapa desa di Kabupaten Grobogan untuk menyejahterakan masyarakatnya. Tak terkecuali di Desa Cengkrong, Kecamatan Purwodadi, Guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, pemerintah desa setempat membangun tempat wisata sebagai salah satu destinasi yang patut dikunjungi wisatawan saat berada di Kabupaten Grobogan.

Tempat wisata yang baru saja diresmikan pada April 2019 itu kini terus dikembangkan Pemdes Cengkrong ini. Dengan mengambil konsep fun and edu, De Bale Cengkrong ini berhasil menghipnotis masyarakat yang membutuhkan hiburan seperti di masa lampau.

“Konsep De Bale Cengkrong ini yaitu fun and edu. Jadi orang yang datang ke sini bisa bermain sambil belajar,” kata Kepala Desa Cengkrong, Jasmi, saat ditemui suarabaru.id, Rabu (11/9).

Jasmi merupakan sosok yang paling berjasa dalam pembangunan De Bale Cengkrong ini. Pasalnya, wanita yang telah tiga periode menjabat sebagai pimpinan desa Cengkrong tersebut menilai blumbang (kolam ikan-red) yang berada di belakang Balai Desa bisa dipergunakan sebagai hal yang bernilai ekonomis.

“Kita awalnya mempunyai blumbang yang masih belum bernilai ekonomis dan hanya bisa dipergunakan untuk mancing di belakang balai desa ini. Tempat pemancingannya ini dibuka untuk umum. Seiring dengan berjalannya waktu, saya punya ide untuk melakukan pembenahan dengan membuat taman di sekitar kolam ini,” ujar Jasmi.

Tidak mudah bagi Jasmi untuk merealisasikan ide tersebut. Pasalnya, Jasmi harus melakukannya sesuai dengan prosedur yakni nembung (memohon) ke perangkat dan juga mengadakan musyawarah BPD. Dalam musyawarah BPD tersebut akhirnya diputuskan untuk melakukan pembenahan di areal kolam tersebut.

Berbagai ornamen berbahan bambu dibuat menjadi sebuah saung, hiasan di pintu masuk, bahkan kolam tersebut diatasnya dibangun sebuah jalan menyerupai dermaga di pinggir pantai. Di dalam kolam tersedia becak air yang bisa dipergunakan untuk umum dengan membayar sewa Rp 5 ribu sepuasnya.

Di depan dermaga, resto dengan menu unik yakni menu sawah disediakan untuk mengisi perut wisatawan. Harga yang disajikan juga murah yakni mulai Rp 8 ribu. Menu sawah yang dipergunakan di dalam resto ini mengingatkan suasana di desa, yang menggambarkan proses petani bertanam hingga mamenen padi. Menu tersebut antara lain, menu matun (menyiangi rumput), menu ndhaut (mencabut bibit padi dari persemaian), dan menu tandur (tanam), serta menu panen (memetik padi).

Selain itu, tempat wisata ini juga dilengkapi wahana outbound seperti flying fox, treetop, rintangan laba-laba yang dikatakan lengkap untuk ukuran di Kota Purwodadi ini,

“Rata-rata kalau ramai itu pas weekend. Hari biasa juga masih kondusif. Kita juga terus melakukan promosi dan menawarkan kepada masyarakat sesuatu yang berbeda di De Bale Cengkrong. Ya itu tadi, konsep fun and edu yang menawarkan segala ciri khas tentang budaya jaman dulu yang bisa diperkenalkan kepada anak-anak,” imbuh Jasmi.

blank
Konsep alami dikembangkan di De Bale Cengkrong dengan prinsip uri-uri budaya Jawa melalui nostalgia permainan, seni dan pertunjukkan serta kuliner jadul. Foto: Hana Eswe.

Selain fasilitas tersebut, pihaknya juga membangun taman lalu lintas. Taman ini dibuat dengan maksud agar anak-anak dapat bermain sambil belajar menghapal rambu-rambu lalu lintas.

Selain itu, kolam ciblon juga dibangun untuk wisatawan anak yang hendak bermain air sepuasnya. Untuk dapat menikmati kolam ini dikenakan tariif Rp 5 ribu dengan durasi sepuasnya.

Libatkan Masyarakat Setempat

Dikatakan Jasmi, luas Desa Cengkrong keseluruhan yakni 600 ha. Di desa ini terdiri enam dusun dengan 56 RT dan 8 RW. Jumlah penduduk 7.000 jiwa dan mayoritas mata pencahariannya sebagai petani dan buruh tani.

Adanya kondisi ini juga menjadi alasan Jasmi dan jajarannya membangun De Bale Cengkrong ini. Yakni, pendapatan yang diperoleh warganya dengan menjadi petani dan buruh tani masih berada di ekonomi menengah ke bawah.

“Kami berpikir bahwa ekonomi masyarakat bisa meningkat jika kita bisa memunculkan destinasi wisaya. Tentu saja, dengan konsep desa wisata itu nantinya juga ikut menggeliatkan perekonomian warga Desa Cengkrong. Terbukti, setelah adanya tempat wisata De Bale Cengkrong ini, perekonomian warga yang berjualan di sekitar kami juga ikut terangkat. Kita libatkan semua warga Desa Cengkrong. Saat ini sudah ada 38 orang yang bekerja di De Bale Cengkrong dan keseluruhan memang dari Desa Cengkrong,” paparnya.

Jasmi menjelaskan, pihaknya mengajak anak-anak muda dan ibu-ibu dari Desa Cengkrong ini untuk mengembangkan De Bale Cengkrong. Mereka yang bersedia bekerja di sana, dipersilakan. Guna melakukan pemerataan, warga yang dilibatkan tersebut diambil dari 6 dusun yang ada di desa tersebut.

Wisata Agro

Dalam manajemennya, Jasmi menjelaskan De Bale Cengkrong hanya mengangkat konsep seni jaman dulu yang sifatnya fun and edu. Di sini, De Bale Cengkrong menampung anak-anak yang menari jawa atau belajar gamelan. Ke depan, pihaknya terus melakukan inovasi  agar jumlah wisatawan juga ikut terangkat.

“Pengembangan selanjutnya yang akan kita lakukan adalah pembuatan agro wisata, Nantinya, wisata agro ini diletakkan searah dengan jalur outbound, di atas lahan milik bandha desa. Dengan adanya agro wisata ini, wisatawan juga diajak untuk belajar memetik buah dan sayuran yang menjadi potensi hasil bumi Desa Cengkrong ini. Dengan wisata petik sayur dan buah sekaligus membayar sendiri di kompleks wisata agro ini,” ungkapnya.

Jasmi menyatakan, semua yang dilakukan ini merupakan persembahan dirinya sebagai putera daerah Kabupaten Grobogan agar menjali lebih maju. Meski demikian, Jasmi tak menyangkal adanya persaingan seiring dengan munculnya desa-desa wisata lain di beberapa tempat di kabupaten ini.

“Memang saya akui bermunculan tempat wisata di Kabupaten Grobogan. Baru-baru ini ada pengembangan desa wisata di Tanjungsari dan Karangsari dengan konsep hampir-hampir sama dengan De Bale Cengkrong ini. Kita bersaing saja dengan positif,” ujarnya.

Jasmi memegang prinsip bahwa di De Bale Cengkrong sudah mempunyai konsep yang menjadi ciri khas yakni prinsip uri-uri budaya Jawa di dalam kompleks wisata tersebut.

“Kita memang serba alami yakni dengan mengusung seni dan budaya jaman dulu. Dengan ornamen bambu-bambu yang sederhana. Tetapi dengan adanya ini, kami akan terus berinovasi sebab menurut saya sendiri, ini belum cukup. Ke depan kami berharap, De Bale Cengkrong ini sebagai salah satu destinasi wisaya yang dikenal masyarakat. Inovasi ini nantinya lebih kepada pengembangan seperti agro wisata, permainan tradisional, outbound, pertunjukan seni. Semua ini hanya untuk kesejahteraan masyarakat Desa Cengkrong.

Apapun yang  menjadi potensi Desa Cengkrong ini, kita kembangkan dengan baik, kita promosikan kepada masyarakat luar Grobogan lewat De Bale Cengkrong ini dan hasilnya lebih kepada  kesejahteraan warga masyarakat Desa Cengkrong,” pungkasnya.

Itulah yang terjadi di Desa Cengkrong, mengubah kolam atau blumbang yang kemudian menjadikan desa dan warga menjadi gemilang.

Suarabaru.id/Hana Eswe.