BLORA – Janur masih sulit dicari di Blora. Langkanya janur, karena pohon-pohon kelapa di kabupaten penghasil kayu jati banyak yang mati diserbu hama kwang-wung, dan kondisi tersebut sudah terjadi lebih dari 10 tahun.
Janur, indentik dengan Syawalan (bada kupat), yakni tradisi yang hingga kini masih terjaga secara turun temurun di masyarakat dengan membuat kupat (ketupat) dan lepet.
Janur (daun kelapa muda yang berwarna kuning) digunakan untuk membuat selongsong atau bungkus ketupat dan lepet.
“Pohon kelapa di desa-desa mati berindil sudah lama, sehingga warga sulit cari janur,” beber Suparno (48), warga Japah, Kecematan Japah, Blora, Minggu (9/6).
Untuk mendapastkan janur, tambahnya, keluarga dan tetangganya harus pergi ke pasar, membeleli janur untuk selongsong kupat-lepet yang didatangkan bakul dari Rembang, Pati, dan Tuban, Jatim.
Susahnya mencari janur untuk membuat kupat dan lepet Syawalan, juga dialami warga lainya di Blora, seperti warga pedesaan di Kecamatan Jepon, Kunduran, Jiken, Randublatung, Jati, dan wilayah lainnya.
“Di desa saya sudah tidak ada janur, sudah jarang ada pohon kelapa,” ungkap Juwari (43), warga Randublatung. .
Seperti Syawalan tahun sebelumnya, menurut Wartono (46), penduduk Desa Jetak, Kecamatan Kunduran, mengaku susah mencari janur, karena pohon kelapa di desanya juga desa lainnya sudah lama mati diserang kwang-wung.
Rusak Berindil
Pengamat pertanian di Blora, Sudarwanto, membenarkan pohon kelapa sudah jarang tumbuh di kabupaten paling timur di Jateng tersebut. Pohon kalapa rusak, daunnya ‘’berindil’’ dan mati akibat hama kwang-wung.
Menurutnya, kwang-wung adalah hama pembunuh nomor satu pohon kelapa, dan serangannya massive di seluruh Blora, terjadi sejak 10-12 tahun lalu.
Dinas Pertanian, tambanhnya, sudah berupaya menanam secara masal, membantu masyarakat bibit kelapa di desa-desa, namun hasilnya masih belum tampak.
“Hasil pengamatan saya, desa-desa di Blora langka pohon kelapa akibat hama kwang-wung yang mengganas sejak 10 tahunan lalu,” tambahnya.
Hama kwang-wung, lanjut Sudarwanto, jarang menyerang pohon kelapa di daerah yang ada pantainya seperti Rembang, Pati, Juwana dan Tuban, karena hama itu tidak tahan udara yang mengandung garam.
Diperoleh informasi, janur-janur membanjiri pasar di Blora, adalah datang dari luar daerah, perikat sekitar 50 lembar dijual 40.000 sampai Rp 50.000, untuk satu selongsong ketupat seharga Rp 1.000.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupatern Blora, Hj Reni Miharti, membenarkan populasi pohon kelapa di Blora sangat lamban, hasil penanaman baru belum tampak hasil.
“Soal budi daya pohon kelapa, kita kalah jauh dibanding Rembang, Pati, Tuban, dan daerah pantura yang aman dari hama kelapa,” jelasnya.
Dalam lima tahun terakhir, lanjut Reni, Dinas yang dipimpinnya melakukan pencegahan dan pengendalian besar-besaran hama pembunuh nomor satu pohon kelapa tersebut.
Program lain, Pemkab melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan sedang mengembangkan tanaman kelapa di pedesaan, dan memberi bantuan bibit kelapa kepada warga.
Suarabar.id/Wahono