blank
TUNTUTAN : Karyono, JPU dari Kejari Blora, saat membacakan tuntutan sidang kasus gula non-SNI, Rabu (2/1). Foto : Wahono/

BLORA – Setelah ditunda dua kali, sidang tuntutan terhadap terdakwa Lie Kamadjaja akhirnya  dibacakan oleh JPU Karyono, Rabu (2/1), dengan menuntut pidana enam bulan, dan barang bukti gula dirampas untuk negara.

Menurut jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah karena memiliki sertifikat gula, tetapi telah dicabut dengan sengaja oleh institusi terkait.

JPU tunggal itu menuntut pidana enam bulan, karena terdakwa memperdagangkan  atau mengedarkan, memberi jasa, dan menjalan proses atau sistem yang tidak sesuai dengan (atau) penomoran Standar Nasional Indonesia (SNI).

Terhadap permasalahan tersebut, Kamadjaja dinilai melanggar pasal 25 ayat (2), sebagaimana diatur dalam pasal 65 UU RI Nomor 20 tentang standarisasi.

Barang bukti gula 24.990 karung (271 karung, 2.312 karung,  21.957 karung ) yang tersimpan di dua gudang di Kecamatan Ngawen dan Kecamatan Kunduran, Blora, dirampas untuk negara.

Mendengar tuntuan JPU, sontak mengagetkan puluhan pengunjung sidang yang sebagian besar para petani tebu, karena selama ini mereka aktif hadir mengikuti sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Blora.

“Di website www.sertifikasibbia.com BBIA Bogor SNI PT GMM masih katif, saksi-saksi juga menyebut tidak tahu ada pencabutan,” ungkap Anton Sudibyo, petani tebu asal Japah, Blora.

blank
KECEWA : Dihadapan wartawan, Lie Kamadaja (tengah), didampingi pengacara Heriyanto (kiri), dan Idris (kanan), menyatakan kekecewaannya dengan tuntutan JPU. Foto : Wahono/

Abaikan  Fakta

Didampingi dua pengacaranya, Heriyanto dan Idris, Lie Kamadjaja menyatakan akan melakukan pembelaan (pleiodi) pada sidang lanjutan, Rabu (10/1).

“Seharusnya JPU menuntut bebas klien kami. JPU mengabaikan banyak fakta di persindangan,” tandas Heriyanto.

Munurutnya, tuntutan memang menjadi hak JPU, tetapi kalau tuntutannya tidak sesuai dengan fakta di persidangan, ini yang memunculkan tanda tanya besar, dan ada apa dengan tuntutan tersebut.

Lie Kamadjaja, mantan Direktur Utama (Dirut) PT Gendhis Multi Manis (PT GMM), dan mantan Dirut PG Industri Gula Nusantara (IGN) Cepiring, Kendal, menyatakan kecewa dengan tuntutan JPU.

Pabrik gula (PG) Blora (PT GMM) yang didirikannya, sampai saat ini dianggap seperti anak kandungnya sendiri, termasuk orang-orang yang di dalamnya. Jadi misal ada pencabutan SNI, dia harus tahu, dan pegawainya wajib memberitahu.

“Tidak ada pencabutan SNI, tidak ada arsip dan buktinya, saya menduga ada pihak yang bermain di belakang ini semua ini,” katanya.

Sebelumnya, sidang tuntutan ditunda untuk kali kedua, permasalahannya seperti sidang sebelumnya, sidang ke-18 dengan agenda tuntutan terdakwa kembali ditunda, karena JPU belum siap dengan dokumen penuntutan.

“Perkara ini jadi atensi publik, untuk menyusun rencana tuntutannya, kami ajukan persetujuan di level Jakarta (Kejaksaan Agung, Red), beber Hari Hariyadi, JPU saat sidang Senin, 17 Desember 2018.

Sidang tuntutan atau sidang ke-19, berlangsung sekitar satu jam, dengan majelis hakim Dwi Ananda FW (ketua), Morindra Kresna Endang Dewi Nugraheni (anggota),

Diberitakan sebelumnya, Lie Kamadjaja melalui tim pengacaranya yang diketuai Heriyanto, membantah gula miliknya (eks gula PT GMM) yang masih tersimpan di dua gudang di Blora, dan disegel polisi (Polda Jateng) adalah gula non-SNI.

Lie Kamadjaja menjelaskan, pihaknya menyimpan gula sebanyak  21.957 ton atau 2.312 karung (dua gudang) di Blora, karena saat itu dalam proses peralihan PG Blora (PT GMM) ke PT GMM Bulog.

Dalam sidang-sidang sebelumnnya, saksi karwayan PT GMM yang diajukan JPU, semuanya tidak ada yang bisa memberi keterangan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) PT GMM telah dicabut.

Bahkan terungkap di persidangan, sejak 22 Juni 2017 hingga saat persidangan digelar, status di website www.sertifikasibbia.com BBIA Bogor, Jabar, ternyata sertifikat SNI gula PT GMM masih aktif.(suarabaru.id/wahono)