blank
Kiai Anashom (tengah) saat menyampaikan pendapatnya tentang peringatan Hari Ibu

SEMARANG– Peran ibu di era generasi gadget saat ini menghadapi tantangan yang semakin berat dan rumit. Hal itu terkait dengan semakin memudarnya perilaku tatakrama pada anak-anak akibat terpengaruh kesibukan bermain gadget di dunia maya. Kondisi tersebut sangat berbahaya bila sosok ibu sebagai orang tua lepas kontrol terhadap anak-anaknya. Maka diperlukan sentuhan kreasi yang lebih kreatif dalam mendidik anak di era gadget ini.

“Intinya, peran ibu begitu penting dalam upaya mendidik anak, yang akan menentukan masa depan mereka, Peran yang vital tersebut jangan sampai tergantikan oleh keberadaan gadget. Sosok ibu harus tetap dominan dalam pendidikan karakter anak-anaknya,” tegas Ketua I Yayasan Masjid Raya Baiturrahman Drs KH Anashom, M.Hum pada dialog interaktif  program ‘Ulama Menyapa’ yang disiarkan Live di TVKU, Senin (17/12/2018).

Dialog yang dipandu host Myra Azzahra, juga menampilkan narasumber Dr KH Achmad Izzuddin MAg, dari Komisi Dakwah, Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng. Dialog yang mengusung tema Sosok Ibu dalam Perspektif Islam, diprogramkan oleh MUI Jateng dalam rangka memeringati Hari Ibu, yang akan jatuh pada 22 Desember 2018.

Anashom yang juga Ketua PCNU Kota Semarang menegaskan, ada tiga karakteristik serta kodrati ibu terhadap anak. Yakni mengajar, mendidik dan mengasuh, Predikat ini harus tetap melekat, jangan sampai luntur. Mengingat ketiga tugas mulai tersebut yang akan menentukan kualitas anak-anak untuk tumbuh menjadi generasi yang tangguh sebagai tunas bangsa.

Dr KH Izzuddin menegaskan pula, sosok ibu mendapat porsi yang sedemikian terhormat dalam Islam. Misalnya hadis yang sangat popular menyebutkan, surga ada di telapan kaki ibu.  Kemudian Rasul juga menyebut ibu sebanyak tiga kali baru kemudian bapak, yang menggambarkan kepatuhan atau bakti anak terhadap orang tua, porsinya dua pertiga kepada ibu dan sepertiga kepada bapak.

Dalam dialog interaktif juga muncul lontaran dari kedua nasum terkait dengan penyebutan khas, istimewa terhadap ibu dalam konteks Jawa. Ada yang memanggil simbok, emak, biyung, yang menggambarkan hubungan emosional yang luar biasa antara ibu dan anak. Kearifan lokal tersebut, kata Kiai Anasom harus terus dipertahankan di tengah penetrasi budaya asing yang semakin menguat saat ini.

Dalam konteks ini, lanjut Dr Izzuddin, memeringati Hari Ibu merupakan hal yang esensial dan positif untuk dilakukan. Dari peringatan tersebut ada momentum untuk bermuhasabah sekaligus menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas peran ibu yang luar biasa di tengah keluarga, masyarakat hingga perannya yang kadang harus ikut banting tulang membantu suami mencari nafkah.

Munculnya pendapat yang menegaskan peringatan Hari Ibu sebagai perbuatan bid’ah, Kiai Anashom menambahkan, dalam amalan ibadah, kita tidak bisa hanya terfokus oleh satu dalil, yang akan menyempitkan pemikiran dan pemahaman kita. Sebab banyak pula dalil yang justru mengajak untuk menciptakan kebaikan-kebaikan. Jadi, tidak perlu mengatakan bid’ah terhadap berbagai peringatan hari besar. Walisongo berhasil mengembangkan Islam di tanah Jawa karena menggunakan tradisi lokal bukan menghilangkan tradisi yang sudah ada.

Menurut Anashom, memperingati Hari Ibu sebagai hal yang bagus. Rasul minta agar kita menciptakan kebaikan-kebaikan. Bila kita membuat kebaikan dan kemudian diikuti oleh salah seorang orang atau banyak orang, maka kita  yang merintis akan mendapat pahala dari orang yang melakukannya.(suarabaru.id/sl)