blank
Lobang biopori plus yang sedang diuji coba di Kampung Organik Pinggirejo RW 07 Kelurahan Wates, Kota Magelang, SMNet.Com/dh

 

MAGELANG- Kampung Organik Pinggirejo RW 07 Kelurahan Wates, Kota Magelang, melakukan uji coba inovasi baru bernama ‘biopori plus’. Inovasi ini merupakan penggabungan dua fungsi menjadi satu wadah. Yakni biopori sebagai resapan air, dan juga menjadi tempat pembuatan pupuk kompos.

Pembina Kampung Organik Pinggirejo, Berdiyanto menerangkan, ide ini murni muncul dari warga RW 07 yang sudah cukup lama mengelola kampung organik. ‘’Gagasannya sederhana, yakni bagaimana caranya agar biopori itu tidak hanya berfungsi menjadi resapan air, tetapi memiliki fungsi lain,’’ ujarnya kemarin.

Menurutnya, biopori biasanya berukuran kecil,  sekecil paralon yang dibuat di beberapa titik. Karena ukuran kecil, maka sering tidak mampu menampung air hujan yang terkadang volumenya tinggi, sehingga fungsi biopori kurang maksimal.

Supaya fungsinya maksimal, lanjutnya, dia bersama warga menggagas membuat biopori yang multifungsi. Akhirnya membuat biopori dengan ukuran cukup besar yang fungsinya tidak hanya untuk resapan air, tapi juga sekaligus pembuatan pupuk kompos.

‘’Kami buat biopori berbentuk kotak ukuran 70×40 cm dan kedalaman 60 cm. Di dalam kotak ini, dimasukkan krat minuman  dengan fungsi menampung sampah organik. Di bagian atas dilindungi dengan ram besi dan di bibir lubang dicor agar lebih kuat,’’ tuturnya.

Sistemnya sederhana, yakni sampah organik seperti daun-daunan, buah, dan sayuran dimasukkan ke dalam biopori. Saat hujan, biopori ini berfungi sebagai resapan air sekaligus dapat mempercepat pembusukan sampah organik.

‘’Untuk menjadi kompos, kira-kira butuh waktu sekitar 20 hari. Setelah 20 hari, kita angkat kratnya dan isinya diambil untuk dijemur. Setelah kosong diisi kembali dengan sampah organik,’’ terangnya.

Ketua RW 07 Kampung Pinggirejo, Sukaryadi mengemukakan, inovasi ini sangat sederhana dan diklaim tidak ada di tempat lain alias yang pertama. Biopori Plus ini bisa diterapkan di mana saja, termasuk kampung-kampung yang lahannya sempit.

‘’Pembuatannya  bisa di jalan kampung atau gang, bisa pula di pekarangan rumah. Biayanya memang tidak murah, karena satu lubang sampai Rp 300.000. Yang mahal di besi pelindungnya,’’ jelasnya.

Dia menjelaskan, biaya untuk membuat biopori plus berasal dari kas kampung. Untuk sementara baru diuji coba sebanyak 5 buah lubang yang dibuat di area basecamp Kampung Organik.

‘’Baru dimulai 2 April lalu dan biopori sudah diisi dengan sampah organik. Kami berharap dengan adanya biopori plus ini produksi pupuk kompos meningkat dari biasanya 60 kg/bulan. Sisi lain sampah yang terolah akan lebih banyak,” ungkapnya. (SMNet.Com/dh)