blank
Koordinator LSM Masjaka Mahfudin saat memantau jalannya pilkades di Desa Randusari, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal. Foto: Harviyanto

BREBES – Persiapan pelaksanaan pemilihan kepala desa dengan sistem elektronik (e-voting) di Kabupaten Brebes menuai kritik dari aktifitas masyarakat yang mengatasnamakan LSM Masjaka. Mereka menilai, Kabupaten Brebes yang terdiri dari 292 desa belum siap untuk melaksanakan pilkades dengan sistem tersebut.

“Kalau melihat kesiapannya, kami anggap Brebes belum siap untuk melaksanakan Pilkades e-voting,”terang Kordinator LSM Masjaka, H. Mahfudin ditemui saat memantau pelaksanaan Pilkades sistem manual di Desa Randusari, Kecamatan Pagerbarang, Kabupaten Tegal, Rabu (20/11).

Pria yang pernah menjadi komisioner KPU Kabupaten Brebes periode 2003-2013 ini menyebut, sampai dengan ini panitia Pilkades tingkat Kabupaten Brebes tampak terseok-seok dan gaduh dalam mempersiapkan hajat demokrasi di tingkat desa. Itu dibuktikan dengan belum semua perangkat e-voting yang dibutuhkan tiba di Brebes. Padahal, untuk waktu pelaksanaan Pilkades gelombang dua di wilayah selatan tinggal menyisakan waktu 17 hari.

Dia menilai, pilkades dengan sistem elektronik dikhawatirkan akan merongrong marwah demokrasi di tingkat desa. Pasalnya dikhawatirkan sistem tersebut diretas oleh pihak tidak bertanggung jawab. Sehingga ini akan merugikan para calon kades.

Selain itu, lanjut dia, Pilkades dengan sistem e-voting juga akan mengurangi kemeriahan pesta demokrasi di desa. Itu karena pemilih nantinya akan dipisahkan di beberapa tempat pemungutan suara (TPS). “Sementara kalau sistem manual, atau menggunakan kertas, proses pencoblosan akan disatukan di satu tempat, seperti yang sedang berlangsung di Desa Randusari ini,” terang Mahfudin.

Terkait pembiayaan sendiri, lanjut dia lagi, Pilkades e-voting tentu akan membutuhkan dana jauh lebih banyak dibandingkan dengan sistem manual. Dimana, untuk pilkades e-voting di tiap desa membutuhkan biaya untuk belanja perangkat elektronik senilai Rp 70 juta, ditambah bantuan dari APBD berkisar antara Rp 40 juta – Rp 45 juta, tergantung besar kecilnya jumlah DPT.

“Sedang kalau pilkades manual, hanya membutuhkan anggaran sekitar Rp 80 – Rp 90 juta saja,” tandas dia.

Terkait penganggaran pilkades e-voting konon dialokasikan melalui dana desa. Tentunya itu juga perlu dikaji apakah melanggar aturan yang diatasnya atau tidak. Mengingat kesiapan Pilkades e-voting belum siap 100 persen, maka pihaknya menyarankan agar e-voting ditunda terlebih dulu, dan kembali dengan sistem manual atau kertas. Tentu dengan konsekuensi jadwal pemungutan suara diundur satu pekan.

Lebih lanjut, Mahfudin menyebut Brebes tidak perlu latah dengan pelaksanaan pilkades e-voting yang sudah dilaksanakan di daerah lain. Artinya, Brebes tidak harus memaksakan diri untuk melaksanakannya. Apalagi, ketentuan dalam perda maupun perbup juga ada pilihan dimana desa bisa melakukan pilkades manual (coblos kertas) atau e-voting.

Terpisah, Camat Wanasari Nurudin saat ditemui di ruang kerjanya mengaku optimis desa di wilayahnya bisa melaksanakan pilkades e-voting. Dijelaskan, ada enam dari 20 desa di wilayah kerjanya yang akan melaksanakan pilkades serentak pada Tanggal, 22 Desember nanti. Keenam desa itu meliputi Kertabesuki, Keboledan, Pebatan, Dumeling, Tegalgandu dan Glonggong. “Kita sudah siap untuk melaksanakan pilkades e-voting. Ini diawali dengan rekrutmen panitia yang mensyaratkan bisa mengoperasionalkan komputer,”tegas dia.

Meski begitu, pihaknya tidak bisa berbicara tenis, mengingat sampai dengan saat ini alat tersebut belum datang. Disamping enam desa yang melaksanakan pilkades itu juga belum membayar perangkat SID ke pihak vendor.

Suarabaru.id/harviyanto