blank
Mariamen, seniman patung macan kurung yang masih tersisa (Foto: Kanal Budiarto).

JEPARA (SUARABARU.ID)- Karya seni ukir di Jepara yang paling ikonik salah satunya adalah Macan Kurung. Sebuah patung yang terbuat dari kayu utuh yang berbentuk seekor Harimau dikrangkeng dalam jeruji dan kakinya dirantai dengan sebuah bola.

Maha karya Asmo Sawiran, seorang seniman ukir Jepara yang hidup di Abad ke-18 ini seolah abadi di tengah surutnya industri mebel di Jepara. Dari sekian banyak pengukir di Jepara suarabaru.id  bertemu dengan seorang seniman ukir spesialis pembuat patung Macan Kurung yang masih tersisa di Jepara.

blank
Karya terakhir Mariamen. sejak saat itu belum pernah ada order lagi.

Pria bernama Mariyamin ini belajar mengukir sejak kecil. Ia berguru pada Mbah Tarom, perajin macan kurung yang tinggal satu desa dengan Mariyamin.

Sedang Mbah Tarom sendiri semula belajar mengukir Macan Kurung dari Mbah Sunardi, seorang maestro Macan Kurung yang tinggal di Belakang Gunung Desa Mulyoharjo, Jepara. Mbah Sunardi sendiri adalah salah satu cucu Mbah Asmo Sawiran dari Mbah Astro Sarwi.

Namun yang menjadi ironi, pengukir berasal dari Desa Kawak, RT 03 RW 01 Dukuh Ngipik, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara ini sudah beralih profesi bukan sebagai pengukir. Melainkan merantau ke Jakarta kerja serabutan di  Muara Karang, Pluit Jakarta Selatan. Ia akan pulang jika ada pesanan.

Kepada suarabaru.id, Mariyamin mengaku mulai mengukir sejak kelas 4 SD. “Saya awal mulai mengukir dilatih oleh tetangga saya yang bernama Mbah Tarom, yang belajar mengukir di belakang gunung”, ujar Mariamen membuka percakapannya.

Belakang gunung (saat ini adalah Desa Mulyoharjo Centra Patung) adalah kawasan seniman ukir yang pertama kali dipromosikan oleh RA. Kartini hingga bisa mengikuti pameran di Den Haag Belanda pada tahun 1898, dengan seorang senimannya yang terkenal Saat itu bernama Singowiryo kakak kandung Asmo Sawiran.

Sebab, konon dari padukuhan yang terletak dibalik bukit Loji Gunung Jepara ini seni ukir Jepara mulai berkembang. Dalam legenda seni ukir Jepara, Sungging Prabangkara jatuh di tempat ini bersama pahat dan  layang- layang yang dinaikinya.

Awalnya Mariyamin membuat souvenir asbak burung yang kemudian dipasarkan di daerah Tahunan. “Awalnya saya mencoba mencari penghasilan dari keahlian mengukir. Saat itu saya baru bisa mengukir asbak kayu yang berbentuk burung”, terang pria dua anak ini.

“Namun lama kelamaan permintaan Macan Kurung meningkat, sehingga para pengukir kebanjiran order membuat Macan Kurung”, lanjut Mariyamin.

Puncaknya Mariyamin mendapatkan order membuat kerajinan Macan Kurung dari Polres Jepara. “Saat itu Pak Kapolres akan memberikan sebuah kenang-kenangan berupa kerajinan khas Jepara yang berupa patung macan kurung”, ungkap Mariyamin.

“Seingat saya saat itu sedang masa pandemi Covid-19, saya mendapatkan pesanan 1 patung Macan Kurung dengan upah 25 juta, tidak termasuk kayu”, lanjut suami Munadiroh ini.

“Saya kerjakan selama satu bulan dengan menggunakan kayu jati utuh berdiameter 70cm dan tinggi 3 meter”, ujar Mariyamin.

“Semua detil pekerjaan saya utuh tanpa sambungan, baik itu macan yang ada di dalam kurungan, bola yang bisa menggelinding di balik jeruji kayu, bakan jeruji kayunya semuanya utuh tanpa sambungan lem apapun, dan itu karya saya yang terakhir”, cerita Mariyamin mengenang orderan tersebut.

ua/hadepe