SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Semarang (Pilwakot) mulai memanas. Kandidat bakal calon wali kota pun mulai mendapatkan rekomendasi dari Partai Politik.
Walau begitu, timbul pertanyaan di tengah – tengah warga masyarakat terkait siapakah sosok yang paling diinginkan memimpin ibukota Provinsi Jawa Tengah ini?
Pertanyaan tersebut muncul tak cuma dari warga umum, namun juga sejumlah kelompok dan komunitas, salah satunya para seniman.
Seniman yang juga Founder Kolektif Hysteria, Ahmad Khairudin mengungkapkan keluh kesahnya soal tokoh yang cocok duduk di kursi Wali Kota Semarang.
Adin Hysteria, begitu dia sering disapa, sebagai seniman muda menginginkan sosok Wali Kota yang mau berinteraksi dengan warganya. Dan tentunya bisa menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.
“Wali kota yang bisa diajak bicara dan mau mendengar masukan-masukan. Tentu saja yang peduli kebudayaan,” ujar Adin saat diwawancarai, Minggu 4 Agustus 2024.
Seniman muda yang biasa disapa Adin Hysteria ini mengatakan, kepala daerah yang ada saat ini kurang memperhatikan kelompok seniman. Hal itu terkadang terjadi karena susahnya birokrasi yang ada.
“Seperti biasa, selalu ada keterbatasan birokrasi baik legislatif maupun eksekutif, sebenarnya asal mereka mau saja meluangkan waktu untuk mendengarkan dengan seksama dan menerima banyak masukan tentu akan lebih baik,” katanya.
Walau begitu, menurutnya masih banyak orang baik yang peduli pada kota. Meskipun, terkadang pemerintah daerah hanya menganggap seni dan budaya sekedar seremonial saja.
“Dari tahun ke tahun pemahaman pemerintah akan kebudayaan sering hanya dianggap sekedar seni dan aneka tontonan padahal banyak aspek lain. Misalnya di kawasan Kota Lama, orang keturunan Tionghoa harus diajak ngobrol juga. Tata kelola gedung juga perlu dibicarakan,” katanya.
Dirinya mengaku sangat menyayangkan dengan adanya pembangunan yang mengeluarkan anggaran biaya besar di Kota Semarang namun justru malah menjauhkan komunitas seniman dari sana.
“Misalnya Oudetrap dan sekarang sebentar lagi Nartosabdo. Mereka (Pemda) buru-buru membuat perda retribusi, pasti gagal jika pendekatannya sekedar cuan (uang),” katanya.
Lebih jauh, seniman yang sudah melakukan residensi seni di beberapa negara ini pun merasa bingung dengan peran pemerintah daerah terhadap kebudayaan.
“Hal-hal semacam itu terjadi di Kota Semarang, dengan nilai APBD lumayan, mestinya bisa mengurusi hal-hal yang mendasar,” kata Adin.
Ke depannya Adin berharap siapapun Wali Kota Semarang baru yang terpilih nantinya bisa mengerti permasalahan yang terjadi di Kota Semarang. Terutama soal kesenian dan kebudayaan.
“Kita nggak berharap wali kota yang super pintar dan serba tau apapun, tapi cukup yang punya empati, peduli dan mau mendengar,” ujar Adin.
Ada Rekam Jejak Pemimpin
Sementara itu, Agung Hima, salah satu seniman teater di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang mengungkapkan harapannya untuk Pilwakot 2024. Menurutnya, sosok yang dibutuhkan warga ialah yang memiliki rekam jejak dan pengalaman memimpin.
Menurutnya, pengalaman memimpin sangat penting dimiliki oleh seorang calon wali kota. Karena dalam membangun kota serta menyelesaikan berbagai persoalan, dibutuhkan keterampilan mengambil keputusan dan manajemen organisasi.
“Yang jelas harus sudah berpengalaman, karena dengan manajemen yang bagus yang bisa mengayomi banyak orang terus memberikan solusi persoalan-persoalan masyarakat Kota Semarang, itu sangat penting sekali,” katanya.
Diketahui, Pilkada Kota Semarang akan dilakukan secara serentak pada 27 November 2024. Hingga saat ini, baru A.S Sukawijaya atau Yoyok Sukawi yang memastikan diri mencalonkan diri menjadi Wali Kota Semarang.
Yoyok Sukawi diusung koalisi Partai Demokrat (6 kursi), PKS (6 kursi), PKB (5 kursi), PAN (1 kursi), Nasdem (1 kursi) dan PPP (1 kursi) total 20 kursi DPRD Kota Semarang. Diluar koalisi itu, Partai Golkar (4 kursi) dan PSI (5 kursi) akan mengusung Dico Ganinduto. Bupati Kendal itu masih membutuhkan satu kursi untuk bisa mendaftar.
Sementara PDIP dan Partai Gerindra hingga saat ini belum memutuskan akan mengusung kadernya sendiri atau berkoalisi.
Hery priyono