SEMARANG (SUARABARU.ID) – Puluhan pasang mata tak berkedip menatap para model yang berlenggak-lenggok memperagakan modest fashion. Sebuah tren mode wanita yang tidak banyak mengekspose kulit alias tertutup.
Kegiatan yang berlangsung di Peron Stasiun Tawang Semarang, bangunan bertarikh 1864 itu jadi saksi perkembangan UKM Kriya Jateng yang modis.
Sejumlah pengunjung stasiun pun berhenti, menyaksikan pagelaran tersebut. Salah satunya, Damarjati, yang siang itu hendak menempuh perjalanan ke Surabaya dengan kereta api. Wanita asal Batulicin, Kalimantan Selatan ini mengatakan, pagelaran ini cukup unik, karena diselenggarakan di stasiun.
“Kok bisa di tempat publik. Biasanya hanya di mal, karena di sana (Kalimantan Selatan) tidak ada stasiun. Di sana juga susah cari batik,” ungkapnya, Rabu (25/10/2023).
Ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC) Semarang Chapter, Ina Priyono mengungkapkan, perkembangan mode pakaian di Jateng sangat pesat. Satu diantaranya mode modest fashion. Menurutnya, mode ini memiliki satu kekhasan yakni rapi dan cenderung tertutup. “Semua apik-apik bagus,” tuturnya.
Sementara itu Penjabat (Pj) Ketua Dekranasda Jateng, Shinta Nana Sudjana mengatakan, ajang itu merupakan upaya unjuk gigi kualitas UKM di Jawa Tengah. Menurutnya, dengan bentang alam pesisir hingga pegunungan, membawa kekhasan tersendiri pada produk kriya yang dihasilkan.
Hal itu didukung dengan dominasi umat muslim yang mencapai 97,26 persen atau 36,21 juta jiwa. Selain potensi produk yang beraneka, juga pangsa pasar yang besar bagi produk bernuansa muslim.
“Indonesia dengan populasi muslim 229 juta dan negara terbesar ketiga setelah Turki dan Uni Arab Emirate, dalam konsumsi produk modest fashion. Ini peluang bagi UKM mengembangkan produk fashion. Juga motivasi untuk mengembangkan fesyen sesuai karakter wilayah,” ujarnya.
Kepala Dinkop UKM Jateng, Eddy Sulistiyo Bramiyanto mengatakan, ajang tersebut digelar untuk mengekspose potensi modest fashion (gaya pakaian tertutup) di Jawa Tengah. Dengan potensi kontur alam dan sumber daya yang dimiliki, ia yakin Provinsi ini mampu menjadi trendsetter produk busana muslim.
Pada ajang tersebut, sebutnya, ada enam UKM yang menampilkan karyanya. Di antaranya, Batik Warna Alam si Putri, Batik Muria Kudus, Al Fath, Aldi Zahra, Batik Smile dan Batik Srihanna.
“Taglinenya adalah Jawa Tengah kiblat tren modest fashion menuju internasional. Harapannya produk fashion bisa meningkatkan pendapatan UMKM dan melibatkan masyarakat, yang akhirnya akan mengurangi kemiskinan. Multiplier effect-nya secara tidak langsung seperti itu,” pungkas Bramiyanto.
Heri Priyono