blank
Rapat organisasi Serikat Karyawan Perhutani di Semarang, Kamis malam. Foto: Sekar Perhutani

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Serikat Karyawan Perum Perhutani (Sekar Perhutani) menggelar Rapat Pengurus Lengkap di Semarang, Kamis malam (13/4/2023) usai shalat tarawih bersama.

Forum rapat tersebut antara lain untuk mengambil sikap setelah terbitnya keputusan PTUN Jakarta yang menolak Gugatan Aliansi Selamatkan Hutan Jawa terhadap penerbitan SK Kementerian LHK Nomor 287 tentang Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).

Amar putusan pengadilan yang telah disiarkan dalam Pengucapan Putusan Secara Elektronik pada tanggal 10 April 2023 pukul 13.41.54, Majelis Hakim telah bermusyawarah dan menjatuhkan putusan dengan amar: “Mengadili: dalam eksepsi: Menerima Eksepsi Tergugat tentang Para Penggugat Tidak Memiliki Kepentingan; Dalam Pokok Perkara: 1. Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima; 2. Menghukum Para Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 29.846.000 (Dua puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh enam ribu rupiah).

“Dari keputusan hakim PTUN itu kita dianggap tidak punya legal standing. Untuk itu masih ada waktu 10 hari lagi dari waktu 14 hari sejak terbitnya vonis ini, untuk menyatakan menerima keputusan tersebut atau pun untuk menolak dan mengajukan banding,” ungkap Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Sekar Perhutani, Suparman, dalam forum rapat yang diagendakan berlangsung Kamis malam dan Jumat malam (14/4/2023) itu.

Lebih lanjut, dalam forum rapat secara “hibrid” (peserta hadir di tempat rapat maupun yang mengikuti lewat teknik siaran daring), ia menilai kalau Majelis Hakim PTUN Jakarta dalam amar putusannya itu tampak tidak memperhatikan esensi materi gugatan sebagai dasar pertimbangan keputusannya.

Materi Gugatan

Sekitar pukul 14.50 pada tanggal 10/8/2022 lalu, surat gugatan berhasil didaftarkan di sistem registrasi PTUN Jakarta dengan nomor Perkara 275/G/2022/PTUN. JKT.

Organisasi Serikat Karyawan Perhutani, dalam hal ini merupakan bagian dari sejumlah elemen masyarakat yang bergabung dalam Aliansi Selamatkan Hutan Jawa yang melayangkan Surat Gugatan atas terbitnya SK 287 oleh Kementerian LHK yang dinilai sangat berpotensi mengancam kelestarian fungsi hutan di Pulau Jawa dan Madura.

Kebijakan pemerintah dalam label Surat Keputusan tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) ini menyebutkan tentang kawasan hutan negara seluas 1,1 juta hektar yang semula merupakan bagian dari wilayah kerja Perum Perhutani yang untuk selanjutnya akan dibagikan kepada masyarakat untuk dikelola secara parsial.

Adanya peraturan seperti tersebut dinilai oleh para penggugat dapat berpotensi merusak kawasan hutan negara yang masih berfungsi hutan menjadi tidak lagi jadi hutan.

Kawasan hutan di Pulau Jawa saat ini, kata  tinggal 16% saja dari total luas daratan. Masih jauh jumlahnya dari ketentuan idealnya yang sampai 30%. “Hutan dan alam bukan warisan nenek moyang. Melainkan titipan anak cucu kita guna dijaga kelestariannya. Untuk itu sejumlah kawasan hutan yang masih berfungsi dengan baik haruslah dipertahankan. Demikian filosofi dan pemikiran yang melatar memotivasi terbentuk aliansi gugatan tersebut,” kata Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Sekar Perhutani, Suparman.

Adapun lahirnya tindakan yang menggugat SK Men LHK 287 itu karena sudah dua kali aksi demonstrasi menolaknya tidak mendapatkan respon.