KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)- Di bulan Ramadan seperti saat ini, biasanya masyarakat membeli kolang-kaling untuk dibuat kolak (minuman campuran antara gula Jawa dengan santan) dan yang biasa dikonsumsi saat berbuka puasa.
Namun, permintaan kolang-kaling pada puasa Ramadan tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau tahun-tahun sebelumnya, di awal puasa banyak pedagang kolang-kaling yang datang untuk membeli. Namun, tahun ini hanya sedikit pedagang yang datang untuk membeli langsung dari para petani,” kata Widiasmoro, salah satu pengolah kolang-kaling di Dusun Sigabug, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang .
Widiasmoro mengatakan, sepinya pedagang kolang-kaling yang membeli olahannya tersebut, tidak mematahkan semangat untuk mengolah biji dari pohon aren tersebut.
“Kalau dulu, saat awal puasa banyak pedagang yang sudah “nitip” uang untuk membeli kolang-kaling. Tetapi, di tahun ini sepi, tidak banyak pedagang yang datang,” katanya.
Menurutnya, menurunnya pembelian kolang-kaling tersebut diduga karena saat ini masih merebak wabah covid-19 dan orang-orang masih dilarang untuk berkumpul.
Untuk menjual hasil olahan kolang-kaling tersebut, tidak sedikit masyarakat Dusun Sigabug menjual secara langsung ke sejumlah pedagang di Pasar Dekso, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, DIY.
Pengolah kolang-kaling lainnya Trimakno mengatakan, untuk mengatasi sepinya pedagang yang membeli langsung, dirinya mencoba memasarkan kolang-kaling secara online melalui grup whatsapp (WA).
“Untuk penjualan secara online pemesan ada yang dari sekitar yakni Borobudur, kemudian Godean, Sleman dan Gunungkidul. Ada yang memesan 20 kg maupun 50 kg,” katanya.
Menurutnya, penjualan secara online tersebut sangat membantu pemasaran kolang-kaling tersebut.
Ia menambahkan, harga jual kolang-kaling di bulan puasa ini mengalami kenaikan, dibandingkan dengan hari-hari biasanya.
Jika pada hari biasanya harganya berkisar Rp5.000 sampai Rp6.000 perkilogramnya, sedangkan saat puasa Ramadan seperti saat ini harganya mencapai Rp10.000 perkilogramnya.
Ia menambahkan, sebagian besar penduduk di Dusun Sigabug, Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, sebagai pengolah kolang-kaling.
Yakni, dari 25 KK yang tinggal di lereng perbukitan Menoreh dan berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Kulonprogo, DIY, sekitar 11 KK yang mengolah kolang-kaling.
Selain memetik sendiri dari lahan yang ada di sekitarnya, masyarakat setempat ada yang membeli secara “tebasan”.
Yakni, dari pemilik pohon aren dari wilayah Kabupaten Kulonprogo, yang secara geografis berbatasan langsung dusun tersebut.
Sedangkan untuk memroses kolang-kaling tersebut memerlukan waktu yang cukup lama. Yakni, kolang-kaling yang dipetik dari pohon tersebut, kemudian dipangkasi dari pangkal batang dan terus diolah dengan cara direbus.
Adapun prosesnya kolang-kaling yang masih ada kulitnya direbus selama 45 menit, kemudian mereka mengupasnya dengan menggunakan pisau.
Untuk menghasilkan kolang-kaling tersebut, tidak cukup direbus dan dikuliti. Melainkan hasil kupasan tersebut direndam di air beberapa hari hingga bersih. Setelah bersih, kolang-kaling baru siap diedarkan. Yon