JEPARA (SUARABARU.ID) – Sejumlah aktivis di Jepara akan menggelar seminar virtual untuk memperingati 142 tahun kelahiran RA Kartini. Acara yang akan dilakukan dalam bentuk seminar virtual tersebut mengusung tema Surat-Surat yang Tetap Bersuara pada hari Selasa,, 20 April 2021.

Lima narasumber akan mengisi acara ini yaitu  Hadi Priyanto (Penulis), Murniati (Aktivis Perempuan), M. Iskak Wijaya (Budayawan),  Indria Mustika (Guru), Abdi Munif (Pegiat Budaya). Sementara moderator Ulil Abshor, aktivis literasi sejarah Jepara.

M. Iskak Wijaya, budayawan

Sedang lembaga yang  terlibat dalam kerja bersama ini  adalah Yayasan Kartini Indonesia, Yayasan Perempuan Mandiri, Forum Penulis Jepara Literasi, TeraSS Omah Seni, Sanggar Kebudayaan BTS, MGMP Tata Busana Provinsi Jateng, TV Jepara – SMKN 3 Jepara,  Lesbumi Jepara, Rupa Reka Production  serta Lembaga Pelestari Sejarah Jepara. Seminar ini juga didukung oleh Dinas Periwisata dan Kebudayaan serta Diskominfo Jepara.

Menurut Iskak Wijaya, dari Yayasan Kartini Jepara,  Kartini sejak berumur 12,5 tahun harus menjalani  pingitan,  diisolasi dalam gerak dan ruang terbatas di rumahnya sendiri. “Meski tubuhnya seolah terpenjara, namun tidak untuk pemikirannya,” ujar Iskak Wijaya.

Sebab Kartini menuliskan perjuangan dan “perang” pemikiran melalui surat-suratnya sehingga pergulatan gagasannya menjadi abadi. “Ia mampu keluar serta melampaui batas-batas pengekangan tubuh fisiknya dengan menulis. Sebuah tulisan menjadi ruang tak terbatas untuk menjelaskan banyak hal. Pena dan kertas berubah menjadi lilin dan cahaya pencerah bagi banyak orang,” ungkap Iskak Wijaya.

Menurut Iskak Wijaya, bidang dan jangkauan pemikiran Kartini sangat luas, dari persoalan tentang kesadaran kesetaraan perempuan, spirit kebangsaan, penguatan tradisi-budaya, penguatan ekonomi dan pemasaran produk lokal, kritik pendidikan dan sistem keningratan, dialog antarbangsa, hingga pemberdayaan ukir dan batik, dan beberapa perhatian lainnya.

Oleh sebab itu menurut Iskak Wijaya, Kartini  jangan hanya dilihat sekedar sebagai figur atau tokoh, melainkan sebagai ‘gagasan yang hidup’; sebuah nilai pembebasan yang diusung oleh seorang perempuan yang meninggal pada usia 25 tahun.

“Sosok Kartini itu bukan hanya untuk diwariskan, dilestarikan, pun dipuja-puja di setiap tanggal 21 April dengan bersanggul dan berbusana adat. Namun argumentasi Kartini itu masih memungkinkan untuk menjadi salah satu kekuatan besar dalam wacana emansipasi dan pemberdayaan bangsa di Indonesia,” pungkasnya.

Indria Mustika, guru

Tumbuhkan Nilai  Kebangsaan

Sementara menurut Sekretaris Yayasan Kartini Indonesia, Indria Mustika, setidaknya terdapat 4 hal penting dari perjuangan yang dilakukan Kartini. “Kartini melakukan kritik pemikiran dalam konteks gerakan emansipasi atau kesetaraan posisi perempuan Indonesia,” ujarnya

Juga memperkuat struktur fundamental masyarakat dengan membangun ekonomi kreatif di masa itu, melalui pembinaan, penguatan dan pemberdayaan seni kerajinan rakyat seperti ukir dan batik,,” tambah  Indria Mustika yang juga Ketua MGMP Tata Busana Provinsi Jawa Tengah.

Hal penting lain adalah seluruh pemikiran RA Kartini  adalah wujud nyata untuk    mendukung serta menumbuhkan semangat kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan bangsa. “Kartini juga  membangun pendidikan perempuan berkarakter, berbudi pekerti luhur dan mandiri untuk membangun peradaban baru,” ujar Indria Mustika.

“Mengangkat pemikiran Kartini yang tertuang dalam tulisan-tulisannya sebagai reevaluasi dan reinterpretasi merupakan pilihan sederhana mengenai seorang perempuan pribumi yang memberikan segenap jiwa-raganya untuk kepentingan kemanusiaan,” tambah Indria Mustika.

Hadepe