Oleh: Hisyam Zamroni
Nusantara memiliki ragam “respon spiritual” sebagai “laku keberagamaan” dan tafsir kontekstual terhadap teks teks agama melalui peristiwa menumental seperti perayaan Iedul Fithri, Bodho Cilik, Sekatenan, Bodho Besar, Dandangan, Lombanan, Kabumi dan lain lain.
Lombanan dan Kabumi adalah respon spiritual masyarakat dimana Lombanan merupakan tradisi masyarakat pesisir yaitu tasyakuran para nelayan yang selama satu tahun telah “bergelut” mencari nafkah di lautan yang luas sehingga wujud dari tasyakurannya disebut Lombanan.

Sedangkan Kabumi adalah respon spiritual masyarakat pegunungan yaitu berupa tradisi tasyakurannya; selama satu tahun mencari nafkah di sawah bertani dan bertenak hewan, yang dalam tradisi desa Geneng Kec. Batealit Kab. Jepara menyuguhkan tradisi Pengangon atau Pangangon.
Pangangon adalah sebuah respon spiritual yang berupa “laku keberagamaan” dengan wujud rasa syukur masyarakat desa Geneng yang telah mendapatkan Rojo-Koyo selama setahun baik di sektor pertanian, perkebunan maupun peternakan dengan melalui tradisi Pangangon sehingga masyarakat dapat bertambah maju, sejahtera, bahagia dan berkembang terus menerus

Tafsir Budaya terhadap Teks agama tentang “rasa syukur” ini seperti halnya tradisi budaya Pangangon di Desa Geneng Batealit Jepara adalah tafsir kontekstual yang “melebihi zamannya” yang tidak hanya menggunakan pendekatan personal tapi lebih responsif yaitu menggunakan “pendekatan budaya” yang pelaksanaannya disengkuyung banyak orang, dilaksanakan terus menerus dan selalu up date dari zaman ke zaman.
Dari realitas diatas, memahamkan kepada kita bahwa Nguri-nguri Budaya Nusantara adalah memiliki Nilai Spiritual “Ibadah” karena jika digali dan dipahami secara mendalam ternyata laku spiritual budaya adalah tafsir teks agama yang kontekstual yang mengimplementasikan teks teks agama dalam kehidupan sehari hari secara inspiratif, komunal, budaya dan up date dari zaman ke zaman.
Penulis adalah Wakil Ketua PCNU Jepara