Arak-arakan gunungan ketupat dalam tradisi Parade Sewu Kupat Muria. Foto:Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) — Tradisi tahunan “Parade Sewu Kupat Muria” kembali digelar meriah di kawasan lereng Gunung Muria, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Senin (7/4). Ribuan ketupat (kupat) yang dibentuk dalam gunungan diarak dalam prosesi budaya yang sarat makna religius dan kekeluargaan ini.

Parade Sewu Kupat digelar bersamaan dengan Lebaran Ketupat, yang jatuh sepekan setelah Idulfitri. Warga dari berbagai desa di sekitar Muria, terutama di Kecamatan Dawe, turut ambil bagian dalam parade dengan membawa hiasan ketupat dan beragam hasil bumi.

Hadir dalam tradisi ini Bupati Kudus Sam’ani Intakoris, Wabup Kudus Bellinda Birton, mantan Bupati Kudus yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI H Musthofa yang merupakan penggagas tradisi Sewu Kupat Muria, serta sejumlah pejabat lain.

Parade dimulai area Makam Sunan Muria menuju Taman Ria Colo. Puluhan gunungan ketupat, lepet, serta hasil bumi yang berasal dari seluruh desa di wilayah Kecamatan Dawe, diarak warga dengan disertai iring-iringan atraksi seni dan budaya.

Sesampainya di Taman Ria, prosesi dilanjutkan dengan membaca doa bersama. Dan puncaknya, warga yang memadati lokasi beramai-ramai merebut gunungan ketupat yang ada.

Tradisi Sewu Kupat diyakini berakar dari ajaran Sunan Muria yang mendorong masyarakat memperpanjang momen saling memaafkan setelah Ramadan. Kupat menjadi simbol pembersihan diri dan kesucian hati.

Ribuan ketupat dalam gunungan menjadi daya tarik tradisi Parade Sewu Kupat Muria. Foto:Ali Bustomi

Bupati Kudus Sam’ani Intakoris dalam sambutannya menyampaikan apresiasinya atas pelaksanaan tradisi ini. Pihaknya ingin agar tradisi ini bisa menjadi atraksi budaya Kudus yang dikenal secara lebih luas.

Bahkan, Sam’ani akan memproyeksikan agar tradisi sewu kupat Muria tahun depan bisa mencetak rekor MURI.

“Saya ingin agar tahun depan, tradisi Sewu Kupat Muria ini bisa mencetak rekor MURI,”kata Sam’ani.

Mantan Bupati Kudus H Musthofa juga menyatakan bahwa tradisi Sewu Kupat Muria ini sarat makna yang mendalam. Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Kudus khususnya wilayah Kecamatan Dawe, atas limpahan nikmat yang diperolehnya

“Dalam tradisi ini ada makna yang mendalam bagaimana kita menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan, serta berharap keberkahan dari Sunan Muria,”katanya.

Kepala Disbudpar Kudus, Mutrikah, menyatakan Parade Sewu Kupat Muria memiliki daya tarik budaya yang kuat dan bisa dikembangkan melalui berbagai format kreatif. Salah satu ide yang tengah dikaji adalah menata gunungan kupat, lepet, serta hasil bumi secara estetik di sepanjang jalur menuju Taman Ria dari kawasan Makam Sunan Muria.

“Tidak hanya dikirab seperti biasanya, kami membayangkan kupat dan lepet bisa disusun artistik sepanjang jalan, menciptakan visual yang unik dan ikonik,” terangnya.

Ia juga menyoroti keunggulan lanskap Kudus yang memiliki nilai lebih. Dengan latar Gunung Muria, panorama alam yang asri, serta jalur jalanan berkelok khas lereng gunung, prosesi parade akan menjadi daya tarik wisata yang luar biasa.

“Kudus punya kekuatan alam dan budaya yang tidak dimiliki daerah lain. Ketika Parade Sewu Kupat Muria dipadukan dengan keindahan lereng Gunung Muria dan nuansa religi Sunan Muria, ini akan menjadi pengalaman wisata yang tak terlupakan,” tutup Mutrikah.

Ali Bustomi