blank
Prof Dr H Ahmad Izzuddin MAg (kiri). Foto: dok/majt

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Ketua Umum Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Prof Dr H Ahmad Izzuddin MAg mengatakan, setiap jelang Ramadan masyarakat Muslim Indonesia selalu mempertanyakan, kapan awal puasa dan kapan Hari Raya Idul Fitrinya.

Menurut dia, pertanyaan ini selalu muncul, karena di Indonesia sampai sekarang belum ada kesepakatan atau konsensus (ijma’), dalam metode penetapannya.

”Tidak seperti penetapan hari raya agama lain, seperti Natal, Waisak, Nyepi dan lain sebagaimana, yang mempunyai metode penetapannya tidak berbeda-beda,” kata Prof Izzuddin, dalam keterangannya di Semarang, Selasa (25/2/2025).

BACA JUGA: Ketua TP PKK Kota Magelang Resmi Dijabat Nanik Yunianti

Pengasuh Pesantren Life Skill Daarun Najaah, Semarang itu menambahkan, untuk mengawali dan mengakhiri puasa Ramadan atau Idul Fitri, pada dasarnya Nabi Muhammad SAW telah memberikan tuntunan, sebagaimana disebut dalam hadist Buchari Muslim.

Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Bila tertutup oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi 30 hari,” demikian bunyi hadist yang menjadi rujukan.

Namun demikian, lanjut Prof Izzuddin, dalam realitanya pemahaman hadist itu terdapat perbedaan interpretasi. Ada yang memahami “rukyah” harus dengan benar-benar melihat, dan ada yang memahami bahwa “rukyah” cukup teoritis memperhitungkan dengan ilmu (metode hisab).

BACA JUGA: Harmonisasi Hubungan Pekerja dan Pengusaha Dorong Pertumbuhan Ekonomi

”Namun di Indonesia penetapan awal Ramadan, Syawal dan Dulhijjah selama ini menggunakan metode rukyah satu wilayah negara (rukyah fi wilayatil hukmi), yang dipakai Nahdlatul Ulama, dan metode hisab wujudul hilal, yang dipakai Muhammadiyah, kalau belum memberlakukan metode Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT),” ujar dia.

Dalam perkembangannya, Pemerintah kemudian hadir dan mempertemukan antara metode hisab dan rukyah, dengan metode Imkanurrukyah. Sehingga wajar, jika masyarakat Muslim sampai sekarang masih selalu mempertanyakannya.

”Lalu bagaiamana dengan hisab rukyah awal-akhir Ramadan 1446 tahun ini? Menurut data hisab yang akurasinya dapat dipertanggungjawabkan, data akhir bulan Sya’ban 1446 H dengan markaz Menara Al-Husna MAJT Semarang, Ijtima’ terjadi pada Jumat Legi, 28 Februari 2025 M pukul 07:44:38 WIB,” jelas Prof Izzuddin lagi.

BACA JUGA: Pemprov Jateng Komitmen Sukseskan Program Swasembada Pangan

Disampaikan juga, mendasarkan pada kriteria Imkanurrukyah (tinggi hilal/toposentrik) minimal tiga derajat dan elongasi haqiqy (geosentrik) minimal 6,4 derajat, daerah di Indonesia yang memenuhi hanyalah sebagian daerah di Provinsi Aceh.

Dan atas dasar data hisab itu, jika Muhammadiyah masih tetap dengan metode hisab wujudul hilal dalam penetapannya, tidak menggunakan metode KHGT, sudah dapat dipastikan menurut Muhammadiyah awal Ramadan 1446 jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025.

Sedangkan dengan data hisab itu, Nahdlatul Ulama menekankan, rukyatul hilal kasat mata dan kasat teleskop, yang diterima di wilayah Indonesia, hanya yang berasal dari Provinsi Aceh, namun dengan syarat didukung kondisi cuaca.

BACA JUGA: Polisi dan Mahasiswa di Kota Tegal Bagikan Paket Sembako ke Warga

Sedangkan rukyatul hilal kasat kamera yang akan diterima, dapat berasal dari daerah yang dibatasi hingga lebih dari 200 Km sebelah timur garis elongasi 6,4 derajat, sehingga meliputi Provinsi Aceh-Sumatera Utara-Sumatera Barat.

”Pemerintah tentunya juga fokus tetap menunggu hasil rukyatul hilal di daerah provinsi Aceh dan sekitarnya. Karena yang masuk dalam kriteria imkanur rukyah memang hanya di daerah Aceh itu,” tambah Sekretaris Komisi Fatwa MUI Provinsi Jawa Tengah ini.

Ditegaskan olehnya, berhasil ataupun tidak, Pemerintah akan membawa hasil laporan pelaksanaan seluruh Indonesia itu, dalam Sidang Isbat. Karena diprediksi hasil rukyatul hilal baru dapat diketahui pada pukul 19:15 WIB. Maka Sidang Isbat baru dapat dilaksanakan setelah pukul 19:15 WIB.

Riyan