SEMARANG (SUARABARU.ID)– Program Studi S1 Ilmu Komunikasi (Ilkom) Universitas Semarang (USM), bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, menggelar Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian, yang berlangsung pada Selasa (18/2/2025), di Kampus USM, Jalan Arteri Soekarno-Hatta, Semarang.
Kegiatan yang mengangkat tema ‘Membangun Wartawan yang Berkompetensi Teknis dan Etis’ itu, berlangsung di Ruang Q 1.1 USM. Hadir sebagai keynote speaker Ketua PWI Jateng, Amir Machmud NS, Sekretaris PWI Jateng Setiawan Hendra Kelana, dan Ketua Badan Khusus UKW PWI Jateng, R Widiyartono.
Kegiatan itu juga dihadiri Rektor USM Dr Supari ST MT, Dekan FTIK USM Prind Triajeng Pungkasanti SKom MKom, Wakil Dekan I FTIK USM Fajriannoor Fanani SSos MIKom, Kepala Jurusan Ilmu Komunikasi USM Edi Nurwahyu Julianto SSos MIKom, Sekjur Ilmu Komunikasi USM Ami Saptiyono SIKom MIKom, para dosen dan sejumlah mahasiswa Ilkom USM, dan penyiar Radio USM Jaya.
BACA JUGA: Rektor USM Dr Supari Raih Penghargaan sebagai Tokoh Inspiratif
Dalam sambutannya, Rektor Supari mengatakan, kegiatan itu merupakan keinginan pihaknya yang diinisasi Dekan FTIK dan jajaran, terutama dari Prodi Ilmu Komunikasi USM.
”Ini terkait proses Akreditasi Program Studi (APS) Ilmu Komunikasi. Di sana ada satu ketentuan untuk mengaitkan nilai akreditasi, dosen-dosen harus mempunyai sertifikat yang menyatakan menjadi anggota asosiasi profesi, dalam kaitannya ilmu komunikasi. Oleh karena itu, asosiasi yang dipilih adalah asosiasi profesi kewartawanan,” ungkapnya.
Supari menjelaskan, sejak awal menjadi Rektor, USM telah memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan PWI Jateng. Salah satu implementasi kerja sama itu yakni Orientasi Kewartawanan dan Keorganisasian.
BACA JUGA: Jadilah Sarjana USM yang Adaptif dengan Lingkungan
Dia meminta, khususnya para dosen, agar dapat menjadi wartawan yang berkompeten dan etis sesuai etika jurnalistik. Supari juga berharap, dengan kegiatan ini dapat diakui sebagai anggota profesi kewartawanan PWI.
”Tentu kita semua mempunyai kepentingan masing-masing. PWI juga mempunyai kepentingan bagaimana menciptakan wartawan yang kompeten dan etis. USM juga punya kepentingan dimana dosen-dosen memiliki kompetensi sebagai seorang wartawan, yang tergabung dalam asosiasi profesi PWI,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua PWI Jateng, Amir Machmud NS. Menurutnya, UU Pers, UU ITE, Kode Etik Jurnalistik, menjadi pondasi khususnya bagi wartawan. Etika sebagai semacam formasi nilai-nilai, untuk memilah hal-hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
BACA JUGA: FH USM-Peradi Gelar Pendidikan Khusus Profesi Advokat
”Ada dua pemahaman, yang pertama adalah keputusan kita untuk memilih pilihan aman yang kita ambil, atau yang kita tinggalkan. Pemahaman kedua, etika operasional yang menjadi cermin, bagaimana kita menghayati kode etik jurnalistik sebagai sebuah penghayatan yang secara moral mengikat kita di dalam profesi. Karena setiap profesi memiliki kode etik,” tandasnya.
Menurutnya, banyak kalangan dari praktisi media, para akademisi, masyarakat umum yang menilai, UU ITE merupakan paradoks dari UU Pers.
UU Pers memberikan keleluasaan dalam menyampaikan pendapat, membuat kolaborasi yang cukup kuat dalam memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan menjalankan kontrol sosial.
BACA JUGA: Rektor USM Buka Kejurkot Bulu Tangkis USM-Padma Cup
”Sementara UU ITE dianggap sebagai penghambat. Sedikit-sedikit orang dijerat pasal-pasal seperti ujaran kebencian, pencemaran nama baik, dan sebagainya. Padahal menurut kami, pemahamannya tidak seperti itu. PWI Jateng selalu menempatkan segala sesuatunya di dalam media yang etis,” lanjutnya.
Amir menambahkan, potensi kontrol sosial sebagai salah satu tujuan berjurnalistik dan bermedia, ternyata memiliki pelanggaran dan penyimpangan luar biasa. Terlebih jika dilakukan semena-mena, hingga dapat dirasakan secara nyata di masyarakat.
UU Pers dan UU ITE tidak hanya untuk melindungi wartawan dan media dalam menjalankan tugas profesi, tetapi juga melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya kesewenang-wenangan wartawan dan media.
”Pancaran kode etik itu bukan dari mana-mana, buka karena paksaan, bukan karena regulasi, tetapi bagaimana hati nurani wartawan dan media memberikan yang terbaik dalam menjalankan tugas dan profesinya,” tukasnya.
Riyan