
Keduanya membentuk realitas baru yang tak dapat dicegah dampaknya. Diantaranya ialah alienasi. Alienasi atau keterasingan pada mulanya diperkenalkan oleh Karl Marx sebagai dampak dari kapitalisme terhadap masyarakat.
Menurut The Cambridge Dictionary of Psikologi, alienasi merupakan rasa keterpisahan manusia terhadap pengalaman. Terputusnya manusia terhadap hakikat alamiahnya sebagai manusia sosial.
Dengan kata lain, alienasi menciptakan disorientasi terhadap dirinya sendiri, membangun dinding terhadap orang lain dan masyarakat.
Seturut dengan Marx, alienasi datang sebagai akibat dari neo-kapitalisme berwajah teknologi digital. Ia merupakan gejala neurosis atau mental.
Manusia hari ini terkungkung dan terjebak dalam pemenuhan hasrat material dan aktualisasi semu yang tak ada habisnya, misalnya ombak budaya populer, K-pop, Fesyen, Tiktok, Pop Musik, Game online, Serial film dan Viralitas.
Pakar psikologi Unversitas Airlangga, Atika Dian Ariana MSc, MPsi, menyoroti adanya korelasi positif antara kencanduan media sosial dengan gejala neurosis atau mental. yakni kecemasan, depresi dan obsessive compulsive disorder (OCD).
Hal ini tentu merupakan indikasi bahwa media sosial dan segala fitur mutakhir di dalamnya mempunyai andil besar dalam hegemoni psikologis masyarakat.
Ironisnya, media sosial bukanlah sebagaimana alam nyata, dimana segala dialektika manusia secara organik tumbuh dan menciptakan kesepakatan sosial atau Koentjaraningrat sebut sebagai kebudayaan.
Bukan! Media sosial adalah wahana industri baru, ia dikuasai oleh segelintir perusahaan untuk memenuhi target-target pasar. fitrah manusia dalam kacamata industri menjadi semu, ia tidak lagi entitas yang berkehendak. Melainkan komoditas yang digerakan oleh pasar.
Kesadaran
Maka kesadaran adalah kunci. Adam zeman mengartikan kesadaran sebagai keterjagaan atau kondisi bangun, hal ini juga menyiratkan kondisi pikiran yang senantiasa bangun dan menyadari realitas dalam komposisi pengetahuan yang ideal.
Kesadaran ini juga selaras dengan rambu moral manusia jawa, “Eling lan Waspada“. Eling dalam artian ini dapat disandarkan pada artian sadar, sementara waspada merupakan bentuk kewaspadaan atau awareness.
Dengan kata lain kesadaran menciptakan konstruksi pikiran yang demikian : kesadaran membuat kita mengetahui pengetahuan; pengetahuan mengantar kita pada konsepsi terhadap realitas; realitas menentukan setiap keputusan.
Sebagai generasi baru, di tengah ombak materialisme dan disorientasi identitas, budaya bahkan politik-ekonomi hari ini. Hal yang perlu kita lakukan hari ini adalah menjaga kewarasan dan kesadaran dengan membangun basis literasi serta membangun simpul-simpul dialektika pemikiran.
Mengingat bahwa dunia telah terbelah menjadi dua kutub, yakni dunia maya dan nyata serta keduanya memiliki watak dan realitas berlainan. Maka self-awarness dan membangun kesadaran kritis merupakan landasan berpikir yang niscaya.
Kendati mengikut pada arus populer yang makin mengikis identitas diri, menciptakan fenomena alienasi kolektif yang terjadi pada generasi sekarang. Tindakan membangun kesadaran kolektif yang bertumpu pada pendidikan kritis adalah jalan yang harus ditempuh.
Catur Pramudito, Mahasiswa FISKOM, UKSW Salatiga