KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Sekitar 200 orang dari beberapa elemen masyarakat melakukan aksi deklarasi Borobudur untuk rakyat, hari ini Minggu (2/2/25). Dilakukan di Jalan Pramudyawardani, tepatnya di sebelah timur kompleks Candi Borobudur.
Salah satu tuntutannya, jumlah pengunjung Candi Borobudur tidak dibatasi 1.200 orang/hari. Sebab dengan adanya pembatasan, kini perekonomian masyarakat di sekitar candi mengalami kemerosotan tajam. Di tempat aksi dipasang tulisan: Borobudur ora didol (Borobudur tidak dijual).
“Sejak adanya pembatasan pengunjung, terjadi penurunan pendapatan rata-rata 83 persen. Maka wajar kalau kami menginginkan dilakukan perubahan,” kata Suwito warga Candirejo.
Pengurus Forum Masyarakat Borobudur Bangkit, Puguh Tri Warsono, dalam kesempatan itu menyatakan, banyak orang yang memiliki hak terhadap Candi Borobudur. Itulah kenapa mereka berusaha mempersatukan kekuatan yang ada di Borobudur. Karena seringkali suara rintihan hati, tangisan, hanya bisa ada di masing-masing pribadi.
“Tidak bisa dilontarkan, tidak bisa dimunculkan, karena ketakutan, karena tekanan, ancaman, memecah belah dan sebagainya. Ini cara-cara yang tidak baik,” katanya.
Menyedihkan
Menurut dia, cara-cara yang menyedihkan terjadi di era saat ini. Oleh karena itu Forum Masyarakat Borobudur Bangkit menyatukan berbagai kepentingan masyarakat yang ada di Borobudur.
Dia yang mewakili elemen masyarakat yang ada, memiliki tujuh prioritas tuntutan yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Tuntutan tersebut sebagai bentuk keprihatinan dalam memecahkan masalah dan menyelesaikan tata kelola yang benar, baik dan bisa mengayomi, serta menyejahterakan masyarakat.
Salah satunya minta pembukaan pintu di beberapa titik. Kalau melihat Perpres 101 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Kompleks Candi Borobudur, menurut penilaian dia, terindikasi adanya benturan kepentingan antarpengelola yang ada di Candi Borobudur. Pengelola di bidang konservasi dan bidang pariwisata tidak akur. Kepentingan egosektoral dimunculkan, sehingga abai terhadap kepentingan masyarakat.
“Muncul kebijakan-kebijakan lucu. Ribuan pedagang dan parkir dipindahkan ke Pasar Kujon, tetapi di zona 2, muncul usaha besar yang juga berdagang menjual suvenir, makanan, minuman dan oleh-oleh. Ini sangat menyedihkan,” katanya.
Itu dianggap mengingkari kesepakatan bersama yang dibuat antara Pemda, Pemprov dan PT Taman Wisata Candi (TWC). Menjadikan masyarakat sebagai korbannya. “Di tengah ribuan orang yang dagangannya tidak laku, ratusan pedagang yang belum mendapatkan kios, mereka tega mendirikan usaha besar di zona 2. Jelas itu penghianatan dan kepentingan oligarki yang terjadi,” imbuhnya.
Evaluasi
“Kami menuntut kepada Presiden, Menteri Kebudayaan, Menteri BUMN, coba tengok kebijakan yang ada sebelumnya. Coba evaluasi para pimpinan di Candi Borobudur yang ada saat ini,” pintanya
Sementara itu pelaku wisata yang ada di kawasan Borobudur, Punjung, mengatakan, Borobudur itu merupakan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Dengan adanya pembatasan pengunjung, hanya 1.200 orang/hari, sangat berdampak signifikan. Artinya, ekonomi masyarakat terpuruk atau melemah.
Kalau ekonomi melemah, lanjutnya, otomatis akan menjadikan masyarakat bergejolak. Maka dilakukanlah aksi itu. Sebagai ajang menyampaikan pendapat.
“Tujuannya agar pembatasan pengunjung sebanyak 1.200 untuk direvisi. Kami tidak ingin adanya pembatasan. Buka seluas-luasnya terkait jam operasional dan jumlah pengunjung,” pintanya.
Ditambahkan, kalau bisa seperti itu, Pemkab setempat dan masyarakat memperoleh penghasilan. Aksi itu tujuannya untuk kemakmuran bersama bukan untuk individu.
Kalau pengunjungnya di atas 10 ribu/hari, menurut perhitungan dia, PT TWC, Balai Konservasi Borobudur dan masyarakat akan untung. Tidak ada yang dirugikan.
Aktivis Lembaga Adat Borobudur, Jeck Priyana, merasa warga setempat korban dari KSPN. “Sebenarnya kebijakan itu potret kebodohan. Borobudur adalah korban monopoli singgel manajemen. Kami dipisahkan, dijauhkan, kami dihilangkan identitas budayanya. Berilah masyarakat Borobudur ruang untuk bisa terlibat dalam pengelolaan, sehingga manfaat pariwisata,” pintanya.
Eko Priyono