Oleh: Tjoek Suroso Hadi
SETIAP banjir di kota dan di negeri manapun, saat ini sedang menjadi trend baru, dimana jalan raya, beralih fungsi menjadi sungai. Trend banjir pada dekade saat ini punya kecenderungan bisa merusak semua bangunan, infrastruktur serta dapat menelan korban jiwa.
Hal ini karena banjir sering terjadi secara mendadak, dimana manusia kurang dapat mengantisipasinya. Mengapa demikian.? karena manusia terlanjur percaya atas, semua bangunan dan segala fasilitasnya, sehingga tidak mungkin akan ikut tertimpa bencana, terutama banjir.
Kerugian akibat terkena banjir, jika diakumulasikan menjadi sangat besar. Maka jika setiap tahun bencana banjir melanda sebuah negeri, maka tak terhitung kerugian yang di derita. Disamping kerugian material, ada kerugian lain yang tidak dapat dihitung, yaitu beban psikologi yang terkena dampak dan beban hidup menjadi sulit, karena orang yang terkena musibah banjir, tidak bisa bekerja. Penulis pernah mengalami sendiri, ketika terjadi banjir bandang di Puspanjolo Semarang pada tahun 1990.
Dimana saat itu banjir kiriman dari hulu (kawasan Ungaran) yang mengalami hujan deras, sehingga air bah menggelontor melalui sungai Banjir Kanal Barat. Dan lebih parahnya, banyak sekali sumbatan-sumbatan yang tidak dapat melancarkan aliran air yang sangat deras itu, sehingga air bah yang dihambat, akan meluber ke wilayah-wilayah terdekat. Termasuk diantaranya, air bah Sungai Banjir Kanal Barat yang pada saat itu dihambat oleh jembatan Banjir Kanal Barat, yang akhirnya air tersebut meluber kearah barat, yaitu di kawasan Puspanjolo.
Penulis dan keluarga merupakan salah satu warga yang menjadi korban dari keganasan air bah sebagai akibat dari banjir bandang tersebut. Dan selama satu minggu penulis dan keluarga tidak memiliki uang, bahan makanan habis di bawa banjir, dan kita hanya menunggu belas kasihan dari para dermawan yang selalu memberi nasi bungkus.
Kalau kita review kebelakang, bahwa jaman dahulu, jalan raya dianggap sebagai zona area aman untuk para korban bencana banjir mengungsi sementara. Namun akhir-akhir ini justru jalan raya, menjadi bagian dari banjir itu sendiri. Mengapa demikian ?, karena era saat ini desain jalan raya menjadi aneh. Jalan Raya harusnya diberi fasilitas saluran atau drainase, yang mana dimensi drainase tersebut disesuaikan dengan lebar bahu jalan, yang diharapkan mampu untuk menampung air bah yang secara liar mengalir di jalan raya, yang harapannya bisa masuk ke gorong-gorong drainase.
Namun kenyataannya semua gorong-gorong tidak berfungsi dengan baik, bahkan tersumbat oleh sedimentasi berlebih. Akibatnya air banjir tidak dapat masuk ke gorong-gorong, dia akan liar mengalir melalui jalan raya.
Banjir yang selalu melewati jalan raya, menjadi trend dunia, sebagai akibat dari tidak berfungsinya drainase kota, yang mestinya mampu menyerap air bah ke dalam gorong-gorong. Salah satu contoh banjir yang mengerikan adalah pada awal tahun 2024 di Dubai, dimana kota sekelas Dubai yang sangat modern itu ternyata mengalami hal yang sama. Air banjir memporakporandakan seisi property diatas jalan raya.
Hal ini terjadi, karena air banjir tidak dapat masuk ke gorong-gorong. Gorong-gorong drainase sangat sempit, malahan banyak sedimentasinya.
Apakah fungsi gorong-gorong tidak berfungsi secara optimal? Jawaban yang paling sederhana adalah ”Ya”, karena fungsi gorong-gorong tidak optimal, terlepas dari cuaca ekstrim atau tidak.
Jika kita merunut kembali aturan main dibentuknya jalan raya, yang sesuai dengan Permen PUPERA No. 5 tahun 2023, tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Perencanaan Teknis Jalan. Pada Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, ayat (1) Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bentuk jalan, termasuk bangunan penghubung bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel, jalan lori, dan atau jalan kabel.
Ayat (2) Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu-lintas umum. Kemudian Bab II Persyaratan Teknis Jalan, Pasal 3 ayat (1), Jalan harus memenuhui Persyaratan Teknis Jalan. Ayat (2), Persyaratan jalan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas (a). Kecepatan rencana. (b). Lebar badan jalan (c). Kapasitas Jalan (d). Jalan Masuk,(e).Persimpangan sebidang,(f).Bangunan pelengkap Jalan, (g). Perlengkapan Jalan,(h). Penggunaan jalan sesuai denmgan fungsinya, dan (i). Ketidakterputusan.