blank
Ilustrasi IKN. Foto: Istimewa

Oleh : Tjoek Suroso Hadi

DIKISAHKAN Kerajaan Prambanan, rakyatnya hidup tenteram dan damai, namun suatu ketika kerajaan ini diserang oleh negeri Pengging, yang sekaligus menjajahnya. Sehingga ketenteraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik, karena saat itu para tentara Kerajaan Prambanan tidak mampu menghadapi tentara Kerajaan Pengging, dan Pengging mampu menjajah Kerajaan Prambanan yang dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso, seorang yang memimpin dengan kejam, sampai dia mengeluarkan maklumat, ”Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat”. Kemudian Bandung Bondowoso selalu mengamati gerak-gerik putri Raja Prambanan yang cantik, bernama Roro Jongrang, dan serta merta Bandung ingin memperistrinya.

Namun Roro Jonggrang memberi persyaratan, jika Bandung mampu membuat 1000 Candi dalam waktu semalam. Sebenarnya Bandung Bondowoso dengan dibantu seluruh pengikutnya, mampu membuat 1000 Candi tersebut, namun ada beberapa candi yang kurang lengkap, sehingga dia belum memenuhi syarat untuk menikahi Roro Jonggrang.
Narasi diatas adalah sebagai cerita rakyat, yang “dipercaya” oleh masyarakat dari dulu sampai sekarang.

Senyampang dengan narasi diatas, jika kita kaitkan dengan pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara), yang tergolong singkat, yang saat ini durasi waktu yang dibutuhkan hampir 3 tahun, namun belum menampakkan hasil yang maksimal sebagai kota. Di sini
penulis akan mencoba untuk merunut secara ilmiah akademik, bagaimana terbentuknya sebuah kota.

Secara sederhana, kota disebut dengan “City”, dan masyarakatnya disebut “Citizen”, sehingga dari definisi tersebut maka, kota itu yang penting tidak hanya fisiknya saja, namun adanya aktivitas kota, yang menjadi komunitas kota. Maka oleh Louis Wirth (seorang sosiolog perkotaan dari AS), mengatakan “City is, a relative Large, Dense, The permanent Settlement of Social Heterogenous

Individuals, yang dapat diartikan kota adalah wilayah yang sangat luas, padat akan permukiman yang permanen dan dihuni oleh masyarakat yang sangat heterogen.
Sehingga dari pendapat Louis, bahwa perkotaan adalah sebuah wadah, dimana disana terdapat banyak warga kota yang sangat beragam, serta terbentuknya permukiman- permukiman penduduk.

Sedangkan oleh Lewis Mumford (sosiolog dan sejarawan AS), yang pernah mengemukakan klasifikasi kota berdasarkan perkembangannya, yaitu, ”City is, Point maximum concentration for the power and culture of a community” .
Jika diartikan secara operasional, kota adalah sebuah wadah sebagai pusat kekuatan (power), serta pusat budaya bagi masyarakat kota.

Jika kedua pendapat tersebut diakumulasikan, berarti kota bukan hanya sekedar bangunan-bangunan fisiknya saja, namun tetap ada dimensi manusia sebagai penghuni dan aktivitas-aktivitasnya, serta warga masyarakat tersebut menjadi subyek atas aktivitas yang ada. Kemudian kota memiliki tempat sebagai pusat kekuatan atau kekuasaan, serta sebagai pusat kebudayaan.

Ibu Kota Nusantara (IKN)

IKN dicita-citakan sebagai pengganti Kota Jakarta, yang akhirnya Ibu Kota Negara RI dipindah ke Kalimantan Timur. Hal ini telah tercantum ke dalam sebuah Undang-Undang, yaitu UU No: 3, tahun 2022, yang berisi tentang pengaturan rencana pemindahan Ibu Kota Negara, yang telah disahkan pada tanggal 15 Februari 2022, dan telah dirubah menjadi UU no: 21 tahun 2023, yang telah ditetapkan pada tanggal 31 Oktober 2023.

Bahwa IKN ini, secara politik telah sah, hal ini karena terbitnya UU tadi, dimana dalam pembuatan UU tersebut, melibatkan banyak stakeholders, utamanya melibatkan DPR RI. Apapun kondisinya IKN adalah produk kebijakan politik nasional, hal ini tidak bisa diingkari. Oleh karena itu semua elemen, baik pemerintah di berbagai tingkatannya, serta masyarakat luas harus mampu men-treatment, sampai IKN berfungi dengan baik, yang setara dengan kota lainnya. Jika dilihat saat ini, produk fasilitas IKN, masih dalam tahap pengerjaan, sehingga jika dikaitkan dengan cerita rakyat (Bandung Bondowoso), masih kurang jauh.

Banyak bangunan yang dibutuhkan dalam lingkungan perkotaan masih kurang, apalagi IKN akan ditransformasikan kedalam sebuah kota yang Teknologis dan berskala Internasional.

Oleh Amos Rapoport, bahwa kota adalah tempat dimana masyarakat tinggal, dan fungsi perkotaan minimum yang terperinci, yang meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administratif, atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat intelektual bersama dengan kelembagaan yang sama.

Sebagai pusat intelektual, bisa didirikan sebuah Kampus Internasional, dimana fungsi kampus adalah sebagai wahana yang akan memproduksi intelektual-intelektual muda, sehingga harapannya IKN dapat menjadi pusat kultur dan budaya baru.
Masih dari Rapoport, bahwa kota dapat sebagai pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.

Sehingga konsep wilayah perekonomian, bisa direncanakan pada ring ke-2 atau ring ke-3 dari pusat Pemerintahan. Karena jika IKN tanpa ada kehidupan masyarakatnya, maka akan terasa kering. Jangan sampai IKN hanya menjadi wilayah yang ter-protect oleh aktivitas kenegaraan saja.

Sebagai Ibu Kota Negara, maka IKN selayaknya dibangun secara bertahap, dan direncanakan dengan cermat, bagi bangunan-bangunan yang sudah selesai, secepatnya dioperasionalkan. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas pada persoalan “Trust” masyarakat terhadap pemerintah.

Kemudian untuk tenaga kerja, perlu dipilih SDM yang masih fresh, dan dapat dimungkinkan ada rekruitmen baru, yang akan mengisi seluruh departemen-departemen, jika perlu dicarikan tenaga lokal.

Tjoek Suroso Hadi, Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Planologi, Unissula Semarang