JEPARA (SUARABARU.ID)- Julukan Jepara sebagai the world carving center atau pusat ukir dunia ternyata bukan hanya isapan jempol belaka. Bagaimana tidak sebanyak lima warga Jepara asal Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan pernah menangani proyek pembuatan replika mimbar Masjid Al-Aqsa peninggalan Sholahudin Al Ayyubi.
Mimbar yang diberi nama Mimbar Nuruddin Zanki ini merupakan mimbar peninggalan Sholahudin Al Ayyubi, seorang pemimpin dalam dunia Islam pada masa perang Salib tahun 1187. Mimbar ini dibakar oleh seorang turis Australia bernama Denis Michael Rohan pada 21 Agustus 1969.
Suarabaru.id berhasil menemui salah satu pengukir yang bernama Abdul Mutholib, warga Desa Tegalsambi, Gang Depok. Ia menceritakan pengalamannya saat mengerjakan mimbar Masjid Al-Aqsa bersama keempat saudaranya. Keempat saudaranya tersebut adalah Zaenal Arifin, Ali Ridho, Sarmidi dan Mustafid Dinul Azis.
Cerita berawal saat dirinya merantau ke Bandung pada tahun 1997. Dirinya berkenalan degan dua orang yang bernama Mahmud Bukhori dan Irwan yahya.
“Saat saya di bandung Alm. Pak Mahmud Bukhori mendapatkan kiriman faksimile dari Kerajaan Yordania yang isinya mencari pengukir dari seluruh dunia, terutama dari negara-negara Islam untuk membuat replika mimbar Masjid Al-Aqsa”, ujar Mutholib memulai ceritanya, Kamis (14/11/2024).
“Saya kemudian ditawari Pak Mahmud untuk ikut membuat sampel ukiran Jepara sesuai desain yang sudah ditentukan dari Yordania”, lanjut Tholib.
Namun, rencana proyek pekerjaan untuk membuat replika mimbar Masjid Al-Aqsa tiba-tiba berhenti karena wafatnya Raja Husein (Raja Yordania pada waktu itu). “Sempat tidak ada kepastian untuk kelanjutan proyek itu”, kenang ayah dua anak ini.
Tiba-tiba pada tahun 2002 kabar datang lagi dari Yordania untuk melanjutkan pembuatan replika mimbar masjid Al-Aqsa yang sempat terhenti. “Saya dikabari Pak Mahmud Bukhori untuk mempersiapkan sampel yang sudah saya buat sebelumnya”, ujar Thollib.
“Dalam sebuah konferensi di Bandung yang dihadiri perwakilan dari negara-negara Islam, hasil ukiran saya diperlihatkan oleh Pak Mahmud Bukhori. Namun saat itu saya minder, ternyata ada ukiran yang lebih bagus dengan tekhnik mesin. Mungkin kalau sekarang pakai router”, cerita Tolib.
“Namun, Pak Mahmud ternyata sudah mempersiapkan relief Jepara yang pengerjaannya jauh lebih rumit dari desain mimbar masjid Al-Aqsa. Kalau orang Jepara mau membuat ukiran yang lebih rumit dan indah seperti ini hasilnya”, terang Tholib menceritakan Pak Mahmud di hadapan para perwakilan negara-negara Islam.
Setelah semua tamu dari perwakilan negara Islam kagum dengan hasil ukiran Jepara, akhirnya Tholib berangkat ke Yordania bersama keempat saudaranya untuk mengerjakan proyek mimbar Al-Aqsa.
Menurut Tholib pekerjaan mimbar dilakukan selama lima tahun. bukan hanya dari Indonesia, tim untuk pekerjaan proyek itu juga didatangkan dari Turki, Mesir, Syiria, Aljazair, dll.
Yang paling membanggakan menurut Tholib adalah kunjungan dari delegasi-delegasi seluruh dunia untuk meninjau pekerjaan mengukir mimbar.
“Ada delegasi dari Jepang, Rusia, China yang mengunjungi ketika kami bekerja. Bahkkan Pangeran Charles dari Inggris pernah ikut mengunjungi kami”, ujar suami dari Siti Roliyah ini.
Setelah lima tahun, mimbar tersebut akhirnya jadi, kemudian diangkut menuju Palestina dengan menggunakan lima truk. “Sistem pemasangan mimbar tersebut tidak menggunakan lem dan paku. Semua dirakit dengan sistem knockdown. Jadi jumlahnya ribuan pasang”, ujar Tholib.
“Itu ribuan, satu kotak rangkaian ukiran, itu dari Yordania sudah dirakit, satu mimbar itu dibawa lima truk dan dibungkus dengan kain anti api, takut di perjalanan. Ketika di perjalanan arak-arakan panjang sekali,” ujarnya.
Menurut Tholib, pemasangan mimbar selama di Palestina memakan waktu 10 hari. Ada kejadian yang tidak mengenakan dialami oleh Tholib saat masuk ke Palestina. “Saya sempat tertahan dengan pertanyaan yang aneh-aneh, yang diambil hanya paspor saya”, kenangnya.
Menurut Tholib dia bertekad tidak akan menlepaskan paspor meski nyawa taruhannya, “Karena kalau paspor dibawa saya tidak bisa pulang, saya punya anak istri di rumah, Alhamdullillah akhirnya saya dilepas dan bisa menuju ke Palestina,” lanjutnya.
Dengan keahliannya mengukir, kini Tholib berkesempatan mengajar di “The Royal Institue of Traditional Arts” di Jeddah.
ua