Situs Patiayam merupakan bagian dari Gunung Muria. Yang menarik, Situs Purbakala Patiayam ini punya kemiripan dengan Sangiran, Trinil, Mojokerto, dan Nganjuk. Ketiadaan sungai besar di kawasan ini, menjadikan proses pembentukan fosil berlangsung baik, tidak tergerus erosi.
Kini di Kawasan situs tersebut sudah berdiri Museum Situs Purbakala Patiayam yang dibangun sejak 2014 lalu. Bermula dari bangunan sederhana di tanah milik pemerintah desa, pada tahun 2022, ditempatkanlah fosil-fosil temuan. Kemudian pembangunan museum dimulai engan makin banyaknya temuan, maka Museum Patiayam pun dikembangkan dengan renovasi dengan ukuran bangunan 12 kali 20 meter.
Situs Terlengkap
Petugas di Museum Patiayam, Siti Asmah yang ditemui menuturkan, Situs Patiayam merupakan salah satu situs terlengkap.
Di situs ini ditemukan fosil manusia purba (homoerectus), fauna vertebrata dan fauna invertabrata. Juga alat-alat yang digunakan oleh manusia, terbuat dari bahan batu dari hasil budaya manusia purba yang ditemukan dalam satu pelapisan tanah yang tidak terputus sejak minimal satu juta tahun yang lalu.
Sejak 22 September 2005 situs Patiayam ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Sebelumnya situs ini sudah lama dikenal sebagai salah satu situs manusia purba (hominid) di Indonesia. Di situ pula kemudian fosil-fosil disimpan di bangunan yang diberi anam Rumah Fosil, yang menjadi cikal bakal Museum Patiayam.
Sejumlah fosil binatang purba ditemukan penduduk setempat seperti kerbau, gajah, dan tulang lain. Fosil-fosil yang ada dikumpulkan di rumah warga. Fosil gading gajah purba Stegodon trigonocephalus merupakan primadona Patiayam.
Dalam buku Profil Museum Situs Purbakala Patiayam (2021) disebutkan penemuan fosil sudah sejak tahun 1857. Kala itu, intelektual Jawa yang juga pelukis naturalis terkenal Raden Saleh bersama naturalis Jerman Junghuhn mengumpulkan fosil-fosil temuan di Patiayam dan Pegunungan Kendeng.