Oleh : Hadi Priyanto
Ada yang menarik saat penulis berkesempatan memberikan motivasi seputar liteasi kepada 44 siswa kelas 6 SD Negeri 4 Kaliaman yang berkunjung ke Rumah Literasi R.A. Kartini, Jumat 11 Oktober 2024. Bukan saja mereka didampingi secara pribadi oleh kepala sekolahnya, Ita Muyyasyaroh dan 4 guru pembimbingnya, tetapi dari cita-cita siswa setelah besar nanti. Sebanyak 12 anak dari 44 siswa yang ikut kegiatan tersebut ternyata ingin menjadi polisi. Profesionalisme dan kahadiran polisi di tengah-tengah masyarakat menjadi pemantik keinginan siswa.
Setidaknya itulah cita-cita Akhmad Fajar Khoirul Anwar, Nadia Anjani Rohmania, Nadine Putri Fellychia dan Dimas Indra Pratama, diantara siswa yang ingin menjadi polisi. “ Polisi selalu melindungi warga dan hadir di tengah masyarakat,” ujar Nadia Anjani Rohmania. Sedangkan Akhmad Fajar Khoirul Anwar menilai polisi pintar, terampil dan setiap kegiatan selalu ada hingga aman. Lain hal nya dengan Nadine Putri Fellychia dan Dimas Indra Pratama, menjadi polisi adalah arahan orang tuanya.
Keinginan tersebut terungkap saat penulis menanyakan siapa yang ingin menjadi polisi dan 12 anak dengan cepat mengacungkan tangannya. Mereka terdiri 5 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki.
Memang sebelumnya penulis telah memberikan motivasi tentang menulis yang menjadi kekuatan utama Raden Ajeng Kartini. Kartini dikenal dan namanya abadi karena surat-surat yang ditulis berisi gagasan yang luar biasa hingga kemudian mendapatkan anugerah sebagai Pahlawan Kemerdekaan Republik Indonesia. “Namun sebelum menulis Kartini melakukan aktivitas literasi lainnya, yaitu membaca buku-buku,” tambah penulis.
Untuk lebih memberikan motivasi nyata tentang menulis kepada siswa, penulis juga menunjukkan sejumlah buku karya penulis mulai buku tentang Sosrokartono, Kartini, Kalinyamat, Legenda Jepara dan buku Mozaik Pengabdian AKBP Wahyu Nugroho Setyawan di Bumi Kartini yang baru saja diluncurkan. “Bu Ita, kepala sekolah kalian juga diundang Pak Kapolres hadir dalam peluncuran buku sebagai bagian dari guru pegiat literasi,” tambah penulis.
Sementara siswa yang lain memilih menjadi tentara, pegawai, pengusaha, pemain bola, pramugari, petugas kesehatan, dokter dan guru. Namun ada juga yang tidak memiliki cita-cita.
Dalam meraih cita-cita dan juga agar berhasil pada masa sekolah, penulis juga memberikan motivasi tentang pentingnya membaca dan menulis. “Membaca dan menulis akan menjadi dasar utama kalian meraih masa depan,” terang penulis.
Dalam dialog penulis dengan siswa ternyata tak banyak orang tua yang membelikan buku-buku bacaan siswa saat mereka pergi ke kota. Padahal buku bacaan sangat penting bukan saja untuk menumbuhkan kebiasaan membaca, tetapi melalui buku anak-anak juga mendapatkan pengetahuan tentang yang baik dan tidak baik. Juga belajar tentang karakter dan sikap para tokoh dalam buku bacaan.
“Saya pernah membaca buku cerita tentang Gajah yang Sombong. Karena kesombongannya banyak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Namun akhirnya ia dikalahkan oleh kecerdikan tikus dan kancil yang badannya lebih kecil,” ujar Meysa, salah satu siswa SDN 4 Kaliaman.
Catatan lain penulis, tak banyak orang tua yang memberikan nasehat kepada anak-anaknya bagaimana menggunakan android yang baik dan benar. Bahkan banyak yang membiarkan anak-anaknya tidur dengan membawa smartphone. Satu kebiasaan yang kontra produktif dengan kegiatan belajar anak-anak. (*)