blank
Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) TM Luthfi Yazid saat diwawancarai wartawan usai pelantikan Pengurus DPD dan DPC DePA-RI se-Jawa Tengah di Semarang, Sabtu 28 September 2024. Foto: Humas DePA-RI

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) TM Luthfi Yazid memahami beban kerja dan tanggung jawab para hakim yang sangat berat, sehingga dia mendukung ditingkatkannya kesejahteraan hakim dalam pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto mendatang.

“Peningkatan kesejahteraan para hakim sangat penting. Langkah ini setidaknya akan membantu meminimalisir adanya godaan penyimpangan seperti korupsi dan gratifikasi,” katanya dalam pidato pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan tujuh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) DePA-RI se-Jawa Tengah di Semarang, Sabtu (28/9/2024).

Kepengurusan DPD DePA-RI Jateng itu sendiri dinakhodai Ketua DPD A. Yudo Prihantono, S.H., M.H., MM; dan untuk level DPC, yakni Kabupaten Jepara diketuai Ahmad Fauzul Gufron, S.H. Lalu Naskan, S.HI., M.H sebagai ketua DPC Kudus; Taufix Haryono, S.H., Ketua DPC Kota Semarang; Supriyanto, S.H., M.H., Ketua DPC Kabupaten Pati; R. Kristiawan Saputra, S.H., Ketua DPC Kabupaten Demak; Aris Subandrio, SH., Ketua DPC Kota Surakarta; dan Miradj Boedy Hartono, S.I.P, S.H., C.Me, C.SMTI, CLMA sebagai Ketua DPC Kabupaten Wonosobo.

Adapun tamu undangan yang hadir pada acara pelantikan pengurus DePA-RI Daerah/DPD dan DPC se-Jawa Tengah itu adalah para Advokat, Hakim Pengadilan Negeri Semarang, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Kejaksaan Tinggi, Wakil Kapolda dan para Dekan Fakultas Hukum dari beberapa Perguruan Tinggi di Jawa Tengah.

Dalam pidato pelantikan, Ketua Umum DePA-RI mengemukakan tanggapan terkait akan adanya “mogok” besar para hakim di seluruh Indonesia dengan melakukan “cuti bersama” dari tanggal 7 sampai 11 Oktober 2024.

Gaji Tak Seimbang

Sebelumnya, Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid kepada media mengemukakan, aksi “mogok” itu dilakukan karena gaji hakim saat ini tidak seimbang dengan tanggung jawab dan beban kerja yang mereka terima.

Saat ini gaji hakim diatur dalam PP No 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung.

Gaji hakim berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut saat ini tidak mencukupi, karena sudah 12 tahun tidak ada perubahan dan kenaikan, sementara angka inflasi setiap tahun naik, menjadikan harga-harga berbagai kebutuhan hidup semakin tinggi.

Misalnya gaji hakim golongan IIIA sekitar 2,05 juta rupiah, sedangkan hakim dengan masa kerja 32 tahun golongan IVE sekitar 4,9 juta rupiah.

Luthfi Yazid sebagai Ketua Umum DePA-RI memahami beban kerja dan tanggung jawab para hakim yang sangat berat.

Di satu sisi para hakim diminta untuk segera menuntaskan berbagai macam perkara dengan adil, namun di sisi lain kesejahteraan mereka tidak terperhatikan.

Belum lagi jika para hakim ditempatkan di pelosok atau di daerah terpencil, sementara isteri dan anak-anaknya tinggal berjauhan.

Misalnya sang hakim ditempatkan di pelosok Kalimantan, sementara keluarganya tinggal di pulau Jawa. Bagaimana dengan pendidikan anak-anaknya, dan bagaimana kesehatan keluarganya dan sebagainya.

Oleh karena itu DePA-RI mendukung Peraturan Pemerintah terkait gaji hakim yang akan segera diubah dan diganti serta disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi para hakim dan keluarganya agar mereka bisa lebih fokus dalam bekerja.

“Para hakim mesti diperlakukan lebih manusiawi. Langkah ini setidaknya akan membantu meminimalisir adanya godaan penyimpangan seperti korupsi dan gratifikasi. Ini sejalan dengan tekad Prabowo. Bukankah Presiden terpilih Prabowo Subianto pernah berjanji akan mengejar para koruptor meski ke Antartika? Banyak harapan dipikulkan kepada Presiden terpilih untuk membawa bangsa ini keluar dari jurang keterpurukan, baik dalam bidang ekonomi maupun sosial, politik, dan hukum,” kata Luthfi Yazid.

Ia juga mengemukakan banyaknya persoalan yang akan dihadapi oleh Prabowo dalam pemerintahannya ke depan.

Utang luar negeri yang terus membengkak membutuhkan tim ekonomi yang kuat, kredibel dan punya integritas.

Di sisi lain penegakan hukum yang masih banyak anomali dan ketimpangan memerlukan tim hukum yang profesional, baik Kapolri, Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM maupun Menko Polhukamnya.

Lebih dari itu, lanjutnya, jangan sampai karena ingin mengakomodasi partai-partai koalisasi sehingga kabinetnya menjadi gemuk namun tidak efektif.

Bagaimana pun dalam sebuah negara demokrasi prinsip check and balances harus diterapkan.

“Kita akan dukung penuh pemerintahan Prabowo sepanjang berpegang teguh kepada Pancasila dan menjalankan amanat konstitusional, UUD 1945,”kata Ketua Umum DePA-RI yang juga pernah menjadi pengacara Prabowo Subianto dalam sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi tahun 2019.

Ia juga berpesan bahwa sesuai dengan motto DePA-RI “Justitia Omnibus” (Keadilan Untuk Semua), maka seluruh advokat DePA-RI harus bergotong royong memperjuangkan tegaknya keadilan bagi siapa pun tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama dan keyakinan pandangan politik.

“Apabila kita semua, bukan hanya advokat, tapi juga polisi, jaksa, dan hakim benar-benar menjunjung kode etik dan sumpah jabatan, maka niscaya cita-cita mewujudkan negara hukum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan terwujud,” tegasnya.

Ketua Umum DePA-RI menambahkan, pelaksanaan penegakan hukum yang melenceng dan tidak relevan perlu dievaluasi dan direformasi serta diperbaiki dengan penekanan bahwa penegakan hukum harus sesuai dengan koridor yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 yang menekankan kepastian hukum yang adil, dan ini sejalan dengan motto atau paradigma DePA-RI: Justitia Omnibus (Keadilan Untuk Semua).

Wied