SALATIGA (SUARABARU.ID):Kebanggaan dan inspirasi menyelimuti Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), khususnya Program Studi (Prodi) Doktor Sosiologi Agama (DSA) Fakultas Teologi, ketika dua putra terbaik, Hun Johanis Alfrits Pinatik dan Daud Alfons Pandie, resmi menyandang gelar Doktor dalam bidang Sosiologi Agama, Jumat (13/09/2024).
Keberhasilan keduanya menjadi simbol dedikasi dan semangat dalam menggali ilmu pengetahuan. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah fakta bahwa Hun Johanis Alfrits Pinatik, pada usianya yang baru menginjak 26 tahun, sudah menyelesaikan studi doktoralnya.
Lompatan intelektual di usia muda
Lahir di Manado pada tahun 1998, Hun Johanis Alfrits Pinatik menapaki perjalanan akademis yang gemilang sejak menamatkan SMA di SMAN 8 Manado. Semangat belajarnya yang luar biasa membawa dirinya melanjutkan pendidikan Strata 1 di Fakultas Teologi Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) pada tahun 2015.
Tidak berhenti di situ, pada 2019, ia memilih Salatiga sebagai tempat perantauan intelektualnya dengan melanjutkan studi Magister di Prodi Sosiologi Agama Fakultas Teologi UKSW, dan lulus dengan IPK sempurna 4.00.
Melanjutkan tradisi prestasi tersebut, pada 2021, Hun mengambil tantangan yang lebih besar yaitu dengan mengambil program doktoral. Fokus penelitiannya terletak pada isu yang krusial dan sarat relevansi, yaitu Sociology of Indigenous Religion, dengan mengeksplorasi bagaimana solidaritas berbasis jaringan (stratic) menjadi instrumen untuk mencari spatial justice bagi agama lokal, dalam hal ini agama lokal Minahasa.
“Penelitian ini tidak sebatas mengeksplorasi latar belakang ketidakadilan bagi agama lokal yang dipetakan secara deskriptif, namun juga menganalisis problematika ketidakadilan spasial yang dikonstruksi dan berkembang secara sosial,” ujar Hun yang tahun depan akan berkarya sebagai dosen di Institut Agama Kristen Negeri Manado ini.
Dalam disertasinya, ia mendalami strategi gerakan Mawale yang berusaha membebaskan agama lokal Minahasa dari stigma dan marginalisasi, sebuah topik yang tak hanya menyentuh kajian akademis tetapi juga menyuarakan keadilan sosial dan hak asasi kepercayaan.
Pelayan, dosen, peneliti yang tak kenal lelah
Daud Alfons Pandie, di sisi lain, juga membawa cerita inspiratif yang tak kalah menarik. Lahir di Tuak Sabu, Nusa Tenggara Timur, Daud telah menorehkan kiprah panjang di dunia akademis dan pelayanan gerejawi. Setelah menyelesaikan studi sarjana dan magister di bidang Teologi, ia meraih gelar doktor Teologi pada 2011, sebelum akhirnya melanjutkan studi di prodi DSA Fakultas Teologi UKSW.
Daud, yang juga dikenal sebagai dosen dan asesor di bidang pendidikan, telah menunjukkan komitmen yang tinggi pada pengajaran, pelayanan, dan penelitian. Karyanya tentang “Rote Islam” sebagai identitas etno religius di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, menjadi topik yang tak hanya menambah pemahaman tentang interaksi sosial antar agama, tetapi juga menggambarkan bagaimana identitas etno religius bisa terkonstruksi dalam masyarakat multikultural.
Dengan pendekatan etnografi dan fenomenologi, Daud mendalami bagaimana masyarakat Muslim di Rote, yang berasal dari berbagai etnis, telah hidup berdampingan dengan komunitas Kristen selama berabad-abad. “Saya menemukan bahwa interaksi sosial yang kolaboratif dan saling menghormati menjadi pesan kuat bahwa di balik perbedaan, ada keharmonisan yang bisa dibangun melalui dialog dan penghormatan antar umat beragama,” ungkap Dosen STT Reformed Injili International Jakarta ini.
Inspirasi bagi generasi muda
Dekan Fakultas Teologi, Pdt. Izak Lattu, Ph.D., yang memimpin jalannya yudisium, menyampaikan apresiasi dan ucapan selamat atas pencapaian dua disertasi yang sangat berharga ini, terutama dalam mengangkat isu-isu sosial keagamaan dari perspektif kelompok minoritas di Rote, NTT.
“Kedua disertasi ini, yang meneliti jejaring sosial Islam di Rote dan juga meneliti sosiologi agama lokal, merupakan wujud nyata dari empati akademik dan sosial yang menjadi fondasi UKSW. Teologi yang diajarkan di UKSW bukanlah sekadar studi teks, melainkan upaya membangun jembatan empati yang kuat antar agama, sebagaimana terlihat dalam studi-studi ini,” ungkapnya.
Keberhasilan Hun Johanis Alfrits Pinatik dan Daud Alfons Pandie bukan hanya menjadi catatan prestasi akademik, tetapi juga menunjukkan bahwa usia bukanlah penghalang untuk berprestasi. Hal ini menunjukkan dukungan UKSW dalam berkontribusi untuk Sustainable Development Goals (SDGs) 4 pendidikan berkualitas, SDGs 10 pengurangan ketimpangan, dan SDGs 16 perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh.
UKSW!